jpnn.com, JAKARTA - Ketua Asosiasi Personal Vaporizer Indonesia (APVI) Aryo Andrianto memberikan apresiasi terhadap keputusan Kementerian Keuangan yang tidak melakukan perubahan beban cukai pada Hasil Pengolahan Tembakau Lainnya (HPTL).
Keputusan tersebut dinilai bijaksana dan bisa membantu industri produk tembakau alternatif yang baru mulai untuk beradaptasi.
BACA JUGA: Pemerintah Diminta Beri Insentif Fiskal bagi Produk Tembakau Alternatif
“Kami berterima kasih pada pemerintah yang memperhatikan kelangsungan industri baru ini dengan tidak menaikkan beban cukai atau HJE minimum HPTL. Keputusan ini sangat bijaksana dan membantu industri kami untuk beradaptasi pada ketentuan-ketentuan baru yang dijalankan. Hal ini juga memotivasi kami untuk melakukan evaluasi dan mengembangkan industri baru ini lebih baik lagi,” kata Aryo.
Pada Oktober lalu, pemerintah mengeluarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 152/PMK.010.2019 untuk menaikkan cukai dan Harga Jual Eceran (HJE) rokok, namun pada beleid tersebut tidak terjadi perubahan ketentuan untuk HPTL.
BACA JUGA: BPOM Bisa Merujuk FDA Untuk Awasi Produk Tembakau Alternatif
Aryo menyebut keputusan pemerintah untuk tidak menaikkan beban cukai HPTL sudah tepat. Hal ini karena industri produk tembakau alternatif masih baru mulai dan belum berkembang.
“Ada beberapa faktor, salah satunya karena peraturan ini baru diperkenalkan jadi masih ada pelaku usaha HPTL, yang 90 persen adalah UMKM, belum mendaftarkan usahanya untuk bayar cukai. Kami terus berusaha melakukan sosialisasi kepada teman-teman mengenai kebijakan yang dikeluarkan Ditjen Bea dan Cukai ini,” jelasnya.
BACA JUGA: Nyoman Dhamantra Dukung Kehadiran Produk Tembakau Alternatif di Bali
Dia menambahkan, pemerintah diharapkan menjaga kelangsungan industri baru ini dengan tidak mengeluarkan peraturan yang memberatkan. Sebab, pengenaan tarif cukai maksimal sebesar 57 persen sudah membebani industri.
“Kami mohon pada pemerintah untuk memberikan dukungan dengan tidak melakukan perubahan kebijakan cukai atau menaikkan beban cukai yang harus dibayarkan. Apalagi, menaikkan HJE minimum. Kami minta status quo untuk beberapa tahun ke depan, setidaknya sampai industri ini sudah stabil dan informasi terkait industri dapat dikaji secara komprehensif. Industri ini akan semakin terpuruk jika beban cukainnya naik lagi,” serunya.
Belum berkembangnya industri ini juga ditunjukkan dengan tidak bertumbuhnya jumlah pengguna produk HPTL di Indonesia yang masih stangnan di sekitar satu juta pengguna.
Aryo menjelaskan stagnansi ini lantaran masyarakat tidak mendapatkan informasi yang akurat tentang potensi dari produk tembakau alternatif. Selain itu, banyaknya berita negatif terkait penyalahgunaan narkoba pada rokok elektrik juga memiliki andil dalam hal tersebut.
Kajian ilmiah untuk meluruskan persepsi yang salah tentang produk tembakau alternatif memiliki peran yang krusial. Sejumlah negara, seperti Inggris, Jepang, Jerman, dan Amerika Serikat telah melakukan penelitian pada produk tersebut.
Hasilnya menunjukkan bahwa produk tersebut berbeda dengan rokok karena tidak menghasilkan asap dan TAR.
“Kami siap bersinergi dengan pemerintah dan pemangku kebijakan lainnya untuk melakukan kajian ilmiah bagi produk tembakau alternatif, baik dari sisi kesehatan hingga dampak ekonominya. Kajian ini dapat menjadi data acuan bagi pemerintah sebelum mengeluarkan kebijakan. Kami harap pemerintah tidak mengeluarkan kebijakan tambahan sebelum ada basis data atau kajian yang valid,” pungkas Aryo.
Berkaitan dengan revisi Peraturan Pemerintah Nomor 109/2012 tentang Pengamanan Bahan Yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan, Aryo meminta pemerintah melibatkan pelaku industri.(chi/jpnn)
Redaktur & Reporter : Yessy