Anton Doni Nilai Pendidikan Kewarganegaraan Tampak Berserakan

Delapan Strategi Pendidikan Kewarganegaraan untuk Menjawab Tantangan Kebangsaan Mutakhir

Rabu, 12 Juni 2019 – 20:25 WIB
Mantan Ketua Presidium PP PMKRI Anton Doni saat diskusi bertajuk “Pendidikan Kewarganegaraan dalam Ruang Tantangan Kebangsaan Mutakhir” di Jakarta, Rabu (12/6). Friederich Batari/JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Mantan Ketua Presidium Pengurus Pusat PMKRI (Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia), Anton Doni Dihen menilai materi-materi pendidikan kewargangeraan tampak berserakan dan tidak terklasifikasi dengan baik. Karena basis pemahamannya mengacu pada penambahan pengetahuan, maka tampak bahwa pada setiap kelas atau jenjang pendidikan yang lebih tinggi selalu ada topik baru.

“Orientasi pendalaman pengetahuan sebelumnya atau penguatan sikap dan komitmen pada nilai-nilai tertentu yang sudah diperkenalkan sebelumnya pada jenjang di bawahnya kurang tampak,” kata Anton Doni saat berbicara dalam diskusi bertajuk “Pendidikan Kewarganegaraan dalam Ruang Tantangan Kebangsaan Mutakhir” di Margasiswa PP PMKRI, Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (12/6) malam.

BACA JUGA: Anton Doni Dorong Penerapan Standar Tinggi Sistem Pendidikan

Selain Anton Doni, hadir juga sebagai pembicara dalam diskusi adalah Akademisi sekaligus Ketua PP PMKRI 1985-1988, Dr. Paulus Yanuar, Pengajar STF Driyarkara Romo Dr. Setyo Wibowo, SJ; dan Sekjen Vox Point Indonesia, Lidya Natalia Sartono serta Thomas Tukan sebagai Moderator diskusi yang merupakan PP PMKRI.

BACA JUGA: Jokowi Diminta Ambil Langkah Besar Peningkatan Kualitas SDM

BACA JUGA: Pembatasan Akses Media Sosial Sebagai Kebijakan Panik, Buka Segera!

Pada kesempatan itu, Anton yang Alumnus Asian Social Institute, Manila, 1997 – 2000 itu menyampaikan delapan strategi pendidikan kewarganegaraan untuk menjawab tantangan kebangsaan mutakhir.

Pertama, pendidikan kewarganegaraan sebagai gerakan kesadaran kebangsaan. Menurutnya, pendidikan kewarganegaraan di tengah tantangan yang besar dan yang terorganisir dengan baik mesti diformat agar memberikan tanggapan yang sebanding.

BACA JUGA: Anton Doni Imbau Jangan Lagi Mengedepankan Narasi Provokatif

“Pendidikan dengan daya tanggap demikian harus diformat sebagai gerakan. Gerakan yang terorganisir dan terorkestra dengan baik. Dengan program yang dikendalikan dengan baik dan denagn kepemimpinan yang baik,” tegas Anton Doni.

Strategi kedua, menurut Anton Doni, gerakan yang multi-media. Gerakan ini antara lain melalui mata pelajaran pendidikan kewarganegaraan, mata pelajaran pendidikan karakter, mata pelajaran pendidikan agama, dan kegiatan lainnya di sekola atau kampus.

Ketiga, gerakan yang kontekstual dan dialogis. Keempat, gerakan yang menunjukkan positioning sangat jelas terhadap berbagai isu.

Kelima, gerakan yang jujur dan adil. Menurut Anton, ketegasan perlu diimbangi juga dengan aspek kejujuran dan keadilan. “Kita harus tegas dalam menindak sikap dan praktik intoleransi dan radikalisme,” katanya.

Keenam, Gerakan yang merayakan takdir keberagaman. Anton mengungkapkan keberagaman merupakan sesuatu yang sulit. Oleh karena itu, berbagai perayaan di sekolah maupun perayaan hari-hari besar keagamaan dan kenagaraan, perlu diberikan bobot sebagai perayaan keberagaman.

Ketujuh, gerakan menyukuri sejarah yang mempersatukan. Menurut Anton, basis kesatuan kita adalah pada persamaan nasib dan semangat antipenjajanan. Oleh karena itu, cerita heroik sejarah di berbagai daerah perlu dikonstruksikan dengan lebih baik.

Terakhir, gerakan pendidikan yang terorganisir denagn kerangka yang lebih baik. Menurutnya, kurikulum pendidikan kewarganegaraan memerlukan pembenahan agar berlangsung dengan kerangka orientasi yang lebih baik dengan kemampuan menjawab kebutuhan-kebutuhan kompetensi yang sesuai dengan kebutuhan,” katanya.(fri/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... People Power dan Menguji Kenegarawanan Prabowo


Redaktur & Reporter : Friederich

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler