Izin Pengusahaan Sumber Daya Air oleh Industri Cukup Ketat

Selasa, 15 Januari 2019 – 12:55 WIB
Diskusi panel tentang masa depan pengelolaan Sumber Daya Air yang digelar oleh Perhimpunan Ahli Airtanah Indonesia (PAAI) di kampus ITB, Bandung. Foto: Istimewa for JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Angggapan yang berkembang bahwa swasta menguasai sumber daya air, merupakan persepsi yang keliru. Sebab dalam pengusahaan air oleh industri, harus ada izin yang ketat. Ada paling tidak 21 syarat yang ketat bagi pelaku industri dalam pengusahaan air.

Rachmat Hidayat anggota Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) yang juga ketua Asosiasi Air Minum (Aspadin) menyatakan Salah satu syarat yang ketat adalah swasta wajib memperbarui izin yang expired setiap 2 sampai 3 tahun sekali.

BACA JUGA: Kelangkaan Air Terjadi Karena Manajemen yang Buruk

Rahmat mengatakan hal itu dalam diskusi panel tentang masa depan pengelolaan Sumber Daya Air yang digelar oleh Perhimpunan Ahli Airtanah Indonesia (PAAI) di kampus ITB, Bandung, beberapa hari lalu. Diskusi yang dihadiri oleh sekitar 200-an orang dari kalangan akademisi, asosiasi, pelaku industri, dan pemerintah ini.

Menurut dia, yang menjadi perhatian di RUU SDA yang tengah dibahas oleh Komisi V DPR RI itu antara lain pada pasal 47 yang menyebutkan , bila mau mengusahakan air, maka swasta harus mau bekerja sama dengan BUMN/BUMD, dilarang menutup atau memagari kawasan pengusahaan air, menyamakan air perpipaan SPAM dengan Air Minum Dalam Kemasan (AMDK).

BACA JUGA: Intan: RUU SDA Jamin Hak Warga Memperoleh Air Bersih

Rahmat memertanaykan, jika pengusahaan Izin hanya diberikan pada BUMN/BUMD, alu di mana peran swasta?”

Ditegaskan lagi, tidak ada penguasaan SDA oleh swasta atau pelaku industri. Karena ketika industri terlibat dalam pemanfaat air, ia harus mengikuti aturan main yang ketat. Mulai dari mengurus Izin Lokasi, UKL/UPL atau AMDAL, hingga izin usaha.

BACA JUGA: RUU SDA Sebaiknya Fokus ke Air Pipa

Tak hanya itu, industri juga harus memiliki SIPA (surat izin pengusahaan air) yang dikeluarkan oleh Badan Perizinan Provinsi atau Kementerian Pusat. Juga ada proses konsultasi publik ke masyarakat sekitar terkait rencana pengajuan izin pemanfaatan air.

Rachmat mengatakan, aturan main yang harus diikuti oleh industri antara lain, setiap bulan ia wajib melaporkan penggunaan air kepada dinas ESDM/PSDA dan dispenda. Dalam perizinan juga, industri harus melakukan konservasi di daerah hulu (recharge area), membuat sumur imbuhan (sumur resapan, membuat sumur pantau (guna memantau muka air tanah), melaporkan penggunaan air.

Dalam hal pengawasan, lanjut Rachmat, industri dipantau berkala oleh dinas teknis (dispenda, ESDM, BLH), dimonitor juga oleh DPRD dan instansi lainnya (insidentil), diwajibkan memasang meteran air pada setiap sumur pengambilan air dan meteran air secara berkala dikalibrasi.

Dalam pengusahaan air tidak bisa hanya mengandalkan pemerintah, tapi juga dibutuhkan peran industri. Kehadirin industri bukan untuk menguasai, tapi mengusahakan adanya AMDK untuk melayani kebutuhan air pada masyarakat,” kata Rachmat.

Staf khusus Kementerian PUPR Firdaus Ali menambahkan, peran swasta dibutuhkan karena negara terkendala hambatan fiskal. Jadi yang diatur adalah bagaimana negara hadir pengelolaan SDA, agar tidak ada yang termarginalkan dan terzolimi.

Negara, lanjut dia, harus menjamin hak setiap orang untuk mendapatkan air bagi pemenuhan kebutuhan poko sehari-hari. Tapi, penguasaan negara atas sumber daya air diselenggarakan oleh pemerintah sebagai bentuk perlindungan.

Saat ini, kita membutuhkan payung hukum, regulasi yang adil, tertib, bermanfaat, dan berkelanjutan,” kata Firdaus Ali.

Firdaus Ali juga berharap Dewan Perwakilan Rakyat RI segera merampungkan RUU Sumber Daya Air (SDA) yang kini tengah dibahas di Komisi V. Hal ini untuk memastikan adanya payung hukum pascakeputusan MK tahun 2015 yang mencabut UU no 7/2004.

Disebutkan, RUU SDA memiliki 68 bab, 78 pasal, dan 194 ayat. Dari pasal-pasal tersebut, pemerintah sudah menyarahkan Daftar Inventaris Masalah (DIM) ke DPR untuk dibahas pada Juni 2018. Dari lotal 604 DIM, yang sudah disepakai sebanyak 442 DIM. Sisanya, 162 DIM belum dibahas.

“Seyogiyanya DPR bisa menyelesaikannya dalam satu bulan, tapi karena mereka sibuk kampanye terkait masa Pemilihan Presiden dan Pemilihan Legislatif, pembahasan ini menjadi tertunda,” ucap Firdaus Ali. (sam/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Manajemen Sumber Daya Air Perlu Pembenahan


Redaktur & Reporter : Soetomo

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag

Terpopuler