Anggota Komisi XI Soroti Kejanggalan Audit BPPN

Rabu, 30 Mei 2018 – 20:22 WIB
BPK

jpnn.com, JAKARTA - Anggota Komisi XI DPR RI Haerul Saleh heran melihat ada dua audit BPK terkait kinerja BPPN dengan hasil yang berbeda.

Audit 2006 menyatakan tidak ada kerugian negara. Sementara menurut Audit yang dilakukan pada 2017, ada unsur kerugian negara.

BACA JUGA: Dakwaan Syafruddin Temenggung Berpotensi Batal demi Hukum

"Ada apa, kok lembaga yang sama bisa menghasilkan dua audit yang berbeda hasilnya. Bagaimana publik mau percaya kalau BPK adalah lembaga yang kredibel,” Haerul mempertanyakan.

Untuk menyikapi perbedaan hasil antara kedua audit tersebut, lanjut Haerul, pihaknya akan bertanya langsung dalam rapat dengan BPK.

BACA JUGA: Ini Nota Keberatan Syafruddin Temenggung di Kasus BLBI

Apalagi, audit pada 2017 dilakukan tanpa adanya audite, yang dalam hal ini adalah terperiksa, sebagai obyek audit.

“Kalau bahan-bahan yang digunakan sekunder bukan data primer, maka patut dipertanyakan hasil auditnya,” tegas Hairul.

BACA JUGA: Dakwaan KPK terhadap Syafruddin Temenggung Perkara Perdata

Senada, pakar hukum Margarito Kamis juga menyoroti proses dan hasil audit BPK. Dalam pandangannya, audit tersebut terkesan hanya menghitung selisih angka penjualan untuk menentukan adanya unsur kerugian negara.

Menurut Margarito, yang terpenting dalam audit investigatif adalah soal bahan atau material yang digunakan.

“Semua harus diperiksa, dari mulai dokumen, surat-surat, laporan-laporan, itu yang mesti di cek. Jangan cuma menghitung selisih, itu bukan kesimpulan namanya, “ jelas Margarito.

Selain itu apakah dalam melakukan audit sesuai dengan prinsip-prinsip ketaatan dalam mengikuti panduan yang diterbitkan oleh BPK sendiri.

“Ada panduan audit yang harus diikuti oleh auditor, yang merupakan payung hukum, yakni peraturan BPK No 1 tahun 2017," jelas Margarito.

Dalam peraturan tersebut dikatakan bahwa suatu laporan audit harus menggunakan data primer yang diperoleh langsung dari sumber pertama atau hasil keterangan lisan/tertulis dari pihak yang diperiksa (audite).

Kalau data yang digunakan dalam mengaudit tidak valid, maka hasilnya juga tidak bisa dijadikan alat untuk membuktikan seseorang menjadi tersangka. Kesimpulan dari data yang tidak valid akan sangat fatal akibatnya.

“Kalau datanya tidak valid maka hasilnya pun tidak valid, kesimpulanya juga tidak valid,” tutur Margarito.

Hasil dari audit yang tidak valid, tidak bisa digunakan untuk memperkuat dakwaan terhadap Syafruddin Temenggung.

Adanya audit BPK terhadap BPPN yang laporannya muncul pada tahun 2017, merupakan audit investigatif yang dilakukan atas permintaan penyidik KPK.

“Maka penyidik harus menyiapkan semua data-data baik, primer maupun sekunder, yang merupakan bahan menyeluruh. Bukan semata-mata hanya menghitung selisih angka, kemudian menentukan adanya kerugian negara,” jelas Margarito. (dil/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Memperkaya Sjamsul Nursalim, Eks Kepala BPPN Didakwa Korupsi


Redaktur & Reporter : Adil

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler