jpnn.com, PAPUA - Wakil Menteri ATR/BPN Surya Tjandra menyampaikan saat ini sedang berlangsung evaluasi perizinan perusahaan perkebunan kelapa sawit di Papua dan Papua Barat.
Evaluasi tersebut dilakukan karena telah ditemukan adanya pelanggaran.
BACA JUGA: Kupas Tuntas Soal Kelapa Sawit, BPDPKS Gandeng PGRI Yogyakarta Gelar Palm Oil Edutalk
"Sebagian sudah dicabut izinnya, mulai dari perusahaan tidak bayar pajak, menanam di luar izin, tidak sesuai Hak Guna Usaha (HGU), dan lain sebagainya sehingga dibatalkan izinnya oleh Pemerintah Kabupaten Jayapura,” jelas Surya melalui keterangan yang diterima Sabtu (30/10).
Surya juga mengapresiasi peran akademisi dan kelompok masyarakat yang senantiasa menyuarakan penyelesaian konflik kelapa sawit.
BACA JUGA: Winarso Tewas Bersimbah Darah Ditembak OTK di Areal Perkebunan Kelapa Sawit
Kementerian ATR/BPN bersama Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) beserta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tengah berkoordinasi dalam mengupayakan penguatan hukum hak atas tanah di luar dan dalam kawasan hutan.
“Kami ingin penetapan kawasan hutan itu bebas dari hak dan juga disetujui oleh masyarakat, juga akan dilakukan penetapan kawasan non hutan," tegasnya.
BACA JUGA: DPO 8 Tahun, Sempat Bekerja di Perkebunan Kelapa Sawit, Terpidana Korupsi Ini Ditangkap
Dia mengharapkan kerja sama ini dapat menguatkan warga, baik yang di dalam kawasan maupun di luar kawasan hutan.
Wamen Surya menambahkan tahun ini Kementerian ATR/BPN juga sedang menyusun prosedur yang menguatkan Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2021 tentang Penertiban Kawasan dan Tanah Terlantar.
"Kami sedang susun prosedur yang menguatkan produk hukum kita, yaitu kawasan dan tanah terlantar agar lebih rigit," tegasnya.
Deputi II Kantor Staf Presiden Abetnego Tarigan yang juga hadir secara daring mengungkapkan bahwa Kantor Staf Presiden (KSP) senantiasa terlibat dalam pengawalan program prioritas dan isu-isu presiden dalam hal ini Reforma Agraria.
Abetnego mengungkapkan selama ini terlalu banyak kelembagaan yang berserakan dan tidak terkonsolidasi sehingga seringkali penyelesaian permasalahan agraria terkesan selesai hanya parsial.
"Tidak harus membentuk kelembagaan baru untuk penanganan konflik agraria, tetapi bagaimana kelembagaan antara Kementerian ATR/BPN, Kementerian LHK bersama KPK dapat tereksekusi dan terkonsolidasi," tutupnya. (mcr18/jpnn)
Redaktur : Sutresno Wahyudi
Reporter : Tim Redaksi