Anny RGoeltom kini benar-benar menjadi "pahlawan" bagi pengguna jasa parkir di seluruh Indonesia
BACA JUGA: Filsafat Hujan dalam Promosi Pariwisata
Berkat perjuangannya yang tidak kenal lelah, semua penyedia jasa parkir tidak bisa semena-mena terhadap konsumenAGUNG PUTU I., Jakarta
MOBIL Toyota Kijang Super lansiran 1994 itu keluar dari areal parkir Supermarket Continent di Jalan Letjen Suprapto, Jakarta Pusat
BACA JUGA: Pecahkan Rekor Bupati Klaten, Siap Dongkrak PAD
Pengemudi mobil lantas menyerahkan karcis parkir kepada petugas parkirBACA JUGA: Menyapa Art Center Melbourne dengan Pesan Cinta
Karcis tersebut sesuai dengan pelat nomor mobil yang menempel di bagian depan.Palang parkir pun diangkatMobil biru tua itu lantas berjalan keluar dari areal parkir supermarket tersebut. Tetapi, salah seorang petugas parkir kagetSebab, pelat nomor mobil yang dipasang di belakang ternyata berbedaDi situ tertulis B 255 SDDia lantas berteriak untuk menghentikan mobil tersebutTetapi, upayanya sia-siaSi pengemudi Kijang sudah menggenjot pedal gas dalam-dalamKabur.
Peristiwa tersebut terjadi sepuluh tahun laluTepatnya 1 Maret 2000Saat itu, mobil milik Anny RGoeltom tersebut raib digondol malingKasus itulah yang kini mencuat dan menjadi berita besar setelah Mahkamah Agung memenangkan gugatan Anny RGoeltom terhadap aturan perparkiran yang berlaku selama iniAturan itu dinilai tidak adil karena hak-hak konsumen diabaikanKonsumen tidak boleh menuntut ganti rugi bila kendaraan mereka hilang di tempat parkir
"Sekarang banyak orang yang ngomongin (kasus hilangnya mobil Anny, Red)Padahal, saya sendiri sudah hampir lupaSoalnya sudah lama," kata Anny saat ditemui Jawa Pos di rumahnya, kawasan Harapan Mulia, Cempaka Baru, Jakarta Pusat, Senin (2/8)Saat bertutur mengenai musibah itu, dia ditemani suami, GTampubolon.
"Tampubolon dan Anny adalah pasangan suami-istri asal Medan yang menikah pada 1969Mereka hijrah ke Jakarta pada awal 70-anDari pernikahan tersebut, sejoli itu dikaruniai lima anak"Semua lahir di Jakarta," tutur Tampubolon yang kini berusia 71 tahun.
"Di Jakarta, Tampubolon bekerja sebagai guru hingga akhirnya menjabat kepala SMPN 19 Mayestik, Kebayoran Baru, Jakarta SelatanDia pensiun pada 1999Anny adalah ibu rumah tangga
Anny menuturkan, saat mobil tersebut dicuri, yang membawa anak bungsunya, Hontas TampubolonKetika itu, Hontas sedang membeli gula jagung di supermarket tersebutMobil diparkir di basementTetapi, 30 menit kemudian, saat akan pulang, mobil itu sudah tidak ada di tempatnyaKetika menanyakan soal itu ke pos tempat mobil keluar, petugas mengakui ada mobil yang keluar dengan nopol B 255 SD di bemper belakang
"Hontas lalu melapor ke petugas keamanan dan polisi yang bertugas di kawasan tersebutMereka sempat menyisir lokasi parkir hingga pukul 23.00Namun, tidak ada mobil yang tertinggal"Padahal, mestinya ada satu mobil yang tertinggal karena si pencuri bisa keluar dengan menunjukkan karcis dan memasang pelat nomor lain di mobil kami," tutur Anny.
Lima hari kemudian, Anny ditelepon staf PT Securindo Packatama Indonesia (SPI), pengelola lahan parkir di Supermarket ContinentAnny, Hontas, dan Tampubolon lantas mendatangi kantor SPI di kawasan Mangga DuaSalah seorang karyawan SPI bertanya, apakah mobil tersebut diasuransikanAnny menggeleng"Kalau tidak diasuransikan, kami nggak bisa bantu," ujar Anny, menirukan pernyataan karyawan SPI tersebut.
"Meski begitu, SPI tetap menawarkan ganti rugi kepada AnnyNamun, jumlahnya sangat kecil bila dibandingkan dengan harga mobil tersebut kala itu (Rp 60 juta, Red)Dia ditawari ganti rugi Rp 5 jutaItu pun bersyarat: Anny harus menyerahkan BPKB (buku pemilik kendaraan bermotor), STNK (surat tanda nomor kendaraan), karcis parkir, plus kunci mobil yang raib itu
Anny bersama suami dan anak menolak keras ajakan "berdamai" dengan syarat ituMereka meminta ganti rugi penuh atas hilangnya mobil tersebutSPI ganti tidak mau mengabulkan"Masak ganti ruginya segitu? Dikira kami ini anak-anak, bisa dibohongi," kata wanita 62 tahun itu, kesal
Suaminya tidak kalah marah"Kalau begitu, kita bawa saja ke pengadilan," ujar lelaki berambut putih kelahiran Taruntung, Sumatera Utara, tersebut.
Musibah itu begitu memukul keluarga AnnySebab, baru setahun suaminya pensiun dari jabatan sebagai kepala sekolah SMPSelain itu, mobil tersebut sangat penting untuk operasi sehari-hari keluarga Tampubolon.
Titik balik pun mereka mulai setelah ituHal itu terjadi secara kebetulanHontas yang menjadi anggota Oratorio, paduan suara yang anggotanya kebanyakan alumni SMAN 1 Jakarta, curhat kepada salah seorang pembina paduan suara itu, pengacara David Tobing.
Hontas menyatakan sedang sedih karena kehilangan mobil milik keluargaDia tidak tahu bahwa David adalah pengacaraTanpa diduga, David bersedia menjadi pengacara keluarga TampubolonDavid langsung bergerakAwalnya, dia melayangkan somasi ke SPITiga kali somasi tidak berbalasPengacara itu kemudian mendaftarkan gugatan ke PN Jakarta Pusat dengan Anny dan Hontas sebagai penggugat
Ibu-anak itu menganggap pengelola parkir lalai dan kurang hati-hati yang mengakibatkan mobil mereka hilang. Dia menggunakan pasal 1366 jo 1367 KUH Perdata plus pasal 4 UU Nomor 8/1999 tentang Perlindungan Konsumen
Anny-Hontas meminta SPI mengganti kerugian Rp 60 jutaGanti rugi materiil Rp 60 juta ditetapkan berdasar harga Toyota Kijang Super keluaran 1994 pada saat itu"Bukti harganya kami lampirkan dalam iklan kolom di koran," ujar Tampubolon.
Setelah melalui proses panjang "hampir sepuluh tahun" PN Jakarta Pusat akhirnya memenangkan gugatan Anny-HontasSPI diminta membayar ganti rugi materiil Rp 60 juta dan imateriil Rp 15 jutaMajelis hakim berpendapat bahwa perjanjian kerja sama pengelola lahan parkir dengan pengguna jasa parkir dilakukan secara sepihakSemua klausul yang ditulis dalam karcis parkir ditetapkan pengelolaPengguna tidak pernah dilibatkanTermasuk klausul yang menyatakan bahwa semua bentuk kehilangan bukan tanggung jawab pengelola parkir.
SPI tidak bisa menerima putusan itu, lantas banding ke Pengadilan Tinggi (PT) DKI JakartaTetapi, PT malah mengamini putusan pengadilan di tingkat pertama dan hanya menghapus denda imateriilSPI tetap tidak bisa menerimaMereka menganggap nama telanjur tercemar
Mereka kemudian mengajukan kasasi ke Mahkmah Agung (MA)Pada 2006, majelis hakim menolak kasasi SPI dan memenangkan Anny-HontasArtinya, MA memperkuat putusan PTKali ini SPI tidak berkutik karena putusan MA mengikatKarena itu, mereka kemudian membayar ganti rugi Rp 60 juta kepada Anny-Hontas
Anny sekeluarga sangat bersyukur atas vonis MA tersebutApalagi pada saat itu Hontas hendak melanjutkan pendidikan ke Denver di Negara Bagian California, Amerika Serikat, selama satu setengah tahun"Uang itu tidak kami belikan mobil lagiTapi buat studi Hontas di Amerika," tutur Tampubolon.
Kendati sudah membayar ganti rugi, SPI tetap tidak bisa menerima putusan ituMereka kemudian mengajukan upaya hukum luar biasa: peninjauan kembali (PK) ke MATetapi, April lalu, MA menolak PK dari SPI dan memperkuat putusan kasasiPutusan itu bersifat final dan mengikat
Putusan tersebut justru menjadi yurisprudensi bagi persoalan serupa. Para pengguna jasa parkir yang dirugikan oleh pengelola parkir bisa mendalilkan putusan MA itu untuk menggugat pengelola parkir agar membayar ganti rugi atas kelalaian mereka.
Berapa biaya untuk berjuang memperkarakan aturan parkir itu" Tampubolon menyatakan tidak banyak keluar duitUntuk biaya administrasi, dia hanya mengeluarkan Rp 1 juta"Yang penting bukan soal nominalnya, namun aturannya yang harus memperhatikan kepentingan konsumen," kata dia(*/c1/ari)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Rahmat Peypers Hidayat, dari Belanda Menemui Ibu Kandung di Lamongan
Redaktur : Tim Redaksi