BACA JUGA: De-Industrialisasi Makin Nyata
Dirut Antam Alwinsyah Loebis mengatakan, saat ini porsi produksi komoditas perseroan memang masih didominasi nikel yang mencapai 78 persenBACA JUGA: RI Tak Mau Dituding Rusak Hutan
Padahal, kata dia, sebelumnya porsi nikel mencapai 89 persenHal itu dilakukan, sambung dia, untuk mengantisipasi melorotnya harga nikel di pasar internasional
BACA JUGA: Harga Minyak Jatuh ke USD 93
”Tapi, semoga saja penurunannya tidak tajam,” ujarnyaPer semester pertama lalu, harga nikel rata-rata mencapai USD 12 per ponDan kini, kata dia, saat ini harganya di kisaran USD 10 -11 per ponMeski demikian, dia masih optimistis profitabilitas ANTM tetap terjagaSebab, perseroan diuntungkan dengan nilai tukar USD terhadap rupiah cenderung menguat”Operasi kita pakai rupiah, sedangkan bayarnya (oleh pembeli) pakai USD,” katanyaDia mencontohkan rugi kurs ANTM sepanjang semester pertama lalu ketika rupiah masih relatif kuat”Saat rupiah masih kuat, ada loss Rp 95 miliarItu rugi kursnya,” jelas AlwinsyahPer semester pertama, laba bersih Antam melorot 49 persen ke posisi Rp 1,465 triliun karena turunnya harga nikelPada paro pertama tahun lalu, laba bersih emiten berkode ANTM itu mencapai Rp2,873 triliun.
Untuk menjaga profitabilitasnya, terang dia, perseroan akan melakukan efisiensi agar profitabilitas tetap terjaga hingga akhir tahun”Pada semester dua, perseroan akan berupaya menurunkan total anggaran sebesar 10 persen,” ujarnyaSepanjang semester pertama, ANTM berhasil membukukan Rp 4,1 miliar dari upaya efisiensi biaya tersebut
Efisiensi anggaran tersebut terutama dilakukan pada bahan dan penambangan bijih nikelPerseroan akan melakukan evaluasi terhadap bahan-bahan yang selama ini menunjang proses produksi, seperti batu bara, tenaga air, dan gas”Saat ini batu bara dipertimbangkan sebagai sumber energi alternatif yang cukup kompetitif untuk pabrik feronikel perseroan,” terangnya
Saat ini kajian untuk proses smart predictive line controller sedang dilakukanKajian ini dilakukan untuk memperlancar penggunaan batu bara agar sesuai dengan kebutuhan energi yang tinggi dari proses produksi feronikel Antam”Diharapkan selesai akhir 2008,” ujarnya.
Sementara itu, Antam juga mengumumkan telah menyelesaikan finalisasi pinjaman dengan Japan Bank for International Cooperation (JBIC) senilai USD 325 juta yang menjadi bagian dalam proyek pabrik Chemical Grade Alumina di Tayan, Kalbar senilai USD 500 jutaDana dari JBIC itu berkontribusi 65 persen terhadap total biaya proyek”Sisanya 35 persen dari ekuitiKita punya 65 persen saham di proyek Tayan itu,” katanya”Biaya proyek itu melonjak karena kenaikan harga minyak beberapa waktu yang lalu,” imbuh Direktur Keuangan ANTM Djaja MTambunan
Alwinsyah menambahkan, pada akhir tahun, semua rincian kebutuhan finansial untuk proyek tersebut telah rampungSehingga, pada tahun depan sudah mulai pembangunan konstruksinya”Dan bisa segera beroperasi pada 2010,” katanyaProyek Tayan itu memungkinkan perseroan untuk mengolah bauksit dalam jumlah besar menjadi chemical grade alumina
Perseroan juga disebut bakal mengakuisisi 71,8 persen saham PT Cibaliung Sumberdaya, produsen emas di Pandeglang, BantenDi sana, Antam sudah punya 5 persen saham”Kita memang ingin mayoritas, tapi tunggu saja duluSekarang sedang dikaji,” katanya(eri/fan)
BACA ARTIKEL LAINNYA... BI Jamin Ketersediaan Likuiditas
Redaktur : Tim Redaksi