jpnn.com - AKSI unjuk rasa di depan Istana Merdeka selama tiga hari tidak membawa hasil sesuai harapan ratusan ribu honorer K2. Keinginan untuk bertemu dengan Presiden Joko Widodo pun tidak kesampaian. Apa tindakan honorer K2 selanjutnya? Berikut petikan wawancara wartawan JPNN Mesya Mohammad dengan Ketua Umum Forum Honorer K2 Indonesia (FHK2I) Titi Purwaningsing di Jakarta, Sabtu (13/2).
Bagaimana perasaan ibu saat ini usai aksi tiga hari berturut-turut?
BACA JUGA: Cek E-KTP Harus ke Kantor Dinas
Aduh…campur aduk deh. Berbeda jauh dengan aksi damai 15 September 2015 yang massanya juga sangat banyak. Saat itu saya dan kawan-kawan bersukacita dan ada bekal informasi untuk pulang ke daerah masing-masing. Sekarang, beban saya dan anggota saya terutama para korwil/korda sangat berat. Mereka bingung mau sampaikan apa kepada anggotnya karena Anda lihat sendiri, Presiden belum punya waktu bertemu dengan kami.
Intinya honorer K2 kecewa ya?
BACA JUGA: Faktanya, Hani tak Tewas Setelah Icip Kopi Sianida
Ya kecewa tapi bukan berarti semangat kendor. Justru kami makin semangat untuk berjuang terus sebelum status PNS di tangan. Itu sebabnya juga kami tidak bersikap anarkis. Kalau kami hanya mengandalkan emosi pasti akan banyak korban saat belum ada keputusan pasti dari pemerintah. Paling tidak bertemu dengan Presiden Jokowi dulu. Apalagi anggota saya tinggal tunggu komando saya. Cuma saya kembali berpikir jauh, meski mereka mau siap mengorban dirinya namun saya ingat ada keluarganya yang menunggu. Makanya saya tekankan ke anggota saya untuk tetap berkepala dingin.
Ibu yakin masih ada harapan bagi honorer K2 untuk diangkat meski payung hukum belum ada?
BACA JUGA: Penyidik Tidak Punya Versi, Catat Itu!
Saya tidak mau bicara aturan-aturan, karena itu tanggung jawab pemerintah. Aturan itu kan dibuat manusia, jadi apapun serba mungkin. Saya tetap optimis ada peluang. Apalagi Mensesneg sudah berjanji kalau Presiden Jokowi akan menerima kami pascalawatan dari Amerika.
Yakin Presiden setuju?
Insya Allah yakin, karena selama ini Presiden hanya menerima informasi sepotong-sepotong dari Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (MenPAN-RB) Yuddy Chrisnandi. Seandainya Presiden tahu persoalan honorer K2 secara utuh, tidak akan jadi seperti ini. Kami tidak demo besar-besaran seperti ini karena pasti ada kebijakan yang berpihak ke honorer K2.
Jadi yang salah siapa Bu?
Setelah kami komunikasi dengan Mensesneg, mata kami jadi terbuka bahwa ada miskomunikasi. Sebagai MenPAN-RB, Pak Yuddy harusnya melaporkan masalah K2 secara utuh dan tidak setengah-setengah agar Presiden bisa mengambil tindakan apa. Lah ini Menteri Yuddy tidak gamblang. Kami juga sudah menanyakan ke Kemenkeu. Jawabannya, Kemenkeu tinggal menunggu usulan dari MenPAN-RB, namun usulannya tidak masuk-masuk. Jadi kami honorer K2 beranggapan yang salah di sini MenPAN-RB. Karena MenPAN-RB gagal makanya kami ingin melaporkan masalah kami ke Presiden biar presiden tahu ada anaknya buahnya yang tidak transparan.
Tindakan FHK2I selanjutnya?
Kami para pengurus pusat akan tetap bertahan di Jakarta untuk melakukan koordinasi dengan pihak Istana. Dengan mendekati Istana, saya optimis ada jalan terbaik untuk kami. Sebab tidak elegan bila pemerintah mencampakkan honorer K2 yang belasan hingga puluhan tahun mengabdi. Masyarakat perlu tahu, sebagian besar peningkatan mutu pendidikan di Indonesia salah satunya merupakan sumbangsih honorer K2. Inikan Presiden mungkin tidak tahu, makanya kami akan membawa data-data lengkap bila bertemu Presiden.
Saat ini saya sudah instruksikan anggota untuk menyiapkan data honorer K2 per daerah yang sudah diverval (verifikasi validasi). Sebenarnya datanya sudah ada tapi harus verval lagi karena ada yang meninggal dan berhenti. Patokannya tetap data BKD masing-masing, hanya saja data itu harus dikawal honorer K2.
Langkah lainnya?
Saya akan memerintahkan seluruh korwil/korda untuk meneruskan perjuangan di daerah masing-masing. Kecuali untuk daerah yang kepala daerahnya sudah mendukung honorer K2.
Demo tiga hari, jumlah honorer tidak sebanyak yang ditargetkan?
Iya benar, saya kecewa juga. Mestinya jumlahnya 50 ribu karena itu sesuai data. Namun, saya bisa paham ketika masing-masing korwil/korda melaporkan ke saya tentang keadaan di lapangan seperti apa. Banyak daerah yang diintimidasi baik oleh SKPD, kepala daerah sampai kepolisian. Saya contohkan Magelang, yang tadinya sudah pasti 10 bus, ternyata hanya diizinkan empat bus saja. Demikian juga Jabar, yang mestinya 17 ribu massa, yang datang hanya sekitar 10 ribu lantaran ada tekanan juga. Begitu juga DKI Jakarta, mendapatkan penekanan yang kuat sekali.
Apakah intimidasi juga terjadi saat aksi 15 September 2015?
Tidak ada sama sekali. Anggota saya hanya melaporkan ada larangan untuk menerjunkan massa dalam jumlah besar ke Jakarta. Mungkin ini terkait dengan aksi jihad akbar itu, jadi aparat khawatir akan ada kerusuhan. (Titi tertawa). Namun Anda lihat sendiri kan, demo nasional honorer K2 berlangsung tertib meski hati anggota sudah panas bak api dalam sekam. Paling tidak dengan sikap honorer K2 yang bisa mengendalikan diri.
Anda lihat sendiri juga bagaimana mereka histeris. Sebagai ketum, saya harus memikirkan nasib mereka semua. Masing-masing pimpinan memang punya cara sendiri untuk menyelesaikan masalah. Kalau mau nuruti emosi, akan saya sulut mereka untuk menggeruduk Istana. Namun saya masih mencoba dengan cara damai. Tidak semua masalah bisa diselesaikan dengan cara kekerasan dan tidak semua pimpinan yang takut dengan cara itu. Saya melihat karakter Presiden Jokowi yang hatinya lembut tapi tegas pendiriannya tidak bisa didekati dengan cara keras. Harus ada trik lain untuk menarik simpati Presiden. Mudah-mudahan dengan cara kami yang melakukan aksi demo tiga hari dengan tertib dan tidak anarkis bisa membuat Presiden terenyuh. Amien..amien..amien... (esy/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Polisi Perlu Lacak di Luar TKP
Redaktur : Tim Redaksi