Andi Akmal Soroti Perusahaan Sawit Pelanggar HGU

Selasa, 02 November 2021 – 23:32 WIB
Anggota Komisi IV DPR RI, Andi Akmal Pasluddin dari Fraksi PKS. Foto: Humas DPR RI

jpnn.com, JAKARTA - Anggota Komisi IV DPR RI Andi Akmal Pasluddin menyoroti masih adanya perusahaan yang melanggar hak guna usaha (HGU).

Andi Akmal heran dengan kasus perusahaan pelanggar HGU tersebut. Pasalnya, saat memasuki persidangan usai reses DPR RI, dirinya mendapati kabar gembira di tengah hasil devisa ekspor sawit mampu mencapai Rp 300 triliun per tahun serta mampu menyerap tenaga kerja dan petani hingga 16 juta orang.

BACA JUGA: Temukan Perusahaan Kelapa Sawit yang Menanam di Luar Izin yang Diberikan

Menurut Akmal, kelapa sawit merupakan salah satu komoditas ekonomi kerakyatan. Dengan adanya kelapa sawit, infrastruktur, perekonomian, bahkan tingkat edukasi di daerah terpencil menjadi meningkat.

“Sangat di sayangkan, di kawasan Papua dan Papua Barat, masih terjadi konflik lahan kelapa sawit terkait HGU. Saya minta pemerintah tidak masuk angin, atau terpengaruh dengan tindakan apapun terkait adanya pelanggaran perusahaan yang tidak bayar pajak hingga menanam di luar izin,” kata Akmal.

BACA JUGA: Ekspor Minyak Sawit Mentah Dongkrak Kinerja Angkutan Laut

Saat ini, tambah Akmal, Moratorium Sawit masih berlangsung di bawah regulasi Inpres No 8 tahun 2018.

Politikus PKS ini mengatakan persoalan perkebunan kelapa sawit ini bukan hanya di Papua, di Jambi pun kerap di temui konflik orag rimba kerap terjadi.

BACA JUGA: Andi Akmal Dorong Pengembangan TN Bantimurung Bulusaraung untuk Tingkatkan PAD

Pemicu utama konflik dimana orang rimba terpaksa hidup menumpang di tengah perkebunan kelapa sawit jambi terus berlangsung.

Contoh kasus terbaru yang sudah mulai ramai adalah konflik anggota kelompok Orang Rimba yang berujung aksi anarkistis. Konflik yang menuai kerugian dari berbagai pihak ini mesti dapat di cegah di masa yang akan datang.

Untuk itu, Akmal meminta pemerintah agar setiap perusahaan yang berdiri mengeksploitasi tanah Indonesia ini, mesti mampu membina orang-orang rimba yang secara turun-temurun ada sejak sebelum perusahaan kelapa sawit berdiri.

“Selain Konflik di tengah perkebunan kelapa sawit antara orang rimba dan perusahaan, Petani sawit mandiri mesti dapat perlindungan terhadap persoalan harga. Di Kabupaten Indragiri Hilir (Inhil), Riau, sawit dihargai Rp.1800. Alasannya klasik persoalan biaya transportasi jemput dan kualitas. Padahal Petani ini kan sudah pakai bibit yang unggul dan merawat sawitnya dengan sebaik-baiknya,” tutur Akmal.

Selain itu, lanjut Akmal, keberlangsungan petani sawit saat ini terancam dengan tingginya harga pupuk. Kenaikan harga pupuk rerata 60%-120% dalam 8 bulan terakhir telah melewati batas kewajaran karena lebih tinggi daripada harga TBS sawit.

"Saya khawatir, program Peremajaan Sawit Rakyat (PSR) dapat mengalami kendala besar karena persoalan pupuk ini. Pemerintah mesti memberi perhatian terkait persoalan pupuk untuk sawit ini, mengingat devisa dari sawit untuk negara ini per tahun mencapai ratusan triliun. Jangan sampai kondisi ini, di masa yang akan datang mempengaruhi terhadap penerimaan Negara,” kata Andi Akmal.(jpnn)

Jangan Lewatkan Video Terbaru:


Redaktur & Reporter : Friederich

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler