Ini Nota Keberatan Syafruddin Temenggung di Kasus BLBI

Senin, 21 Mei 2018 – 21:09 WIB
Mantan Kepala BPPN Syafruddin Arsyad Temenggung. Foto: JPG/Rmol

jpnn.com, JAKARTA - Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) kembali menggelar sidang perkara dugaan korupsi Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) yang menjerat mantan Ketua Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) Syafruddin Arsyad Temenggung, Senin (21/5).

Sidang kali ini beragendakan pembacaan eksepsi dari kubu terdakwa.

BACA JUGA: Dakwaan KPK terhadap Syafruddin Temenggung Perkara Perdata

Di hadapan ketua majelis hakim Yanto, Syafruddin membacakan soal audit investigatif Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) 25 Agustus 2017 yang dinilai menyimpang dari ketentuan dan standar yang seharusnya.

"Laporan Audit Investigatif BPK 2017 tidak memenuhi standar pemeriksaan keuangan yang diatur oleh BPK sendiri, yaitu Peraturan BPK No.1 Tahun 2017, khususnya butir 21 sampai dengan 26," ujar Syafruddin saat membacakan eksepsi.

BACA JUGA: Sidang Kasus BLBI: Yusril Sebut Dakwaan Jaksa KPK Prematur

Dalam peraturan BPK itu dinyatakan bahwa suatu laporan audit harus memiliki pihak yang diperiksa atau yang bertanggung jawab dan harus menggunakan data primer.

Data primer itu harus yang diperoleh langsung dari sumber pertama atau hasil keterangan lisan atau tertulis dari pihak yang diperiksa.

BACA JUGA: Memperkaya Sjamsul Nursalim, Eks Kepala BPPN Didakwa Korupsi

Adapun Laporan Audit Investigatif BPK 2017 ini tidak ada satu pun pihak yang diperiksa.

Ditambah lagi data yang digunakan bukan data primer, melainkan data sekunder berupa bukti-bukti yang disodorkan oleh pihak penyidik KPK.

Dia mengatakan dalam laporan audit investigatif BPK 2017 yang disertakan sebagai lampiran dalam surat dakwaan jaksa penuntut KPK, pada bagian Bab II angka enam mengenai batasan pemeriksaan, dengan jelas disebutkan bahwa pemeriksaan investigatif BPK hanya berdasar sebatas pada bukti-bukti yang diperoleh melalui penyidik KPK.

Selain itu, di dalam laporan audit investigatif tersebut banyak dan berulangkali memakai istilah "dugaan" atau "diduga", bukan berdasarkan data yang sudah bisa dipastikan kebenarannya.

Dalam eksepsinya, Syafruddin juga menanyakan, tanpa adanya pihak yang diperiksa dan data yang digunakan hanya sebatas pada data sekunder yang diperoleh dari penyidik KPK, bagaimana pihak pemeriksa BPK bisa melakukan pemeriksaan yang independen, objektif, dan profesional dalam meneliti bukti pemeriksaan,seperti diatur dalam Peraturan BPK No.1/2017 butir 14.

Dalam eksepsinya itu, Syafruddin juga mengungkapkan adanya pertentangan antara laporan audit investigatif BPK 2017 yang menyatakan adanya kerugian negara dengan laporan audit BPK tertanggal 30 November 2006 yang menyimpulkan tidak ada kerugian negara.

"Audit BPK 2006 ini menyatakan bahwa Surat Keterangan Lunas (SKL) layak diberikan kepada pemegang saham BDNI telah menyelesaikan seluruh kewajiban yang disepakati dalam perjanjian MSAA dan perubahan–perubahannya serta telah sesuai dengan kebijakan Pemerintah dan Instruksi Presiden No.8 Tahun 2002," imbuhnya.

Dia juga menunjuk laporan audit BPK 2002 yang pada pokoknya menyatakan MSAA telah Final Closing pada 25 Mei 1999 dengan adanya release and discharge. (tan/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Syafruddin Temenggung Siap Jalani Sidang Kasus BLBI


Redaktur & Reporter : Fathan Sinaga

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler