jpnn.com, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebut Kepala Subbagian Pidana dan Hak Asasi Manusia (HAM) bagian Penerapan Hukum Biro Bantuan Hukum pada Divisi Hukum Mabes Polri AKBP Bambang Kayun Bagus PS (BK) menerima suap, gratifikasi, hingga duit puluhan miliar.
Suap puluhan miliar itu diterima secara bertahap dengan nilai total mencapai Rp 56 miliar, di mana sekitar Rp 6 miliar untuk membantu pihak berperkara di Bareskrim, yaitu Emilya Said (ES) dan Herwansyah (HW).
BACA JUGA: Nasib AKBP Bambang Kayun, Dulu di Mabes Polri, Ditahan KPK Kini di Fasilitas TNI
Ketua KPK Firli Bahuri mengatakan kasus bermula dari pelaporan pidana dengan pihak terlapor Emilya Said dan Herwansyah terkait kasus dugaan pemalsuan surat dalam perebutan hak waris PT Aria Citra Mulia (ACM).
Atas pelaporan tersebut, Emilya dan Herwansyah melalui rekomendasi salah seorang kerabatnya kemudian diperkenalkan dengan tersangka Bambang Kayun yang saat itu dimutasi sebagai Kepala Subbagian Penerapan Pidana dan HAM Bagian Penerapan Hukum pada Biro Bantuan Hukum Divisi Hukum Mabes Polri. Emilya serta Herwansyah berkonsultasi dengan Bambang Kayun.
BACA JUGA: Setelah Dijemput Paksa, Saksi Terkait Kasus AKBP Bambang Kayun Ini Dicecar KPK soal Ini
Bambang, Herwansyah, dan Emilya kemudian bertemu di sebuah hotel pada medio 2016. Bambang pun menyatakan kesiapannya untuk membantu Emilya dan Herwansyah dengan kesepakatan pemberian uang dan barang.
"Tersangka BK lalu memberikan saran diantaranya untuk mengajukan surat permohonan perlindungan hukum dan keadilan terkait adanya penyimpangan penanganan perkara yang ditujukan pada Kepala Divisi Hukum Mabes Polri," kata Firli dalam konferensi pers di Gedung KPK, Jakarta Selatan, Selasa (3/1).
BACA JUGA: Kasus Suap AKBP Bambang Kayun, Yayanti Dijemput Paksa oleh Tim KPK
Bambang kemudian ditunjuk menjadi salah satu personel untuk melakukan verifikasi hingga permintaan klarifikasi kepada Bareskrim Polri.
Sekitar Oktober 2016, pihak Divisi Hukum melakukan pembahasan terkait perlindungan hukum atas nama Emilya dan Herwansyah.
"Tersangka BK kemudian ditugaskan untuk menyusun kesimpulan hasil rapat yang pada pokoknya menyatakan adanya penyimpangan penerapan hukum termasuk kesalahan dalam proses penyidikan," kata Firli.
Dalam perjalanan kasusnya, Emilya dan Herwansyah ditetapkan sebagai tersangka oleh Bareskrim.
Terkait penetapan status tersangka itu, Bambang menyarankan kepada Emilya dan Herwansyah mengajukan praperadilan ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
"Dengan saran tersebut, tersangka BK menerima uang sekitar Rp 5 miliar dari ES dan HW dengan teknis pemberiannya melalui transfer bank menggunakan rekening dari orang kepercayaannya," kata Firli.
Selama proses pengajuan praperadilan, Bambang diduga membocorkan isi hasil rapat Divisi Hukum. Hasil rapat itu dijadikan bahan materi isi gugatan praperadilan.
Atas informasi yang dibocorkan Bambang itu membuat hakim dalam putusannya menyatakan mengabulkan dan status penetapan tersangka tidak sah.
"Tersangka BK, sekitar Desember 2016 juga diduga menerima satu unit mobil mewah yang model dan jenisnya ditentukan sendiri oleh tersangka BK," kata Firli.
Selang lima tahun, sekitar April 2021, Emilya dan Herwansyah kembali ditetapkan sebagai tersangka oleh Bareskrim Mabes Polri dalam perkara yang sama.
Bambang diduga kembali menerima duit Rp 1 miliar dari Emilya dan Herwansyah untuk membantu pengurusan perkara tersebut sehingga keduanya tidak kooperatif selama proses penyidikan.
"Hingga akhirnya ES dan HW melarikan diri dan masuk dalam DPO Penyidik Bareskrim Mabes Polri," lanjut Firli.
Selain dari kasus Emilya dan Herwansyah, Bambang kemudian menerima uang secara bertahap yang diduga sebagai gratifikasi dan berhubungan dengan jabatannya dari beberapa pihak yang jumlah seluruhnya sekitar Rp 50 miliar.
Alhasil total duit suap dan gratifikasi yang diterima Bambang sampai saat ini mencapai Rp 56 miliar.
Atas perbuatannya, Bambang Kayun disangkakan Pasal 12 huruf (a) atau Pasal 12 huruf (b) atau Pasal 11 dan 12B Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. (tan/JPNN)
BACA ARTIKEL LAINNYA... KPK Jemput Paksa Saksi Kasus AKBP Bambang Kayun
Redaktur & Reporter : Fathan Sinaga