Anggaran Subsidi BBM Mencapai Rp 502 Triliun? PKS: 'Statement' Lebay

Minggu, 28 Agustus 2022 – 14:35 WIB
Anggota Komisi VII DPR RI Mulyanto minta pemerintah harus jujur dalam menyampaikan data subsidi BBM. Ilustrasi/foto: Ricardo/JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Anggota Komisi VII DPR RI Mulyanto menilai pernyataan pemerintah soal subsidi bahan bakar minyak (BBM) dalam Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) sebesar Rp 502 triliun sangat berlebihan.

Sebab, angka APBN perubahan sebesar Rp 502 triliun rupiah bukan hanya untuk subsidi BBM melainkan untuk pembayaran subsidi dan kompensasi baik untuk BBM, gas LPG 3 kilogram, serta listrik.

BACA JUGA: Atasi Kelangkaan BBM, DPD RI Pertemukan Pemprov Bengkulu dan Kementerian ESDM

Termasuk dalam angka itu juga utang dana kompensasi pemerintah untuk 2021.

Kemudian, subsidi BBM dan LPG 3 kilogram untuk 2022 setelah disesuaikan dengan harga terbaru menjadi Rp 149,3 triliun. Dengan demikian, subsidi untuk LPG 3 kilogram lebih besar daripada subsidi untuk BBM.

BACA JUGA: Pembelian BBM Subsidi di Palembang Hanya Boleh Sekali dalam Sehari

"Jadi statement yang lebay, kalau angka Rp 502 triliun rupiah itu disebut hanya untuk subsidi BBM 2022," ungkap Mulyanto seperti dikonfirmasi JPNN.com, Minggu (28/8).

Selain itu, dia meminta pemerintah jujur dalam menyampaikan data keekonomian BBM karena banyak info yang beredar berbeda-beda.

BACA JUGA: Pengamat Sebut Subsidi BBM Bisa Dialihkan Kepada 2 Sektor Ini, Bermanfaat Banget

"Terkait harga keekonomian BBM pemerintah jujur saja dengan rakyat. Jangan ada yang ditutup-tutupi agar rakyat tidak bingung," ujar Mulyanto.

Sebelumnya, dalam waktu dekat pemerintah mewacanakan akan menaikkan harga BBM bersubsidi.

Namun, hingga kini belum diketahui besaran angka kenaikan tersebut, termasuk juga harga keekonomian BBM bersubsidi.

Data yang disampaikan oleh Presiden Joko Widodo, Menteri ESDM Arifin Tasrif, Menko Perekonomian Airlangga Hartarto, dan Menteri Keuangan Sri Mulyani terkait harga keekonomian Pertalite dan Solar berbeda-beda.

"Semestinya tugaskan BPK untuk menghitung HPP (harga pokok produksi) Solar dan Pertalite ini agar clear dan akurat," ungkapnya.

Ke depan, Mulyanto berharap pemerintah membatasi pihak yang boleh membicarakan rencana kenaikan BBM.

Artinya, pemerintah harus menunjuk satu menteri yang berwenang dan kompeten menjelaskan masalah ini ke masyarakat agar data yang dirilis pemerintah tidak beda-beda.

"Jangan seperti sekarang, setiap menteri dengan mudah menyampaikan data terkait rencana kenaikan harga BBM. Data yang dikeluarkan satu menteri dengan menteri lain berbeda. Masyarakat jadi bingung mau percaya pada data yang mana," kata Mulyanto. (mcr28/jpnn)

Jangan Lewatkan Video Terbaru:


Redaktur : Elvi Robiatul
Reporter : Wenti Ayu Apsari

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag
BBM   Subsidi BBM   PKS   APBN   subsidi energi  

Terpopuler