jpnn.com, JAKARTA - Politikus Partai Golkar Hamka Baco Kady optimistis pembahasan RUU SDA (Sumber Daya Air) bisa selesai pada masa jabatan DPR periode 2014-2019. Saat ini tahapan sudah sampai pembahasan DIM (Daftar Inventarisasi Masalah).
“Ada beberapa DIM yang masih pending, dan akan dibahas. RUU ini terdiri dari 15 bab, 78 pasal. Yang sudah selesai dibahas dalam rapat dengan Kementerian LH, Kemendagri, Kementerian PUPR dan Kementerian ESDM. Terdapat 362 DIM tetap, 78 memerlukan penyempurnaan redaksional, 65 hapus, 61 tambah. Mudah-mudahan bisa selesai, pada periode ini,” ujar Hamka yang juga anggota Panja RUU SDA pada Focus Group Discusion (FGD) yang mengusung tema "Pasca-Pileg: Apa Kabar RUU SDA pada 21 Mei lalu.
BACA JUGA: Pakar: RUU SDA Harus Mengatur Hak Publik Atas Air
Hamka yang terpilih kembali menjadi anggota DPR periode 2019 – 2024 mengatakan, prioritas utama undang-undang ini adalah pemenuhan hak rakyat atas air bersih yang saat ini masih jauh dari cukup. Lantaran fasilitas Pengelolaan Air Minum dari pemerintah tidak cukup.
Anggota Komisi V DPR itu mengatakan, dasar pijakan RUU SDA adalah putusan MK Nomor 85 PU 11/2013 yang menghapus UU 7/2004 tentang SDA. Ia menyatakan sudah ada perkembangan dalam pembahasan, meski masih ada perbedaan pendapat atas beberapa materi dalam DIM, terutama posisi AMDK.
BACA JUGA: Izin Pengusahaan Sumber Daya Air oleh Industri Cukup Ketat
BACA JUGA: Titi Desak Formasi PPPK Tahap II dari Honorer K2 Diperluas
"Ada yang meminta swasta bisa mengelola. Ini memang sesuai dengan putusan MK. Pemerintah masih dimungkinkan memberikan izin kepada swasta untuk melakukan usaha atas air dengan syarat tertentu," ujar Hamka.
BACA JUGA: Kelangkaan Air Terjadi Karena Manajemen yang Buruk
Hamka menegaskan prinsip terpenting dalam revisi UU SDA adalah pemenuhan hak utama atas air kepada rakyat. Dia mencontohkan, di London bahkan yang dihitung bukan hanya jumlah air yang dikonsumsi, tetapi juga pembuangannya.
Pihaknya juga sudah menggelar rapat dengar pendapat (RDP) dengan pengusaha AMDK untuk menjaring masukan guna membedakan SPAM dan AMDK.
"Jadi mohon kesabarannya. Kami berharap sebelum periode DPR ini selesai, RUU SDA bisa rampung. Kemarin tersendat karena pemilu dan kami akan segera memulai kembali. Enam poin hasil keputusan MK menjadi pijakan dan tidak boleh ditawar," tegasnya.
Sementara, anggota Panitia Kerja (Panja) RUU SDA, Rendy M Affandy Lamajido mengatakan, pengesahan RUU SDA akan mempercepat pemenuhan kebutuhan air bersih bagi rakyat yang saat ini baru mencapai 70 persen secara nasional.
Rendy mengatakan, pembahasan RUU ini masih berjalan terus, terutama mengenai beberapa DIM yang perlu disepakati pemerintah dan DPR. Bahkan, pembahasan mengenai SPAM dan AMDK juga tidak ada masalah. “Saya yakin RUU ini bisa selesai pada periode ini,” ujar Rendy.
Pembahasan RUU SDA agar menjadi undang-undang merupakan tindak lanjut dari keputusan MK yang membatalkan UU Nomor 7 Tahun 2004 tentang SDA. Pasalnya, beleid itu dianggap belum menjamin pembatasan pengelolaan air oleh pihak swasta, sehingga dinilai bertentangan dengan UUD 1945.
Dengan dibatalkan keberadaan UU SDA, MK menghidupkan kembali UU Nomor 11 Tahun 1974 tentang Pengairan untuk mencegah kekosongan hukum hingga ada undang-undang baru. Selain itu, MK juga memberikan enam prinsip dasar yang dijadikan patokan untuk menyusun regulasi baru terkait sumber daya air.
Kepala BPPSPAM Bambang Sudiatmo mengatakan, pemerintah saat ini baru mampu memenuhi kebutuhan akses air bersih secara nasional sebesar 70 persen, dari target yang perlu dicapai 100 persen. Kendala yang dihadapi, di antaranya kemampuan pemerintah yang terbatas dari sisi pembiayaan.
“Maka kami, selain melakukan pendampingan kepada PDAM, juga berharap adanya kerja sama dengan pihak swasta,” jelasnya.
Saat ini, sambungnya, jumlah PDAM yang ada mencapai 391 PDAM berdasarkan penilaian yang dilakukan pada 2018. Dari jumlah itu, sebanyak 223 PDAM berkinerja sehat, 99 PDAM kurang sehat, 52 PDAM sakit, dan 17 PDAM yang belum dinilai kinerjanya karena berbagai persoalan.
“Itu sudah lebih baik, karena sudah lebih dari 50 persen PDAM yang berkinerja sehat,” ujarnya.
Jika mengacu pada hasil evaluasi tahun 2016, jumlah PDAM sehat sebanyak 198 unit, kurang sehat 108 unit, dan sakit 65 unit. Sementara pada 2017, sebanyak 209 PDAM berkategori sehat, 103 PDAM kurang sehat, dan 66 PDAM sakit.
Pemerhati kebijakan publik dan perlindungan konsumen, Agus Pambagio mengatakan negara bertugas memberikan air bersih kepada masyarakat. Masalah itu harus dibereskan oleh negara agar dalam waktu 10-15 tahun lagi tidak terjadi perang saudara karena memperebutkan sumber daya air akibat pengelolaan yang tidak jelas.
"Yang paling penting adalah waktu sudah mendesak, tanggal 1 Oktober masa bakti DPR periode ini sudah selesai. Saya berharap dalam satu-dua kali sidang paripurna sebelum laporan pertanggungjawaban pemerintah pada 16 Agustus, RUU SDA sudah bisa disahkan," paparnya.
Agus berharap pembahasan RUU SDA fokus pada SPAM, bukan AMDK. Sebab, AMDK merupakan urusan industri yang melibatkan banyak sektor, seperti rumah sakit dan hotel.
"Itu nanti harus diatur sendiri, mungkin di peraturan pemerintahnya. Menurut saya, daftar inventarisasi masalah UU SDA sudah cukup baik. Lalu apa lagi yang mau ditambahkan, sebaiknya tidak mengubah total, khawatir tidak selesai lagi," ucap Agus.
Sedangkan Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Air Minum Dalam Kemasan (Aspadin) Rachmat Hidayat mengatakan pihaknya intensif berkomunikasi dengan DPR dan tim RUU SDA dari pemerintah dipimpin oleh Kempupera. Pihaknya juga telah memperoleh salinan DIM. "Isi DIM sudah sangat mengakomodasi putusan MK. Kami harapkan RUU dapat segera disahkan menjadi UU," ucap Rahmat.
Menurut Rachmat, penggunaan air untuk pengusaha telah diakomodasi dalam putusan MK. "Peran untuk menyejahterakan rakyat juga bisa dilakukan lewat keberadaan industri. MK mengakui bahwa industri perlu diperhatikan juga," tutupnya. (esy/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Intan: RUU SDA Jamin Hak Warga Memperoleh Air Bersih
Redaktur & Reporter : Mesya Mohamad