jpnn.com, JAKARTA - Ketua Umum Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia Anis Matta mengomentari penanganan COVID-19 di Tanah Air.
Dia menyebut salah satu persoalan terbesar yang dihadapi saat ini yakni ketidakpastian informasi.
BACA JUGA: Obat Anti COVID-19 ini Belum Direkomendasikan, Jangan Beli Sembarangan
Simpang siurnya informasi sangat mengganggu kondisi mental para pasien.
"Kondisi ini membuat para pasien menghadapi psikologis yang sangat akut, para dokter juga menghadapi persoalan tingkat keyakinan mereka dalam memberikan rekomendasi bagi pasiennya," ujar Anis Matta dalam keterangannya di Jakarta, Jumat (2/7).
BACA JUGA: Pemerintah Diminta Lebih Tegas Terapkan Kebijakan Untuk Cegah COVID-19
Menurut dia, itu terjadi akibat banyaknya informasi saintifik bercampur informasi hoaks yang begitu cepat menyebar di tengah masyarakat.
Di lain pihak, pengetahuan dokter saat ini tentang masalah COVID-19 juga masih terbatas.
BACA JUGA: Pemerintah Jepang Menghibahkan Vaksin AstraZeneca, Terima kasih ya
Hal itu, kata Anis Matta, membuat ada serangan besar terhadap optimisme.
Hal itu penting dalam pendekatan keagamaan karena agama adalah sumber optimisme, bukan sumber fatalisme.
"Agama menjadi langkah awal untuk memahami persoalan COVID-19 dan dapat menjauhkan diri dari sikap fatalis."
"Agama harus jadi sumber optimisme dan otorisasi sains jadi referensi utama menghindarkan disinformasi publik," ujarnya.
Anis mengutip dalil yang menyebutkan bahwa Allah Swt. tidak pernah menurunkan suatu penyakit, tetapi juga bersamanya menurunkan obatnya.
Menurut dia, agama menyuruh manusia bergantung pada Sang Pencipta, termasuk mencari kesembuhan dan obat dari penyakit COVID-19 ini.
"Kemudian mengikuti seluruh rekomendasi dokter dan para saintis yang berhubungan dengan penyakit itu."
"Jadi, makna tawakal tidak boleh jadi sumber fatalisme, tetapi justru menjadi sumber optimisme. Di sinilah kita melangkah untuk menghadapi persoalan ini," katanya.
Menurut dia, persoalan paling besar yang dihadapi Indonesia pada dasarnya adalah bukan sekadar pada penyakit baru yang namanya COVID-19, melainkan karena tingkat ketidakpastian akibat begitu banyaknya informasi yang simpang siur.(Antara/jpnn)
Redaktur & Reporter : Ken Girsang