Angket Pajak Bukan untuk Ganggu SBY

Jumat, 25 Februari 2011 – 18:48 WIB

JAKARTA - Sekretaris Jenderal (Sekjen) DPP Partai Golongan Karya (Golkar), Idrus Marham menyatakan bahwa sikap kritis Fraksi Partai Golkar di DPR termasuk mendorong penggunaan hak angket dalam mengungkap mafia pajak merupakan upaya untuk memperkuat posisi politik pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY)Menurut Idrus, Golkar sama sekali tak ingin mengganggu pemerintahan SBY

BACA JUGA: MK Dinilai Tidak Fair



Hal itu disampaikan Idrus dalam jumpa pers Fraksi Golkar di gedung DPR RI, Jumat (25/2).  "Golkar sangat menghargai presidensil
Sikap kritis itu untuk memperkuat pemerintahan dalam menegakkan hukum," kata Idrus Marham yang didampingi Ketua Fraksi Golkar, Setya Novanto dan sejumlah politisi Golkar di DPR lainnya

BACA JUGA: PAN Tak Terbebani Bongkar Mafia Pajak



Idrus menjelaskan, koalisi Pemerintahan SBY-Budiono dibentuk untuk meningkatkan efektifitas pemerintahan guna pencapaian target pemerintahan yang telah ditetapkan
Meski demikian, kesepakatan tersebut tidak berarti harus menafikan eksistensi dan perbedaan di antara partai-partai anggota koalisi

BACA JUGA: Ketua DPR Dukung Rembuk Asuransi Nasional



Hanya saja, kata Idrus, masalah mulai muncul di saat keluarnya Instruksi Presiden tentang pemberantasan mafia hukum dan mafia pajakIdrus menegaskan, sebagian anggota koalisi memandang masalah ini dapat diselesaikan melalui panitia kerja (panja)Sedang anggota koalisi lain termasuk Golkar, memandang perlunya Panitia Angket sehingga terbentuk kekuatan politik yang lebih besar untuk mengungkap mafia pajak.

Dalam pandangan Fraksi Partai Golkar, lanjutnya, penerimaan negara dari sektor perpajakan masih rendahPenerimaan negara dari pajak pada APBN 2011 ditargetkan sebesar Rp850,255 triliun, atau sekitar 69,1 persen dari total belanja negaraTarget ini relatif lebih rendah dibanding dengan pencapaian negara-negara tetangga seperti Thailand (17 persen), Malaysia (15,5 persen), Filipina (14,4 persen), Vietnam (13,8 persen).

"Rendahnya penerimaan perpajakan ini merupakan persoalan lama yang terjadi di setiap pemerintahan sepanjang usia Republik Indonesia," ucapnya.

Idris pun menyodorkan hitung-hitunganDengan menggunakan basis perhitungan APBN 2011, kenaikan 1 persen tax ratio dapat meningkatkan penerimaan negara sebesar Rp70 triliunJumlah itu dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan pokok masyarakat miskin seperti membeli 12,727 miliar kg beras, atau sekitar 5.533 kg untuk satu orang penduduk Indonesia, bahkan bisa digunakan untuk membangun 1,866 juta rumah sangat sederhana atau membangun 120.000 puskesmas,

"Bahkan dapat digunakan sebagai beasiswa bagi 70 juta anak didik dan membuka lapangan kerja bagi 67 juta pengangguran dengan menggunakan angka indeks UMR DKI Jakarta," tegasnya.

Idrus menambahkan, rendahnya penerimaan pajak disebabkan lemahnya kelembagaan di sektor perpajakan yang menyangkut aturan dan pelaku di sektor perpajakanPasal 23A UUD 1945 mengamanahkan Pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dengan Undang-Undang

Namun UU Ketentuan Umum Tata Cara Perpajakan sebagai dasar pungutan pajak yang mengikat warga negara, ternyata hanya memuat pokok-pokok aturan saja sehingga memberikan ruang terbuka untuk digunakan sebagai celah negosiasi diantara pihak-pihak yang berkepentingan.

"Sebagai perbandingan, UU perpajakan di negara lain, seperti UU Perpajakan di Amerika Serikat berisi aturan yang sangat detail untuk menutup potensi penyalahgunaan aturan sehingga bentuknya sangat tebal," ungkap Idrus.

Jika akhirnya rapat paripurna menolak hak angket Perpajakan, Idrus menegaskan bahwa Golkar tetap menghormati keputusan tersebut"Tetapi Golkar akan terus memperjuangkan reformasi perpajakan dalam rangka peningkatan penerimaan negara kesejahteraan rakyat dengan menggunakan mekanisme yang ada di Parlemen," pungkasnya(fas/ara/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Lily Wahid Tempuh Jalur Hukum


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler