Andi Akmal PKS Menganggap Program Cetak Sawah Baru Terlalu Naif, Begini Alasannya

Minggu, 03 Mei 2020 – 02:19 WIB
Anggota Komisi IV DPR Andi Akmal Pasluddin. Foto: Humas DPR

jpnn.com, JAKARTA - Anggota Komisi IV DPR RI, Andi Akmal Pasluddin menilai Program Cetak Sawah Baru, yang kini digaungkan Presiden RI pada tahun 2020 sebagai kebijakan yang anomali.

Politikus PKS ini mengatakan untuk tahun-tahun sebelumnya, program cetak sawah baru merupakan sebuah harapan untuk menggenjot produksi pangan terutama beras yang selalu impor sejak tahun 1969 hingga sekarang.

BACA JUGA: Ingat! Jangan Sampai Program Cetak Sawah Baru Ulangi Kegagalan di Masa Lalu

Pada zaman Soeharto, hanya sekitar 10 tahunan impor beras dapat ditekan di bawah 1 juta ton. Bahkan satu tahun sempat swasembada hingga ekspor 231 ribu ton sekitar tahun 1985 hingga 1986.

“Saat ini, kebijakan program cetak sawah ini benar-benar anomali. Pertama, tidak mengingat sejarah, Rp 1,6 triliun lenyap dari APBN akibat memaksakan lahan gambut dibuka untuk sawah yang tidak berefek sama sekali terhadap cadangan pangan nasional,” ujar Akmal kepada wartawan, kemarin.

BACA JUGA: Kementan Target Cetak Sawah Baru 6.000 Hektare Tahun Ini

Alasan kedua, menurut Akmal, Anggaran Cetak Sawah sebesar Rp 209,8 miliar pada postur anggaran tahun 2020, kemudian dipangkas menjadi Rp 10,8 miliar akibat penghematan, kini setelah refocussing menjadi nol rupiah. Ketiga, percetakan sawah ini butuh waktu minimal 1 tahun.

“Itupun di luar proses pembangunan infrastruktur penunjang seperti irigasi dan jalan. Masa wabah covid-19, cetak sawah belum proses tanam, keburu rakyat kelaparan akibat kekurangan pangan,” kata Akmal mengingatkan.

BACA JUGA: Dalam 4 Tahun, Kementan Cetak Sawah Baru 224.977 Hektare

Legislator asal Sulawesi Selatan II ini meminta kepada pemerintah, untuk dapat lebih bijak dalam menjalankan pemerintahan ini. Terlebih di masa wabah pandemi covid-19, akan memperlihatkan kecakapan pemerintah dalam menjalankan pemerintahan dan mengatur sebuah negara yang sangat besar ini.

Pada evaluasi BPK, menurut Akmal, pemerintah sudah mengakui bahwa masih ada sawah-sawah yang merupakan cetakan 2014-2019 itu belum termanfaatkan secara optimal. Sehingga optimalisasi pemanfaatan sawah-sawah yang sudah dicetak periode 2014-2019 lebih baik dilakukan dari pada membuka lahan baru apalagi lahan gambut.

“Pemerintah jangan membuat statement yang seperti mimpi saja. Mau bangun program anggarannya di-nol-kan (ditiadakan, red). Terlalu naif,” ketusnya.

Akmal mengingatkan, bahwa upaya mempercepat pencapaian surplus beras nasional 10 juta ton tahun sejak tahun 2014 belum signifikan mengurangi kegiatan impor kita. Bahkan sejak beberapa waktu terakhir ini tentara pun dilibatkan, yakni melalui kegiatan “Tentara Mendukung Ketahanan Pangan (TMKP). Tetapi tetap saja hingga kini belum terjadi perubahan terhadap stabilitas cadangan pangan nasional.

Anggota Komisi IV ini mengutip pernyataan pemerintah untuk membuat perencanaan cetak sawah di Kalimantan Tengah sekitar 900.000 hektare, yang merupakan mayoritas tanah basah dan lahan gambut adalah ucapan ceplas-ceplos tanpa dasar. Kepanikan akibat peringatan FAO tentang adanya potensi kelangkaan pangan dunia sebagai dampak panjang dari pandemi Covid-19 memang harus disikapi. Tetapi penyikapan itu mesti dilakukan dengan kemampuan negarawan yang mumpuni.

“Saya meminta pemerintah jangan mengambil langkah yang hanya menghamburkan uang negara. Penyelamatan rakyat Indoensia akibat covid-19 ini memang perlu dilakukan terutama memenuhi kebutuhan pangan. Pikir ulang program cetak sawah di lahan gambut, yang ibarat menggarami lautan, kerja keras tapi tiada hasil,” tutup Andi Akmal Pasluddin.(fri/jpnn)


Redaktur & Reporter : Friederich

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler