jpnn.com, JAKARTA - Rektor Unika Atma Jaya Dr A Prasetyantoko mengatakan, tantangan terbesar Indonesia dalam menghadapi Industri 4.0 adalah kesenjangan digital yang masih tinggi akibat minimnya pengetahuan sumber daya manusia (SDM) dalam mengoptimalkan teknologi digital dan infrastruktur.
Kesenjangan digital yang masih tinggi ini bisa berdampak pada semakin besarnya kesenjangan sosial dan ekonomi.
BACA JUGA: Profesor Irwanto Luncurkan Buku Tumbuh Bagai Ilalang
"Kami mendukung pemerintah dengan berkontribusi secara signifikan terhadap isu kebijakan publik melalui tiga pilar, yaitu akademik, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat," kata Prasetyantoko dalam talk show Catatan Akhir Tahun 2018 Unika Atma Jaya Jakarta.
Pesatnya kemajuan teknologi di bidang artificial intelliigence (AI) dan Internet of things bukan saja menghadirkan isu SDM tetapi juga bagaimana teknologi dikembangkan untuk memecahkan masalah sosial di Indonesia.
Salah satu solusi yang ditawarkan sebagai pengembang Sumber Daya Manusia adalah memperkuat program melek digital atau digital literacy.
BACA JUGA: Raih Emas Ke-4 SNI Award 2018, Atma Jaya Bidik Platinum
“Kami meyakini teknologi (revolusi industri 4.0) bersifat netral, sehingga diperlukan desain kelembagaan agar teknologi bisa digunakan untuk menyelesaikan masalah sosial, seperti peningkatan kapasitas pemasaran usaha mikro kecil menengah melalui e-commerce, peningkatan akses keuangan melalui financial techology, inklusifitas akses pendidikan melalui pembelajaran daring, dan sebagainya," bebernya.
Terkait pembelajaran online, Prasetyantoko mengatakan, saat ini Indonesia tengah mencari model perkuliahan yang pas. Apakah akan mengikuti Inggris yang sudah menerapkan 100 persen pendidikan online atau seperti Amerika. Amerika kini sudah beralih dari sistem online ke konvensional atau kembali ke kelas
BACA JUGA: Rektor Atma Jaya Ungkap Tantangan Besar Sarjana
"Amerika yang sebelumnya sudah menerapkan pendidikan online kini kembali ke asalnya alias kembali ke kelas. Ini setelah dia mendapatkan format yang pas, bahwa tatap muka itu sangat penting," ujarnya.
Dia optimistis, model pembelajaran konvensional tidak akan hilang. Bahkan akan kembali berjaya ketika mahasiswa maupun dosen merasa, perlu ada interaksi langsung. Saat ini Indonesia masih mencari karakter pendidikannya seperti apa. Apakah konvensional, murni online atau blended learning.
"Kalau kami kuliah konvensional tetap ada. Namun, pendidikan online kami perkuat karena mengikuti perkembangan zaman," tandasnya. (esy/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Membedah Keunggulan Savira dan AtmaZeds Karya Atma Jaya
Redaktur & Reporter : Mesya Mohamad