jpnn.com, JAKARTA - Selain tindak pidana penipuan, kasus 'tipu-tipu' jual beli daging kerbau yang melibatkan WN India, Sathya Vrathan Bijujuga diindikasikan masuk ke ranah tindak pidana pencucian uang (TPPU).
Apalagi, mengingat uang sebesar Rp 15 miliar itu dialihkan untuk sesuatu yang tidak sesuai dengan kesepakatan, dan diduga dinikmati oleh berbagai pihak lain.
BACA JUGA: JPU Minta MA Vonis WN India Sesuai Tuntutan di Perkara Penipuan Jual Beli Daging
Sang terdakwa Sathya Vrathan Biju ternyata bukan hanya sebagai Direktur PT Indo Agro Internasional (IAI), tetapi juga menjabat presdir di salah satu supermarket ternama berjaringan internasional berinisial L.
Beragam kalangan menyerukan, semestinya dugaan TPPU itu ditelisik.
BACA JUGA: Tak Terima WN India Divonis Setahun Penjara, Jaksa Ajukan Kasasi
Anggota Komisi VI DPR RI Herman Khaeron menegaskan pentingnya pengusutan TPPU dalam kasus tersebut. Apalagi jika memang terindikasi dan menabrak aturan-aturan hukum.
"Iya, TPPU perlu saya kira," tegasnya di Jakarta Senin (9/10).
BACA JUGA: Langgar Izin Tinggal, Dua WN India Dideportasi dari Medan
Menurutnya, setiap kasus yang merugikan harus mendapat perhatian dari aparat penegak hukum. Hal ini harus dilakukan sebagai upaya dan komitmen untuk menertibkan tata niaga ke depannya.
"Jadi setiap pelanggaran yang memiliki dampak dan potensi untuk membuat sistem tata niaga ini menjadi tidak patuh terhadap aturan, maka harus ditindak dengan tegas, termasuk melakukan penegakan hukum melalui pasal-pasal yang terkait dengan TPPU," tandas Herman Khaeron.
Senada, pakar TPPU, Yenti Ganarsih pun mempertanyakan mengapa dalam kasus ini tidak ditelusuri ke mana aliran uang dari hasil penipuan tersebut.
Seharusnya, kata dia, sejak awal kasus ini bisa dikaitkan dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010, tentang Pencegahan dan Pembeberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.
Bahkan, pengadilan pun sama sekali tidak menyinggung perihal pengembalian uang dari penipuan yang dilakukan oleh Biju. Yenti, yang juga Panitia Seleksi Pimpinan KPK, mempertanyakan hal ini.
"Dengan tidak menerapkan TPPU, tentu ini menggambarkan penyidikan terkait tindak pidana penipuan kurang profesional, karena sudah ada UU TPPU terhadap tindak pidana asal penipuan agar kerugian korban bisa dipulihkan," ungkap Yenti pada kesempatan terpisah.
Seharusnya, lanjut dia, dengan menelurusi ke mana larinya uang hasil kejahatan asal itu dan benar-benar terbukti dari hasil penipuan, maka bisa dikembalikan kepada para korban.
"Tidak mungkin akan efektif dengan perintah hakim untuk pengembalian kerugian, karena kasus ini terkait dengan penipuan, bukan korupsi," ungkapnya.
Dirinya pun menduga, ringannya hukuman yang dijatuhkan oleh majelis hakim atas kasus ini juga disebabkan karena disertakannya klausul TPPU.
"Sepertinya TPPU tidak diterapkan sejak awal dan putusan yang dijatuhkan ringan dibanding kerugian Rp 15 miliar tersebut," tutur Yenti.
Lebih lanjut dirinya juga mengingatkan kepada pemerintah untuk lebih tegas dalam mengurusi kuota impor daging. Pasalnya, menurut dia, permasalahan impor sering kali berujung pada kasus hukum.
"Ini perlu diawasi jangan sampai terjadi dan masyarakat baru tahu kalau sudah jadi kasus, meskipun ini berkaitan dengan penipuan," tandasnya.
TPPU Sangat Dimungkinkan
Seperti diketahui, kasus penipuan jual beli daging kerbau dari India ini menyeret Direktur PT Indo Agro Internasional (IAI) Sathya Vrathan Biju, yang juga berkebangsaan India, dan Direktur CV Saebah Karya Beef, Yudi Safari. Keduanya telah ditetapkan sebagai terdakwa.
Sementara itu, kuasa hukum korban PT. Arta Global Sukses, Totok Prasetiyanto meyakini kalau kasus ini memunculkan dugaan kuat adanya tindak pidana lain, yakni TPPU.
Hal itu didasari pada Pasal 3 UU Nomor 8/2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.
"Persis, ada dugaan TPPU. Dalam UU TPPU itu kan uang yang hasil kejahatan apa saja salah satunya kejahatan penipuan," tuturnya.
Lebih lanjut dijelaskan, dalam perkara ini jika nantinya dikembangkan ke arah TPPU, maka yang ditersangkakan bukan lagi Biju seorang, tetapi koorporasi. Dalam hal ini PT Indo Agro Internasional.
Dan menurutnya, hal ini sangat dimungkinkan. Disebutkan pernah ada hakim yang menambahkan klausul TPPU.
"Kalau penyidik paling memungkinkan membuka sprindik soal TPPU baru dalam kasus ini. Kan perkara pokoknya sudah ada. Ini sangat mungkin dilakukan," kata Totok. (dil/jpnn)
Redaktur & Reporter : M. Adil Syarif