jpnn.com, SURABAYA - Seniman kondang Butet Kartaredjasa blak-blakan soal dugaan intimidasi oleh polisi yang dialaminya saat menggelar pentas teater di Taman Ismail Marzuki (TIM), Jakarta beberapa waktu lalu.
Butet angkat bicara soal peristiwa yang dialaminya setelah banyak pihak yang menanyakan kronologi kejadian intimidasi terkait pertunjukan keseniannya di TIM.
BACA JUGA: Merespons Intimidasi Terhadap Butet, Usman Hamid Singgung HAM, Simak
Menurut Butet, pihak kepolisian melarang dirinya menampilkan materi tentang politik dalam acaranya yang berarti materi seni pertunjukannya diatur oleh kekuasaan di luar dirinya.
"Saya kehilangan kemerdekaan mengartikulasikan pikiran, saya dihambat kebebasan berekspresi," ujar Butet di Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya, Rabu (6/12).
BACA JUGA: Butet Kartaredjasa Merasa Diintimidasi, Polisi Beri Penjelasan Begini
Padahal, katanya, UUD seperti dikatakan dirjen kebudayaan Kemendikbudristek, amanah kongres kebudayaan, jelas menyebutkan kebebasan berekspresi hak mendasar dan hak mutlak rakyat Indonesia.
"Polisi mengartikan intimidasi secara naif, hanya soal fisik," ucap seniman kelahiran Yogyakarta, 21 November 1961 itu.
BACA JUGA: Heboh Asam Sulfat dan Ibu Hamil, Dokter Rina: Maksud Gibran Adalah Asam Folat
Butet menjelaskan bahwa izin dari kepolisian itu seharusnya hanya untuk kesenian yang berpotensi mengganggu ketertiban umum.
Namun, bila kesenian ditampilkan di tempat seni, taman budaya, komunitas seni, Taman Ismail Marzuki, padepokan yang memang tempat seni, maka cukup pemberitahuan saja karena tidak ada gangguan ketertiban umum.
Putra dari koreografer dan pelukis Indonesia Bagong Kussudiardjo itu mengatakan tugas polisi adalah mengantisipasi ancaman ketertiban umum, tetapi yang dialami terkait pertunjukannya berbeda.
"Seminggu sebelumnya saya harus menandatangani surat yang salah satu itemnya berbunyi 'Saya harus mematuhi, tidak bicara politik, acara saya tidak boleh untuk kampanye, tidak boleh ada tanda gambar, tidak boleh urusan pemilu'," tuturnya.
Meskipun dia menampilkan cerita biasa, Butet menyebut baru kali ini sejak tahun 1998, polisi menambahkan redaksional akan aturan tidak boleh membicarakan politik yang harus ditandatanganinya.
"Itu menurut saya intimidasi. Intimidasi tidak harus pertemuan langsung, tidak harus ada pernyataan verbal dari polisi. Polisi datang marah-marah, bukan itu," ucapnya.
Butet mengaku hanya menceritakan fakta dan tidak berani menuduh kalau polisi alat negara di masa kampanye ini mulai mengintervensi kehidupan publik.
"Cuman menceritakan fakta," lanjut Butet mengenai kejadian terkait pertunjukan teaternya yang berjudul Musuh Bebuyutan itu.
Dia meyakini rakyat Indonesia yang cerdas bisa menilai dengan sendirinya tentang peristiwa tersebut.
"Kalau saya kolase, kontennya kurang lebih seperti itu, lebih itu karena banyak mahasiswa, saya yakini kalau mahasiswa yang hadir di acara kita ini adalah pemilik masa depan bangsa dan negara," ujarnya.(ant/jpnn.com)
Video Terpopuler Hari ini:
BACA ARTIKEL LAINNYA... 23 Pendaki Meninggal Akibat Erupsi Gunung Marapi, Ini Identitasnya
Redaktur & Reporter : M. Fathra Nazrul Islam