jpnn.com - JAKARTA - Munculnya wacana agar negara meminta maaf ke Partai Komunis Indonesia (PKI) membuat Gerakan Pemuda (GP) Ansor perlu menyikapinya. Organisasi di bawah Nahdlatul Ulama (NU) itu justru mengharapkan peristiwa 1965 tidak diungkit-ungkit lagi, apalagi sampai membawanya ke Mahkamah Internasional.
Menurut Ketua Umum GP Ansor, Nusron Wahid, peristiwa 1965 yang sudah berlalu setengah abad lalu itu cukup menjadi pembelajaran untuk saling memaafkan dan mencapai rekonsiliasi. Menurutnya, pelajaran penting dari peristiwa 1965 adalah agar tidak ada lagi pemberontakan yang hanya menimbulkan konflik sesama anak bangsa dan menyisakan luka berkepanjangan.
BACA JUGA: Tak Terima Dikaitkan dengan Rini, RJ Lino Laporkan Masinton ke Polisi
Untuk itu, kini yang dibutuhkan adalah kearifan untuk saling memaafkan karena tak realistis jika menggunakan perspektif sosiologis saat ini untuk melihat peristiwa 1965. “Kita butuh kearifan zaman," ujarnya di Jakarta, Rabu (30/9).
Mantan anggota DPR itu mengakui bahwa ada pertumpahan darah baik di kubu Partai Komunis Indonesia (PKI) maupun Nahdlatul Ulama dalam peristiwa 1965. Namun, katanya, justru kini ada hal menggembirakan di kalangan keluarga korban Tragedi 1965.
BACA JUGA: NGERI! Bamsoet Sebut Pemerintahan Jokowi Berpotensi Tumbang Sendiri
Misalnya, ada anak keluarga korban PKI justru kini menjadi aktivis NU. “Malah lebih rajin ibadahnya daripada yang bapaknya NU," tuturnya.
Nusron menegaskan, ada PKI yang jadi pelaku sekaligus korban. Di sisi lain ada juga kalangan nahdliyin yang juga jadi pelaku kekerasan terhadap PKI, tetapi juga menjadi korban aksi partai pimpinan DN Aidit itu.
BACA JUGA: Jokowi dan Buwas Makin Lengket
Karenanya Nusron menyarankan agar wacana tentang perlunya negara minta maaf ke keluarga PKI lebih baik diendapkan. Sebab, di antara korban sudah sama-sama saling memaafkan.
Selain itu jika negara sampai meminta maaf tentu ada tuntuan balik agar PKI juga minta maaf. "PKI juga harus minta maaf atas perilaku makar dan kekerasan yang dilakukan. Ini tragedi kemanusiaan," tegasnya.
Nusron menegaskan, kini justru ancaman kekerasan datang dari konflik di Timur Tengah yang merembet ke Indonesia melalui gerakan-gerakan radikal. Sedangkan ancaman komunisme sudah tidak sekuat dulu. “Komunisme itu bayang-bayang saja. Tapi tetap waspada," ulasnya. (ara/JPG/JPNN)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Soal PKI, Luhut: Kita tak Boleh Jadi Bangsa Pendendam
Redaktur : Tim Redaksi