Angka Perceraian Tinggi, 9.372 Perempuan di Jambi Jadi Janda

Kamis, 03 Mei 2018 – 21:15 WIB
Perceraian. Ilustrasi Foto: pixabay

jpnn.com, JAMBI - Angka perceraian di Provinsi Jambi ternyata cukup tinggi. Dalam tiga tahun terakhir (2016 hingga Maret 2018), tercatat 9.372 perkara perceraian di Pengadilan Agama di seluruh kabupaten/kota se-Provinsi Jambi.

Jumlah ini masih sangat mungkin bertambah, mengingat tidak semua perkara perceraian didaftarkan atau melalui proses gugatan di pengadilan.

BACA JUGA: Tiga Kurir Sabu yang Ditembak Mati Diterbangkan ke Kendari

Dari data tersebut, Kota Jambi menjadi penyumbang angka perceraian terbanyak se Provinsi Jambi hingga mencapai angka 2.201 pasangan. Rinciannya, 908 pasangan tahun 2016, 1.008 pasangan tahun 2017 dan sampai Maret 2018 ini sudah tercatat sebanyak 285 perkara.

Sementara angka perceraian terendah menjadi milik Sarolangun yang hanya menyumbang sebanyak 544 perkara cerai (selengkapnya lihat grafis, red).

BACA JUGA: Kadis Pertanian Tebo Ditetapkan Tersangka Pembangunan Embung

Panitera Pengadilan Agama Kelas I A Jambi, Rusdi mengatakan, pengajuan cerai di Pengadilan Agama Jambi banyak dilakukan Istri (cerai gugat).

Dia membenarkan pada 2016 lalu ada 908 kasus perceraian, dan pada 2017 ada 1.088.

BACA JUGA: Bermaksud Tagih Utang, Suhaili Malah Bersimbah Darah Dibacok

‘’Penyebabnya beragam, mulai dari masalah ekonomi, adanya orang ketiga, perselisihan, pertengakaran dan ditinggalkan,’’ jelasnya.

25 persen dari kasus perceraian tersebut, sambungnya, disebabkan faktor perselisihan dan pertengakaran dalam rumah tangga, 17 persennya karena ditinggalkan, 15 persen disebabkan KDRT, dan 10 persen merupakan faktor ekonomi.

‘‘Sisanya karena faktor perselingkuhan, zina, judi, dihukum,’‘ kata Rusdi.

Perceraian yang terjadi di Pengadilan Agama Jambi 45 persen adalah masyakarat yang berumur 21 hingga 40 tahun, 17 persen berumur 41 hingga 57 tahun. Sisanya campuran kedua skala usia itu.

‘‘Yang berumur dibawah 20 tahun ada 2 persen,’‘ ujarnya.

Dari segi pekerjaan, 30 persen kasus perceraian tersebut adalah pekerja swasta, 25 persen wiraswasta. Semetara PNS, TNI dan Polri ada 5 persen. 40 persennya ada pekerja serabutan.

Lebih lanjut Rusdi menyebutkan, berdasarkan pendidikan, persentase angka perceraian 40 persen merupakan tamatan SMA, 15 persen tamatan SMP dan 12 persen tamatan sarjana.

‘‘Sisanya ada yg diploma, S2. Dan ada yang tidak tamat SMP,’‘ ungkapnya.

Di Merangin, meski angka perceraian tidak terlalu tinggi, namun menurut Panitera Muda Pengadilan Agama Bangko Zari Wardana, setidaknya ada tiga faktor penyebab utama perceraian di Merangin.

‘‘Tidak harmonis hubungan rumah tangga, tidak bertanggung jawab dan krisis akhlak merupakan 3 penyebab teratas perceraian dari tahun 2016 sampai 2018,’‘ katanya.

Setali tiga uang dengan Kota Sungai Penuh dan Kerinci, faktor utama penyebab perceraian di daerah paling barat Provinsi Jambi ini karena faktor ekonomi.

‘’Trend dari tahun ke tahun meningkat. Faktor penyebab perceraian di dominasi faktor ekonomi,’’ ujar Wakil ketua Pengadilan Agama Kota Sungai Penuh, A Syarkawi, S.Ag, M.H.

Sementara itu, Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak Dan Pengendalian Penduduk (P3 A P2) Provinsi Jambi, Lutpiah, penyebab banyaknya percerian adalah pernikan dini.

“Oleh karena itu kita terus melakukan sosialisasi,” katanya.

Kemudian kanyakan pernikahan dini ini adalah luasnya pergaulan anak-anak saat ini. Artinya nikah dini ini terjadi akbiat pegaunan, dengan asusmsi merka belum siap untuk membangun rumah tangga.

“Mereka belum siap untuk itu,” katanya.

Terpisah Wakil Ketua majelis Ulama Indonesia (MUI) Provinsi Jambi Kadir Husein, percerian bukanya perbuatan yang dilarang namun percaraian ini sangat dibenci oleh Alla SWT.

Dia mengatakan ada 3 hal yang paling sering menyebabkan perceraian, pertama masalah perekonomian, kedua orang tersebut belum memahami hakikat pernikahan, dan terakhir adalah adanya orang ke 3.

“Yang paling banyak adalah faktor ekonomi,” katanya.

Namun, kata Kadir yang paling penting adalah pemahaman hakikat pernikahan. Menurutnya jika hakikat pernikahan ini ditanamkan maka pernikanan akan bisa bertahan.

“Sekarang inikan masalah hakikat ini yang tidak dipahami oleh pasangan, akibatnya ada masalah sedikit gampang untuk mengambil keputusan,” katanya.

Untuk itu, dia berharap kepada Kanwil Kemenag, lebih menguatkan pemebekalan pernikahan kepada calon pasanagn suami istri yang akan melangsungkan pernikahan.

“Ini yang harus dikuatkan lagi,” tegasnya.(hfz/nur/wwn/adi)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Setelah Cerai Sulit Pecah Kartu Keluarga


Redaktur & Reporter : Budi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler