Anggota MPR: Vaksin Corona Belum Boleh Diedarkan tanpa EUA dan Sertifikat Halal

Rabu, 16 Desember 2020 – 09:43 WIB
Narasumber membahas vaksin corona dalam Diskusi Empat Pilar MPR bertajuk ‘Menanti Sertifikasi Halal Vaksin Covid-19’ di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (15/12). Foto: Humas MPR.

jpnn.com, JAKARTA - Sebanyak 1,2 juta dosis vaksin corona buatan Sinovac Biotech Ltd, Tiongkok, yang sudah tiba di Indonesia belum boleh diedarkan.

Menurut anggota MPR Kurniasih Mufidayati,  vaksin corona itu boleh diedarkan bila sudah mendapatkan emergency use authorization (EUA) dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dan sertifikasi halal Majelis Ulama Indonesia (MUI).

BACA JUGA: DPR Minta Vaksin Covid-19 dari Sinovac jangan Diedarkan Sebelum Kantongi EUA BPOM

EUA, disepakati berdasar ketetapan yang dikeluarkan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) hasil konsultasi dengan beberapa regulator obat dunia seperti FDA (Amerika Serikat) dan EMA (Eropa).

EUA bisa dikeluarkan saat pandemi kalau vaksin bisa memenuhi persyararatan terkait kelengkapan data seperti laporan menyeluruh uji klinik vaksin fase 1 dan 2, analisis interim fase 3, dan data efficacy (efektivitas) vaksin minimum 50 persen.

BACA JUGA: Erick Thohir: Jangan Terjebak Ini Vaksin China

Sementara, sertifkasi halal  dikeluarkan kalau vaksin tersebut memenuhi standar kehalalan yang ditetapkan MUI. 

Izin-izin tersebut sangat penting, sebab akan memberikan rasa aman serta nyaman kepada masyarakat sehingga diharapkan bisa meminimalisir keengganan dan ketakutan rakyat untuk divaksinasi.

BACA JUGA: Erick Thohir: Pemerintah Tidak Memaksa Masyarakat untuk Vaksinasi Covid-19

“Ini mesti benar-benar diperhatikan secara serius sebab pemerintah memang bertanggung jawab memastikan keselamatan dan kesehatan rakyat,” kata anggota Komisi IX DPR Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (FPKS) yang karib disapa Mufida itu.

Mufida menyampaikan itu saat hadir secara virtual pada Diskusi Empat Pilar MPR bertajuk ‘Menanti Sertifikasi Halal Vaksin Covid-19’ di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (15/12). Hadir pula  secara daring Ketua MUI Pusat Asrorun Niam Sholeh.


Menurut Mufida, saat rapat dengar pendapat (RDP) Komisi IX dengan Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto, Sestama BNPB Harmensyah mewakili Ketua Satgas Penanganan Covid-19 yang juga Kepala BNPB Doni Monardo, Ketua Satgas PEN Budi Gunadi Sadikin, Kepala BPOM Penny Lukito, dan Direktur Utama PT Bio Farma Honesti Basyir, 10 Desember 2020 lalu terungkap fakta.

Menurut Mufida, fakta itu adalah semua perizinan baik itu EUA dan sertifikasi halal belum bisa dikeluarkan karena masih dalam proses. 

Artinya, ia menegaskan bahwa vaksin ini belum bisa atau belum boleh diedarkan di Indonesia. 

“Sebagai wakil rakyat, kami prinsipnya menginginkan dan meminta kepada pemerintah untuk menuntaskan dulu semua proses tahap perizinan dan semua sertifikat-sertifikat yang harus dikeluarkan, utamakan keselamatan rakyat kami akan dukung sepenuhnya,” jelas Mufida.

Legislator Dapil II DKI Jakarta (Jakarta Selatan, Pusat, dan Luar Negeri) itu menekankan agar proses pemenuhan semua perizinan tersebut transparan dan independen. 

"Saya mengajak BPOM dan MUI untuk memahami keadaan darurat seperti ini, rakyat sangat membutuhkan vaksin agar kehidupan mereka berjalan normal kembali,” ungkapnya.

Sementara itu, Asrorun Niam Sholeh mengungkapkan bahwa isu keamanan dan kehalalan adalah dua aspek yang menjadi komitmen pemerintah dalam upaya awal pencarian dan pengadaan vaksin Covid-19.

Komitmen itu dimulai dari 27 Agustus dengan munculnya inisiasi dari pemerintah melalui Wakil Presiden KH Ma'ruf Amin saat menerima Bio Farma. 

Waktu itu, Wapres Kiai Ma'ruf menjelaskan secara khusus mengenai pentingnya aspek kepatuhan syariah, di samping keamanan dari pengadaan vaksin. 

Hal itu kemudian ditindaklanjuti dengan pembentukan tim teknis untuk percepatan sertifikasi halal vaksin terdiri dari Kementerian BUMN, Kemenkes, BPOM, MUI dan Bio Farma.

Dalam perjalanannya, tenyata Sinovac secara formal mengajukan permohonan sertifikasi halal. Tim pun bergerak cepat dengan melakukan pemeriksaan semua dokumen. 

Setelah semua proses kelengkapan dokumen terpenuhi, maka pada 15 Oktober 2020,  Tim LPPOM MUI, Tim Komisi Fatwa MUI, Tim Kementerian Kesehatan dan BPOM kemudian berangkat ke Tiongkok untuk kepentingan proses auditing lapangan untuk dua tujuan tadi yakni audit aspek keamanan dan juga tujuan aspek kehalalan.

“Setelah melalui karantina mandiri selama dua minggu, tanggal 2-5 November audit kemudian dilaksanakan di Beijing," kata Asrorun.

Ia menambahkan pada 12 November, tim kembali ke Jakarta dan melakukan rapat internal untuk mengkaji temuan audit. 

Pada rapat 14 Desember dikeluarkan hasil audit yakni, masih ada dokumen penting yang harus disediakan Sinovac. 

Posisi terakhir, tegas dia, tim auditor masih menunggu dokumen tersebut untuk dilakukan kajian kembali. 

"Pada intinya, MUI sampai detik ini tetap komit memberikan prioritasnya membahas aspek kehalalan vaksin Covid-19,” pungkasnya. (*/jpnn)

Kamu Sudah Menonton Video Terbaru Berikut ini?


Redaktur & Reporter : Boy

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag
MPR RI   Vaksin   Sinovac   BPOM   MUI  

Terpopuler