Anies Baswedan

Rabu, 04 September 2013 – 12:45 WIB

jpnn.com - JANGAN pernah putus asa! Orang baik pun dapat berpolitik. Anies Baswedan, rektor Universitas Paramadina yang berumur 44 tahun serta berwajah tampan sekaligus pendiri Indonesia Mengajar (organisasi pendidikan non pemerintah yang mengkader para lulusan strata satu untuk dijadikan sebagai pengajar muda yang diutus ke wilayah terpencil Indonesia), memutuskan untuk bergabung dalam konvensi presiden Partai Demokrat. Sebagai tambahan, saya dan Anies Baswedan menjalin hubungan perkawanan yang terbilang cukup lama.

Seperti yang telah dikatakan sebelumnya tentang konvensi presiden yang dipenuhi dengan peraturan aneh (tidak adanya proses eliminasi, aturan penggunaan dana kampanye, dan jadwal yang masih samar) sebenarnya tidak dapat dijadikan sebagai contoh yang baik bagi proses demokrasi, khususnya sejak para pengamat beranggapan bahwa orang nomor satu (Susilo Bambang Yudhoyono) akan secara khusus menggunakan haknya dalam menentukan kandidat dan tentu saja kandidat tersebut adalah iparnya sendiri, Jenderal Pramono Edhi, mantan KSAD.

BACA JUGA: Misi Penyelamatan Sri Mulyani

Dalam sebuah percakapan ringan, teman saya mengemukakan pendapatnya tentang konvensi ini: “kader Demokrat menginginkan sebuah perubahan dalam tubuh partai. Mengingat begitu lama proses yang akan dilalui (bisa sampai berbulan-bulan), mungkin saja mereka menamai konvensi ini selintas mirip Indonesian Idol?”.

Keputusan Anies meramaikan bursa pemilihan calon presiden dalam konvensi ini adalah permintaan secara khusus dari seluruh elemen partai kepadanya. Berangkat dari keinginan Demokrat tersebut, saya berkesimpulan bahwa partai ini sangat membutuhkan sosok Anies -guru bangsa yang diterima oleh semua golongan- lebih lagi ia juga membutuhkan partai. Dengan segudang pengalaman, independensi, kemampuan berinteraksi dengan media, Anies memberi warna lain dalam konvensi kali ini.

BACA JUGA: Tukang Cerita Sudah 50 Tahun!

Kenyataannya, idola baru kawula muda ini (popularitas Anies seantero Indonesia) diharapkan mampu mengembalikan elektabilitias Partai Demokrat yang sempat turun disebabkan beberapa kasus yang pernah terjadi, skandal korupsi (Angie, Anas dll) sangat berdampak pada partai.

Tentu saja, hal itu tidak membuat Anies dengan mudah memenangkan konvensi ini. Realitas menunjukkan banyaknya rintangan yang mesti dihadapi oleh pria yang memiliki kompetensi ini. Selain itu, ia juga harus melihat lagi sejarah yang mencatat cendekiawan muslim Nurcholis Majid pernah digadang menjadi kandidat calon presiden namun hal tersebut tidak pernah terjadi. Terlebih, masyarakat dan partai-partai politik harus memperhitungkan kemampuan Anies.

BACA JUGA: Jokowi dan Tanah Abang

Apa yang membuat Pak Anies begitu berbeda? Kesatu, tiap orang yang pernah berjumpa dengannya akan mengatakan bahwa Anies adalah sosok yang tegas: apa yang dikatakannya selaras dengan tindakannya. Sangat jauh berbeda dari tipikal pemain Senayan. Dia bukanlah seorang ‘poli-tikus’.

Lagi pula, layaknya pengajar kebanyakan, dia mampu mengemukakan sesuatu dengan jelas dan detil. Tentu saja, karir di bidang pendidikan yang mencerahkan dan mengedukasi anak didik sangat banyak mempengaruhi model kepemimpinannya. Saya sangat menyenanginya.

Dibesarkan dalam ruang lingkup Muhammadiyah, (Kakeknya pernah menjabat sebagai Menteri dan juga kemampuan tinggi orang tuanya dalam hal pendidikan) kemudian menyekolahkan Anies di Jogjakarta, membuat orang-orang berpendapat bahwa Anies akan membawa sebuah perubahan.

Dan hal yang pasti, gelar PhD yang didapatkan dari Northern Illinois University membuatnya dipercaya memimpin Paramadina di tahun 2007, transformasi dan revitalisasi terhadap lemahnya institusi dengan korporasi inovatif dan program Kebijakan Publik yang terjangkau.

Gebrakan Anies kemudian adalah Indonesia Mengajar yang pertama kali diselenggarakan tahun 2009, sebuah program yang mencontoh Teach for America dimana lulusan dari universitas elit dan perguruan tinggi menghabiskan waktu dalam setahun untuk mengajar anak-anak di wilayah terpencil Indonesia. Hingga saat ini, tercatat hampir tiga ratus anak muda telah berpartisipasi dalam program mengajar yang menjangkau belahan nusantara ini.

Selain sibuk dalam program dan pekerjaan yang dijalaninya, Anies tetap konsisten dan lantang menyuarakan tentang wacana peran dan keefektivitasan kebijakan pendidikan di Indonesia.

Satu hal penting yang ia selalu dengung-dengungkan adalah uang dan/sumber daya bukanlah tantangan terbesar yang dihadapi oleh Indonesia, melainkan hanyalah persoalan manajemen dan pengawasan.

Tahun lalu saat kisruh terjadi pada Ujian Nasional (UN) karena buruknya perencanaan dan pelaksanaan, Anies dengan tegas mengkritik UN itu sendiri – sentralisasi ujian tidak semestinya ada, pendekatan kuno seperti penilaian terhadap murid secara terus menerus perlu digunakan.

Pencalonan Anies bisa jadi sebagai non-starter point, yang penting bagi kita bahwa di sini masih ada pemimpin dengan kekuatan teknokratik tertentu – yaitu pendidikan- serta kredibilitas dan kepercayaan publik. Laki-laki (atau wanita) dengan prototipe demikian yang harus menjadi bagian dari kabinet ke depan.[***]

BACA ARTIKEL LAINNYA... ArtJog 13


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler