jpnn.com, JAKARTA - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencabut izin usaha PT Asuransi Jiwa Profile Indonesia karena dalam batas waktu status pengawasan khusus, Prolife tidak mampu menyelesaikan permasalahannya.
OJK menganggap perusahaan asuransi tersebut tidak mampu memenuhi ketentuan yang ada.
BACA JUGA: PAAI Dukung Road Map Industri Perasuransian OJK
Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun OJK Ogi Prastomiyono mengatakan pihaknya mencabut izin usaha PT Asuransi Jiwa Profile Indonesia karena dalam batas waktu status pengawasan khusus, tidak mampu menyelesaikan permasalahannya.
"Pencabutan izin usaha PT Asuransi Jiwa Prolife dilakukan dalam rangka pelaksanaan ketentuan peraturan perundangan secara konsisten dan tegas untuk menciptakan industri asuransi yang sehat dan terpercaya, serta melindungi kepentingan pemegang polis asuransi," kata Ogi kepada media di Jakarta, Jumat (3/11).
BACA JUGA: Masinton Bareng OJK Mengedukasi Warga tentang Cara Memanfaatkan Uang Pinjol
Dengan dicabutnya izin usaha tersebut, Prolife wajib menghentikan kegiatan usahanya dan dalam jangka waktu paling lama 30 hari, wajib menyelenggarakan rapat umum pemegang saham untuk pembubaran badan hukum dan pembentukan tim likuidasi.
Sejak pencabutan izin usaha, pemegang saham, direksi, dewan komisaris dan pegawai Prolife dilarang untuk mengalihkan, menjaminkan, mengagunkan, atau menggunakan kekayaan, atau melakukan tindakan lain yang dapat mengurangi aset atau menurunkan nilai aset perusahaan.
BACA JUGA: Sempurnakan Produk Pay Later, Akulaku Akan Penuhi Kewajiban OJK
Pemegang polis tetap dapat menghubungi manajemen perusahaan dalam rangka pelayanan konsumen sampai dengan dibentuknya tim likuidasi. Tim likuidasi bertugas melakukan pemberesan harta dan penyelesaian kewajiban, termasuk kewajiban terhadap pemegang polis.
Sebelum keputusan cabut izin usaha, OJK mengenakan Sanksi Pembatasan Kegiatan Usaha (SPKU) karena Prolife tidak mampu memenuhi ketentuan minimum rasio pencapaian solvabilitas, ekuitas dan rasio kecukupan investasi.
OJK juga memberikan waktu yang cukup bagi Prolife untuk menyelesaikan SPKU dengan mewajibkan perusahaan menyusun Rencana Penyehatan Keuangan (RPK) yang mampu menyelesaikan permasalahan.
Namun demikian, RPK dengan skema Policy Holder Buy Out (PBO) yang direncanakan gagal terlaksana karena tidak mendapatkan dukungan dari seluruh pemegang polis dan tidak terealisasinya penambahan modal dari pemegang saham atau investor baru.
OJK juga memberikan kesempatan kembali kepada Prolife untuk menyampaikan perbaikan RPK, namun Prolife tidak mampu menyampaikan RPK yang dapat mengatasi permasalahan fundamental perusahaan.
Selain pencabutan izin usaha, dalam upaya melindungi kepentingan konsumen, pemegang polis, dan/atau tertanggung, OJK menetapkan perintah tertulis yang memerintahkan Pemegang Saham Pengendali Prolife Henry Surya untuk segera melakukan penggantian kerugian terhadap perusahaan.
Perintah tertulis tersebut wajib dilaksanakan selambat-lambatnya tiga bulan sejak tanggal surat dan terdapat konsekuensi pidana apabila perintah tertulis tersebut dengan sengaja diabaikan dan/atau tidak dilaksanakan.
Upaya perlindungan konsumen juga dilakukan OJK dengan beberapa kali melakukan fasilitasi pengaduan konsumen, yaitu mempertemukan pemegang polis dengan Prolife untuk mendapatkan penyelesaian pengaduan konsumen. Selain itu, OJK juga memberikan edukasi di beberapa kota kepada pemegang polis mengenai manfaat dan risiko skema PBO. (Antara/JPNN)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Berpartisipasi di Program SICANTIKS OJK, Bank DKI Dorong Literasi Keuangan Syariah
Redaktur & Reporter : Fathan Sinaga