jpnn.com, JAKARTA - Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah kembali mengingatkan Presiden Joko Widodo akan bahayanya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Bahkan, Fahri mengaku sudah pernah menyampaikan hal itu secara langsung kepada Presiden Joko Widodo pada Ramadan lalu.
"Sekarang saya tegaskan kembali bahaya KPK karena beroperasi sebagai negara dalam negara," tegas Fahri, Jumat (25/8).
BACA JUGA: KPK Tangkap Pelaku Suap, Masinton: Itu Bentuk Kegagalan
Fahri menyatakan hal itu menyusul makin gencarnya KPK melakukan operasi tangkap tangan (OTT). Yang terakhir adalah justru menyoroti OTT terhadap Dirjen Hubla Kemenhub Antonius Tonny Budiono karena diduga menerima suap Rp 20 miliar.
Lebih lanjut Fahri, bisa jadi dugaan suap ke Tonny memang benar dan bisa dibuktikan di pengadilan. Persoalannya, katanya, adalah cara penegakan hukumnya.
BACA JUGA: Sori, Johan Budi Ogah Meladeni Fahri Hamzah
Legislator asal Nusa Tenggara Barat (NTB) itu mengatakan, hukum bukan soal hasil, tapi justru tentang cara.
"Penegakan hukum dengan cara yang salah tetap salah. Perang pun ada aturan main, apalagi penegakan hukum," katanya.
BACA JUGA: Pansus Angket KPK Bakal Panggil Komnas HAM
Fahri juga menegaskan bahwa OTT dan penyadapan yang dilakukan KPK merupakan tindakan ilegal. Dia menjelaskan, sejak keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) atas uji materi pasal 31 Undang-undang nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektrnonik (UU ITE) maka harus merujuk UU.
Bahkan revisi UU ITE menjadi UU Nomor 19 Tahun 2016 juga memerintahkan penyadapan yang harus menggunakan UU tersendiri. Namun, UU itu sampai saat ini belum ada.
"Dalam ketiadaan UU lalu KPK membuat SOP (standar operasional prosedur, red) yang sampai saat ini tidak pernah dipublikasikan," katanya.
Karena itu Fahri menduga operasi KPK merupakan gerakan klandestin yang membahayakan negara. Ada kemungkinan operasi klandenstin itu dilakoni untuk kepentingan pihak lain guna membisniskan pasar gelap keadilan untuk menghancurkan nama dan reputasi lembaga negara.
"Maka saya ingatkan presiden waspada, karena KPK dioperasikan seperti negara dalam negara. Ada kemungkinan mulai banyak pejabat yang disadap secara sepihak lalu diperas," tuntas Fahri.(boy/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Tangkap Dirjen Hubla, KPK Ungkap Modus Baru Pemberian Suap
Redaktur : Tim Redaksi