Analisis Reza soal Ayah Diduga Membunuh 4 Anaknya di Jagakarsa Lalu Coba Bunuh Diri

Kamis, 07 Desember 2023 – 12:02 WIB
Reza Indragiri Amriel soal pembunuhan di Jagakarsa. Foto/Arsip: Andika Kurniawan/JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Pakar psikologi forensik Reza Indragiri Amriel menyoroti kasus ayah diduga membunuh 4 anaknya di Jagakarsa, Jakarta Selatan, lalu pelaku mencoba bunuh diri, Rabu (6/12).

Menurut Reza, karena kejadian itu begitu ekstrem, maka relevan untuk dicari tahu kondisi bahkan masalah mental yang mungkin dialami pelaku. Misal, Depresi, adiksi obat-obatan, dll.

BACA JUGA: Ayah Diduga Bunuh 4 Anaknya di Jagakarsa, Ini Info dari Polisi

Dia lantas menyinggung respons polisi yang mengaku menerima laporan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) oleh pelaku yang berinisial P terhadap istrinya D, sebelum empat anak mereka ditemukan tewas dan sang ayah mencoba bunuh diri.

Adapun laporan KDRT sebelum terjadu dugaan pembunuhan itu sebelumnya dilaporkan oleh kerabat D ke Polsek Jagakarsa.

BACA JUGA: 23 Pendaki Meninggal Akibat Erupsi Gunung Marapi, Ini Identitasnya

"Polisi harus merespons secepat mungkin laporan atau begitu menerima kabar tentang KDRT. Namun, memang tidak mudah dalam praktiknya," ujar Reza.

Pria yang pernah mengajar di PTIK/STIK itu mencontohkan, di Amerika Serikat, laporan tentang KDRT masuk tiap 3 menit. Di Australia, setiap 2 menit. Namun, di Indonesia, Reza tidak punya datanya.

BACA JUGA: Merasa Diintimidasi Polisi, Butet Kartaredjasa: Saya Kehilangan Kemerdekaan

"Perkiraan saya, rendah, karena masyarakat menganggap KDRT sebagai masalah domestik yang tabu untuk diikutcampuri. Belum lagi jika khalayak luas mengalami krisis kepercayaan terhadap polisi," tuturnya.

Selain itu, jumlah polisi juga acap kali masih disebut-sebut sebagai kendala bagi kecepatan kerja anggota Polri.

Belum lagi petugas Bhabinkamtibmas yang berdasarkan pengamatannya di lingkungan Bogor Barat, kurang gesit dan rendah responsivitasnya.

Reza menyebut situasi KDRT yang berat juga bisa membahayakan jiwa petugas polisi. Padahal, dia bertanya-tanya, seberapa jauh polisi kita sudah terlatih agar bisa menangani insiden KDRT secara aman.

Terkait kasus di Jagakarsa tersebut, Reza menilai sebutan KDRT sepertinya tidak lagi memadai.

"Ini tepat disebut pula sebagai kasus pembunuhan berencana terhadap anak. Kalau pelakunya waras, hukum mati," ucapnya.

Reza mengaku tidak bermaksud mendramatisasi. Namun, sebagaimana yang dia sering kemukakan belakangan ini, dirinya waswas masyarakat sedang berhadapan dengan tanda-tanda suicide epidemic.

"Dalam kasus ini, pelaku sepertinya juga mencoba bunuh diri, tetapi gagal. Apa pun itu, bunuh diri sudah menjadi aksi," kata penyandang gelar MCrim dari University of Melbourne Australia itu.

Dengan asumsi ini merupakan satu kasus yang menandai suicide epidemic, dan bertalian dengan KDRT, kata Reza, maka tidak cukup lagi penyikapan kasus per kasus.

"Butuh program berskala luas untuk mengatasi KDRT dan bunuh diri," ujar Reza.

Dia juga menilai perlakuan punitive berupa pemenjaraan, misalnya, tidak serta-merta mujarab.

"Dalam kasus KDRT dua seleb belum lama ini, yang berujung penjara bagi suami, saya mengusulkan ada perlakuan selektif berupa wajib rehabilitasi bagi pelaku. Antara lain anger management, drug intoxification," ucap Reza.(fat/jpnn.com)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Heboh Asam Sulfat dan Ibu Hamil, Dokter Rina: Maksud Gibran Adalah Asam Folat


Redaktur & Reporter : M. Fathra Nazrul Islam

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler