Apa yang Sesungguhnya Kau Cari, Qodari?

Oleh Tjipta Lesmana*

Jumat, 25 Juni 2021 – 10:50 WIB
Prof Tjipta Lesmana. Foto: Ricardo/JPNN.com

jpnn.com - Belakangan ini nama Muhammad Qodari menjadi perbincangan di mana-mana, bahkan sempat trending topic di media sosial. Dia adalah orang yang paling getol bermanuver ke sana sini untuk mengegolkan wacana tentang amendemen Pasal 7 UUD 1945.

Pasal itu mengatur pembatasan masa jabatan Presiden RI maksimal dua periode. Namun, Qodari mendorong ketentuan itu diamendemen sehingga seorang Presiden RI bisa menjabat selama tiga periode.

BACA JUGA: Qodari Mengeklaim Gagasan Jok-Pro 2024 dari Rakyat Indonesia

Pemimpin lembaga survei politik itu tidak hanya menyosialisasikan amendemen konstitusi. Qodari juga bermanuver dengan mendeklarasikan Sekretariat Nasional Jokpro2024. Jokpro merupakan akronim dari Joko Widodo dan Prabowo Subianto.

Apa sebab Qodari berpandangan bahwa Jokowi harus menjabat Presiden RI selama satu periode lagi setelah 2024 dan berpasangan dengan Prabowo?

BACA JUGA: Brutus

Qodari beralasan gagasannya itu demi persatuan dan kesatuan bangsa. Dia yakin sekali bahwa persatuan bangsa dan NKRI akan menjadi “almarhum” manakala bukan pasangan Jokowo-Prabowo yang memimpin Indonesia pada 2024-2029.

Atas dasar apa Qodari membangun keyakinan itu?

BACA JUGA: Tiga Jari

Dia mengingatkan kita semua bahwa sebenarnya Indonesia pada Pemilu 2019 sudah pecah menjadi Indonesia Barat dan Indonesia Timur. Namun, Qodari tidak memerinci: siapa yang memimpin Indonesia Barat dan siapa yang memimpin Indonesia Timur.

Kalau mau jujur, perpecahan yang digambarkan Qodari itu tidak ada. Yang terjadi hanya beberapa aksi demo massal dan cukup brutal di depan gedung Bawaslu hingga Tanah Abang Bukit sampai simpang empat Tol Tomang.

Kala itu aparat kepolisian mampu menguasai situasi dengan cepat. Pasukan TNI dalam jumlah besar yang sudah disiagakan di berbagai lokasi strategis di Jakarta dan ‘siap tempur’ pun belum dioperasikan. Pimpinan TNI ketika itu masih percaya pada kemampuan Polri menguasai situasi.

Belajar dari peristiwa Pemilu 2019 yang memang panas dan tegang, Qodari memprediksi “situasi gelap” akan mewarnai Pemilu 2024. Dia berasumsi suksesi 2024 akan menyeramkan jika prosesnya dibiarkan berjalan apa adanya. NKRI akan hancur. Begitulah keyakinan Qodari.

Dari asumsi itulah Qodari menyodorkan gagasannya tentang Jokowi harus berduet dengan Prabowo. Memang, kalkulasi politik di atas kertas memperlihatkan dua tokoh itu menguasai kekuatan besar di parlemen. Jika Jokowi berpasangan dengan Prabowo, bisa jadi nanti musuhnya di Pilpres 2024 cuma kotak kosong.

Hanya saja, impian itu baru bisa diwujudkan jika Pasal 7 UUD 1945 diamendemen. Qodari menganggap ongkos politik mengamendemen UUD 1945 lebih kecil ketimbang biaya politik Pemilu 2024 tanpa keikutsertaan Jokowi-Prabowo.

Rasionalisasinya sederhana sekali: gabungan suara PDIP dan Gerindra ditambah 1-2 parpol kecil sudah selesai.

Namun, ada pertanyaan krusial yang harus diperhitungkan: apakah Megawati Soekarnoputri pasti setuju dengan wacana amendemen UUD 1945?

Dua kader senior PDIP di DPR RI memberitahu saya: PDIP menolak tegas amendemen Pasal 7 UUD 1945!

Dua hari lalu, Ketua DPP PDIP Ahmad Basarah yang juga wakil ketua MPR RI menegaskan bahwa partainya menolak ide tentang presiden bisa menjabat selama tiga periode. Tentu saja Basarah juga punya reasoning untuk penolakan itu.

Mengamendemen Pasal 7 UUD 1945 demi membuka jalan bagi Jokowi menjabat selama tiga periode jelas akan merugikan kepentingan PDIP. Sebab, jika wacana amendemen itu terealisasi, peluang kader PDIP maju sebagai calon presiden bakal tertutup oleh pencalonan Jokowi.

Wacana itu juga kontradiktif dengan berbagai manuver Menteri Pertahanan RI cum Ketua Umum Gerindra Prabowo yang belakangan ini aktif mendekati Megawati. Universitas Pertahanan (Unhan) -sebuah institusi pendidikan di bawah Kementerian Pertahanan- baru saja menganugerahkan gelar Profesor Kehormatan kepada Presiden Kelima RI itu.

Sebelumnya, Megawati meresmikan patung Bung Karno di halaman Kementerian Pertahanan. Sebelumnya lagi, Bu Mega juga meresmikan patung Bung Karno di Lemhannas.

Guru Besar Unhan Prof. Salim Said menyebut itu semua menunjukkan betapa makin dekatnya hubungan politik Bu Mega dan Prabowo. Isu santer yang viral menyebut Prabowo bakal berduet dengan Bu Mega di Pilpres 2024.

Ada juga wacana tentang memasangkan Prabowo dengan Puan Maharani yang notabene putri Megawati. Hal itu bisa dibaca bahwa PDIP menutup opsi mengusung Jokowi untuk Pilpres 2024.

Sevisi dengan PDIP, Partai Demokrat jelas menolak masa jabatan presiden sampa tiga periode. Golkar juga punya sikap yang sama.

Jauh-jauh hari justru Partai NasDem yang melontarkan wacana tentang masa jabatan presiden tiga periode. Narasi yang dikembangkan ialah: kalau rakyat menghendaki, kenapa tidak?

Selaku mantan anggota Komisi Konstitusi MPR, saya ingatkan semua pihak, terutama Qodari, akan pernyataan keras pakar hukum tata negara Prof. Sri Sumantri tentang jangan suka bermain-main dengan UUD 1945. Konstitusi adalah dokumen ketatanegaraan yang amat penting, sehingga mengamendemennya akan selalu membawa konsekuensi serius dan dalam.

Namun, Presiden Jokowi punya posisi menentukan dalam wacana itu. Sejauh ini Jokowi sudah dua atau tiga kali menyatakan sikapnya menolak menjabat presiden lagi setelah 2024.

Hanya saja, sikap Jokowi belum klir. Seyogianya Jokowi bicara sekali lagi dengan sikap yang tegas: “demi Allah, saya tidak bersedia dan tidak berkeinginan untuk jabat presiden lagi setelah 2024. Oleh sebab saya minta kepada semua pimpinan parpol dan wakil rakyat di DPR RI segera menghentikan wacana presiden tiga periode!”

Jika sikap Jokowi tidak begitu tegas, rakyat tentu akan mengira dan mencurigainya diam-diam punya ambisi memperpanjang jabatannya. Oleh karena itu, bola panas kini ada di tangan Presiden Jokowi.

Dalam situasi pandemi Covid-19 yang amat memprihatinkan, perekonomian nasional yang memburuk, angka kemiskinan yang meningkat, dan korupsi yang menggila, sebaiknya Presiden Jokowi segera bertindak: hentikan wacana tentang masa jabatan presiden 3 periode.

Wacana itu, jika dilaksanakan, bisa jadi akan merusak martabat Jokowi sendiri.(***)

*Penulis adalah anggota Komisi Konstitusi MPR 2003-2004 dan Guru Besar Komunikasi Politik UPH


Yuk, Simak Juga Video ini!

BACA ARTIKEL LAINNYA... Jokowi Merespons Wacana Masa Jabatan Presiden Tiga Periode, Tegas!


Redaktur & Reporter : Antoni

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler