jpnn.com, JAKARTA - Anggota Komisi XI DPR Andreas Eddy Susetyo terang-terangan menolak wacana tax amnesty jilid 2 sebagaimana disampaikan Menko Perekonomian Airlangga Hartarto pada Rabu (19/5) lalu.
Menurut Politikus PDI Perjuangan itu, rencana itu tidak baik bagi masa depan sistem perpajakan di Indonesia, serta mengingkari komitmen tahun 2016 bahwa tax amnesty hanya diberikan satu kali dalam satu generasi,
BACA JUGA: Pesan Pak Rachmat untuk Rencana Tax Amnesty Jilid Dua
"Pelaksanaan tax amnesty jilid 2 akan meruntuhkan kewibawaan otoritas yang pada gilirannya berdampak negatif pada trust masyarakat wajib pajak," ucap Andreas di Jakarta, Sabtu (22/5).
Andreas menilai kebijakan itu akan menghilangkan rasa keadilan peserta tax amnesty, para wajib pajak patuh, dan wajib pajak yang sudah diaudit pun bakal tercederai.
BACA JUGA: Kantornya Dibakar Massa, Kapolsek Candipuro Dimutasi
Secara psikologis, katanya, hal itu juga buruk karena dapat menciptakan paham bahwa seorang wajib pajak lebih baik tidak patuh karena akan ada lagi kebijakan tax amnesty.
Dia menyebut tax amnesty 2016 diimplementasikan sebagai wujud keterbukaan dan kebaikan pemerintah untuk melakukan rekonsiliasi dengan menunda penegakan hukum yang seharusnya dimanfaatkan secara maksimal oleh wajib pajak.
BACA JUGA: Begini Kronologis Anggota DPRD Tembak Mati Residivis Curanmor di Bangkalan
"Pada saat itu, diterapkan tarif sangat rendah, tidak ada kewajiban repatriasi, jangka waktu menahan harta di Indonesia hanya tiga tahun, dan mendapatkan pengampunan pajak tahun 2015 dan sebelumnya," ucap Andreas.
Terlebih lagi, lanjut dia, Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak masih memberikan kesempatan wajib pajak yang belum patuh untuk mengikuti program Pengungkapan Aset Sukarela dengan tarif Final (PAS Final) melalui PP 36/2017.
"Wajib pajak membayar PPh terutang dan mendapat keringanan sanksi administrasi. Hal ini seharusnya diikuti para wajib pajak dengan sebaik-baiknya," tegasnya.
Andreas justru mendorong Ditjen Pajak mengoptimalkan pelaksanaan kebijakan pascaamnesti pajak di mana pemerintah dan DPR menyepakati keterbukaan akses informasi keuangan untuk kepentingan perpajakan melalui UU No. 9 Tahun 2017.
Dengan demikian, penegakan hukum dapat dilakukan lebih efektif dan adil karena didukung data/informasi yang akurat sehingga dapat dibuat klasifikasi wajib pajak menurut risiko.
"Kami mendorong Ditjen Pajak mengoptimalkan tindak lanjut informasi perpajakan ini untuk mendorong kepatuhan yang lebih baik," tegas Andreas Eddy Susetyo. (fat/jpnn)
Redaktur & Reporter : M. Fathra Nazrul Islam