Anggota DPR Minta Perka 10 BP Batam Direvisi

Selasa, 10 Oktober 2017 – 03:00 WIB
Kantor BP Batam. Foto: batampos/jpg

jpnn.com, BATAM - Peraturan Kepala (Perka) Badan Pengusahaan (BP) Batam Nomor 10 Tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Administrasi Lahan terus ditentang banyak pihak.

Selain pengusaha, anggota DPR juga meminta agar BP Batam merevisi atau mencabut sejumlah pasal dalam Perka tersebut karena dinilai mempersulit dunia usaha di Batam.

BACA JUGA: Jive Talkin’ Sebar ‘Virus’ Wonderful Indonesia di Batam

Anggota DPR dari Daerah Pemilihan (Dapil) Kepri, Nyat Kadir, mengatakan pasal yang dinilai paling memberatkan pada Perka 10 itu adalah pasal yang mewajibkan pengusaha mendapat persetujuan BP Batam sebelum mengagunkan sertifikat lahnnya. Seharusnya, kata dia, pengusaha cukup lapor saja. Bukan meminta persetujuan BP Batam.

"Ini tidak tepat kalau memang harus mendapatkan persetujuan. Cukup lapor saja ke BP Batam," kata Nyat Kadir, Senin (9/10).

BACA JUGA: Pasokan Berkurang, Harga Cabai Merah Naik Drastis di Batam

Menurut politikus NasDem itu, prosedur ini akan memakan waktu yang tidak sebentar. Meskipun BP Batam menjanjikan waktu untuk memproses berkas persetujuan tersebut hanya lima hari, namun Nyat mengaku yakin standar prosedur tersebut tidak selamanya berjalan sesuai janji.

"Bisa saja memakan waktu yang sangat lama. Misalnya karena pejabatnya keluar daerah atau urusan lain," kata mantan wali kota Batam ini.

BACA JUGA: Gara-Gara Ribut dengan Penumpang, Sopir Taksi Ini Kena Skors

Menurut dia, dalam kondisi ekonomi yang lesu saat ini, pengusaha sangat membutuhkan suntikan modal. Dan mengagunkan sertifikat lahan adalah solusi yang banyak digunakan para pengsuaha, khususnya para pengembang properti, untuk mendapatkan suntikan modal tersebut.

Nyat sendiri mengaku sudah banyak mendapat keluhan dari para pengusaha di Batam terkait Perka tersebut. Karenanya, ia meminta BP Batam bijak dalam menyikapi situasi ini.

"Menurut saya kebijakan dalam Perka tersebut harus ditunda," katanya.

Namun saat disinggung soal pasal 20 yang mewajibkan investor menyerahkan uang jaminan sebesar 10 persen dari total investasi, Nyat mengaku tak masalah. Malah menurutnya, ini penting untuk melihat keseriusan calon investor untuk menanamkan modalnya di Batam.

"Kalau ini menurut saya tidak terlalu masalah. Ini bisa mengukur kekuatan modal calon investor," katanya.

Anggota DPD RI Dapil Kepri Haripinto juga sependapat dengan Nyat Kadir. Menurutnya, pengusaha yang hendak mengagunkan lahannya seharusnya cukup cukup lapor ke BP Batam. Karena jika harus mendapat persetujuan akan mempersulit pengusaha.

"Bagi pengusaha, waktu seminggu saja cukup lama. Kalau memang diberlakukan, ya direvisi saja. Jangan harus mendapat persetujuan, tetapi harus melapor. Itu saja," katanya.

Dia mengatakan, saat ini banyak pengusaha khususnya bidang properti yang butuh suntikan modal. "Kalau misalnya ada mau bangun properti yang triliunan rupiah. Dari mana uang cash. Harus ada bantuan dana. Dan mendapatkannya lebih mudah di bank," katanya.

Ia menilai, saat ini banyak kebijakan BP Batam yang justru memberatkan warga dan pengusaha. Padahal sangat jelas Presiden Jokowi selalu berupaya untuk menyederhanakan dan memangkas birokrasi perizinan untuk laju pertumbuhan ekonomi.

"Pengusaha sudah bayar UWTO, tetapi harus persetujuan kepala BP Batam ketika mau mengagunkan lahan, ini lucu. Kalau pengusaha dipersulit artinya pembangunan terganggu. Dan apakah ini yang diharapkan BP Batam" katanya.

Anggota DPD lainnya, Jasarmen Purba, juga mendesak BP Batam menunda pemberlakuan Perka tersebut. Ia menilai pelaksanaanya belum tepat dan belum sesuai dengan kondisi perekonomian di Batam saat ini.

"Saat ini ekonomi sudah sulit, jangan lagi dipersulit dengan kebijakan yang memberatkan. Kita mina itu dipending dulu hingga waktu yang tidak ditentukan," katanya.(ian/she)

 

BACA ARTIKEL LAINNYA... Napi Suruh Istri Bawa Sabu untuk Diedarkan di Lapas


Redaktur & Reporter : Budi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag

Terpopuler