jpnn.com, JAKARTA - Pakar psikologi forensik Reza Indragiri menyentil Polri yang telah melakukan pemeriksaan terhadap Iptu Rudiana, ayahnya Muhammad Rizky atau Eky, kekasih Vina yang tewas pada 2016 silam.
Pakar penyandang gelar MCrim dari University of Melbourne Australia itu lantas menyitir pernyataan Kepala Divisi Humas Polri Irjen Sandi Nugroho pada Rabu (19/6) yang menyebut Iptu Rudiana telah diperiksa sebagai ayah korban.
BACA JUGA: Begini Persiapan PN Bandung Menjelang Sidang Praperadilan Pegi Setiawan
"Pernyataan Kadiv Humas itu membingungkan. Mengapa, dalam pemeriksaan, Iptu Rudiana diposisikan selaku ayah korban?" kata Reza mempertanyakan.
Sebelumnya, Irjen Sandi menyebut Iptu Rudiana sudah diperiksa oleh Propam maupun Itwasum Polri. Hasilnya, ayah Eky itu dinyatakan tidak melakukan pelanggaran etik.
BACA JUGA: Kasus Vina, Iptu Rudiana Ayah Eky Sudah Diperiksa Polda Jabar
Menurut Reza, pelanggaran etik memang tidak akan ditemukan ketika dalam pemeriksaan, Iptu Rudiana diposisikan sebagai ayah korban Eky, bukan polisi.
"Jelas, tidak ada satu butir pun dalam Kode Etik Profesi Kepolisian yang Rudiana langgar, ketika empat jenis etika Polri dihadap-hadapkan ke Rudiana selaku orang tua korban," tutur Reza yang pernah mengajar di STIK.PTIK itu.
BACA JUGA: Kejagung Angkat Bicara soal Jaksa yang Menangani Kasus Vina Cirebon
Reza menuturkan bahwa apa pun itu, karena pemeriksaan--mungkin sidang--etik diselenggarakan secara tertutup, maka tidak ada yang bisa masyarakat sanggah.
Mekanisme banding pun hanya disediakan bagi terduga pelanggar, yakni personel Polri sendiri. "Jadi, terpatahkan segala dugaan publik," ucapnya.
Secara konkret, Reza mengajak publik mencermati Etika Kelembagaan Pejabat Polri. Khususnya terkait larangan dalam penegakan hukum, sebagaimana dimuat pada pasal 10 Ayat (2) pada Peraturan Polri 7/2022.
Terkait hal itu, Reza membeberkan empat poin analisis berkenaan hasil pemeriksaan Iptu Rudiana terkait perkara pembunuhan Vina Cirebon.
Pertama, kata Reza, Rudiana di dalam laporan kepolisian yang dia buat pada 31 Agustus 2016, menyebut kedua korban ditusuk.
Namun, secara kontras, laporan pemeriksaan dokter umum (27 dan 28 Agustus 2016) dan dokter forensik (6 September 2016) sama sekali tidak mencantumkan ihwal penusukan apa pun pada tubuh kedua korban.
Akan tetapi, pascapemeriksaan Propam dan Itwasum, Rudiana tidak bisa lagi dianggap 'merekayasa dan memanipulasi perkara yang menjadi tanggung jawabnya dalam rangka penegakan hukum'.
"Rudiana juga tampaknya tidak akan terbukti membuat laporan palsu (Pasal 220 KUHP)," kata Reza yang juga sarjana psikologi dari UGM Yogyakarta itu.
Kedua, jika mengacu laporan kepolisian yang Rudiana buat, kata Reza, muncul pertanyaan: di manakah senjata tajam--samurai, misalnya--yang dipakai untuk menusuk kedua korban?
"Entahlah. Pastinya, pascapemeriksaan Propam dan Itwasum, tidak boleh masyarakat berprasangka bahwa Rudiana telah 'mengurangi, menambahkan, merusak, menghilangkan dan/atau merekayasa barang bukti'," tuturnya.
Ketiga, informasi dari para penasehat hukum, sekian tersangka (sekarang berstatus terpidana) dianiaya selama pemeriksaan. Terpidana anak, Saka Tatal, secara langsung dan terbuka juga mengutarakan berbagai bentuk kekejaman yang dia terima dari pihak-pihak yang dia sebut sebagai polisi selama menjalani pemeriksaan.
Walakin, Reza menyebut pascapemeriksaan Rudiana oleh Propam dan Itwasum, klaim telah terjadi penganiayaan serta-merta terpatahkan.
Selain itu, pencabutan keterangan dalam BAP, yang dilakukan sekian banyak saksi pada waktu belakangan ini, juga tidak boleh dicurigai sebagai pertanda mereka diarah-arahkan atau ditekan oleh interogator.
Dengan kata lain, lanjut Reza, tidak tersedia lagi alasan untuk berburuk sangka bahwa Rudiana 'melakukan pemeriksaan terhadap seseorang dengan cara memaksa, intimidasi, dan atau kekerasan untuk mendapatkan pengakuan'.
Keempat, Iptu Rudiana, saat peristiwa di tahun 2016, menjabat sebagai Kasatresnarkoba Polresta Cirebon.
Pada sisi lain, kata Reza, media mewartakan bahwa Rudiana justru pihak yang menyelidiki, menginterogasi, dan menangkapi sejumlah orang yang dianggap sebagai pelaku pembunuhan berencana atas Eky dan Vina.
"Padahal, peristiwa dimaksud merupakan pidana umum, bukan kasus narkoba. Tambahan lagi, saat mengumumkan hasil pemeriksaan oleh Propam dan Itwasum, Kadiv Humas Mabes Polri menyebut Iptu Rudiana sebagai ayah korban," ujarnya.
Terlepas dari itu, Reza mengatakan sangkaan khalayak luas bahwa telah terjadi sejumlah konflik kepentingan dan hilangnya objektivitas pada diri Rudiana harus ditepis jauh-jauh.
Dengan kata lain, pascapemeriksaan Propam dan Itwasum, terlarang bagi siapa pun untuk menilai Rudiana melakukan keberpihakan dalam menangani perkara.
"Alhasil, suka tak suka, sepakat tak sepakat, mari setop pening kepala. Amini saja simpulan pemeriksaan Propam dan Itwasum Polri. Beres," kata Reza Indragiri.(fat/jpnn)
Redaktur & Reporter : M. Fathra Nazrul Islam