jpnn.com, JAKARTA - Pelaku usaha baja lokal dan pemerintah perlu mengantisipasi serbuan produk impor. Sebab, Tiongkok meningkatkan produktivitas industri baja pasca-meredanya Covid-19.
Menurut data BPS semester II Juli 2020, terdapat peningkatan angka impor Baja Lapis Aluminium Seng (BJLAS) dengan titik tertinggi yaitu pada Desember 2020 sebesar 166 persen dibanding bulan sebelumnya.
BACA JUGA: Indonesia Banjir Baja Impor dari China, Ratusan Ribu Karyawan Terancam PHK
Indonesia Zinc Alumunium Steel Industries (IZASI) dan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) mencatat, sejak 2016, industri BJLAS dalam negeri mengalami cedera materiil.
Di antaranya seperti menurunnya kinerja finansial dan pemutusan hubungan kerja pegawai (PHK) akibat serbuan impor yang menyebabkan tidak optimalnya penggunaan kapasitas produksi dan membawa kepada tingkat utilisasi hanya dikisaran 50 persen.
BACA JUGA: Tanpa Perlindungan Pemerintah, Pegawai Industri Baja Terancam Kena PHK Massal
Ketua Komite Anti Dumping Indonesia (KADI) Bachrul Chairi mengatakan, percepatan regulasi trade remedies berupa anti-dumpling BJLAS sangat penting untuk segera disahkan.
Hal itu agar tercapai kesetaraan area bermain (equal level playing field) untuk memberikan kesempatan industri BJLAS dalam negeri sembuh, terlindung dan dapat bersaing secara adil (fair trade).
BACA JUGA: Strategi Memperkuat Industri Baja Nasional di Tengah Pandemi
“Anti-dumping sebagai wujud konsistensi aturan yang berkiblat pada perlindungan industri dalam negeri dari serangan impor yang tidak sehat,” kata Bachrul Chairi, dalam keterangan tertulis, Kamis (4/3).
Menurut Bachrul, hal tersebut merupakan tindakan konkrit untuk mengendalikan impor sekaligus memberikan kesempatan industri baja dalam negeri merencanakan bisnis jangka panjang.
“Itu akan berpotensi kepada penambahan investasi baru,” tandasnya. (jlo/jpnn)
Redaktur & Reporter : Djainab Natalia Saroh