Anggota DPR Minta Menteri Yasonna Tarik Pernyataannya

Rabu, 22 Januari 2020 – 14:56 WIB
Yasonna Laoly. Foto: dok/JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Anggota Komisi III DPR Santoso menilai, sebagai sebagai pejabat tinggi negara, Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly seharusnya turut bertanggung jawab memperbaiki kondisi sosial, ekonomi, budaya, bukan justru memperkeruh suasana dengan pernyataan kontraproduktif.

Karenanya, legislator asal Partai Demokrat Dapil DKI (Jakarta Utara, Jakarta Barat, dan Kepulauan Seribu), itu mempertanyakan kenegarawanan Yasonna Laoly.

BACA JUGA: Tak Terima Disebut Kawasan Kriminal, Ratusan Warga Priok Serbu Kantor Yasonna Laoly

Saat berkunjung ke Lapas Narkotika Kelas II A, Jatinegara, Jakarta, Kamis 6 Januari 2020, Yasonna menyatakan kemiskinan adalah sumber tindakan kriminal. Dia mencontohkan dua anak yang lahir dan besar di dua kawasan yang berbeda, yakni Menteng dan Tanjung Priok. Yasonna meyakini jika anak yang lahir dari kawasan Tanjung Priok yang terkenal keras dan sering terjadi tindak kriminal akan melakukan hal serupa di masa depan.

Atas pernyataan itu, Santoso meminta Yasonna menarik kembali ucapannya terkait Tanjung Priok sebagai daerah miskin yang melahirkan premanisme dan kriminal.

BACA JUGA: Menteri Yasonna Ancam Anak Buahnya

Ucapan Yasonna itu, kata dia, telah menimbulkan polemik dan menyulut kemarahan warga Priok. “Bapak Yasonna harus tarik kembali ucapannya agar polemik ini tidak semakin panas,” kata Santoso kepada wartawan, Rabu (22/1).

Menurut dia, seharusnya Yasonna meminta maaf atas ucapannya itu. “Apa susahnya meminta maaf dan mengakui kekhilafan. Pengakuan maaf toh tidak akan menurunkan derajat Pak Yasonna sebagai seorang menteri maupun profesor,” kata Santoso.

BACA JUGA: PNS Usia 45 Tahun ke Bawah, Siap-siap ya

Menurut Santoso, latar belakang pendidikan Yasonna sebagai profesor kriminolog, bukanlah menjadi dalil pembenar untuk mengucap pernyataan yang berisiko menciptakan gesekan di masyarakat.

Sebagai pejabat tinggi negara, Yasonna harus melayani seluruh masyarakat, serta kepentingan bangsa dan negara.

“Bukankah seorang menteri seharusnya mengayomi masyarakat, menciptakan keteduhan, bukan sebaliknya menciptakan kegaduhan,” ujar Santoso.

Ia menambahkan, Yasonna seharusnya mempertimbangkan sejarah sosial yang hidup di masyarakat Priok sebelum memberikan penilaian, terlebih lagi melabelinya dengan daerah miskin dan kriminal.

Santoso menegaskan, sejarah membuktikan bagaimana masyarakat Priok berani menentang rezim Orde Baru yang kemudian dikenal dengan “Peristiwa Tanjung Priok”. “Artinya warga Priok tidak pernah takut menentang kezaliman, sekalipun itu harus berhadapan dengan penguasa,” katanya.

Pernyataan serupa juga diungkapkan anggota Komisi III DPR dapil DKI Jakarta III Ahmad Sahroni. Ia meminta Yasonna tidak mengeluarkan pernyataan yang berbasis data usang.

Menurut Sahroni, berdasar data Badan Pusat Statistik (BPS), Tanjung Priok saat ini bukan lagi daerah kumuh dan dan tempat tumbuhnya premanisme.

Kata dia, Tanjung Priok memiliki pelabuhan tersibuk dan menjadi barometer perekonomian Indonesia. Lebih dari 30 persen komoditi non-migas serta 50 persen dari seluruh arus barang yang keluar-masuk Indonesia melewati pelabuhan ini dengan aman tanpa harus takut ancaman kriminal seperti di masa lalu.

Bila mengutip data BPS terkait indeks kerawanan keamanan dan ketertiban wilayah DKI Jakarta 2019, Kelurahan Tanjung Priok 2019 berada di level lebih rendah dibanding Menteng. Tanjung Priok berada di angka 12,83 persen sementara Menteng 15,58 persen. “Mengutip data BPS berarti Priok lebih aman dibanding Menteng. Mau kita pungkiri data BPS?” kata Sahroni. (boy/jpnn)


Redaktur & Reporter : Boy

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler