Arbi Sanit: Prabowo dan Jokowi Figur Pemimpin Tanggung

Kamis, 09 Oktober 2014 – 21:19 WIB
Arbi Sanit. Foto: ist

jpnn.com - JAKARTA - Pengamat Politik dari Universitas Indonesia (UI), Arbi Sanit mengatakan idealnya sistem demokrasi multi partai, memang harus ada koalisi permanen di antara partai-partai yang ada. Seperti yang dilakukan UMNO di Malaysia. 

Dengan koalisi permanen menurut Arbi, pemerintahan dan stabilitas politik bisa lebih terjaga. "Idealnya, dalam sistem presidensil multi partai memang harus ada koalisi permanen seperti di Malaysia dengan UMNO. Kalau terlalu banyak partai dan masing-masing partai tidak dikelompokkan dalam koalisi, maka politik akan menjadi semakin ramai dan tidak terjaga," kata Arbi Sanit, di Jakarta, Kamis (9/10).

BACA JUGA: Jelang Akhir Tahun, Kapolri Minta Intelkam dan BNPT Makin Waspada

Sayang, lanjut dia, koalisi permanen belum bisa dilaksanakan di Indonesia karena memerlukan sosok pemersatu sebagai pemimpin koalisi. "Kalau sosok Prabowo dan Jokowi sebagai figur pemimpin, masih tanggung dan belum bisa dikatakan sebagai sosok pemersatu. Mereka hanya sosok pemimpin yang sedang-sedang saja yang tidak memiliki kharisma kuat untuk mengikat anggota koalisi di samping kondisi pemimpin partai yang tidak jelas di dalam anggota koalisi itu sendiri," terang Arbi.

Untuk membentuk koalisi permanen menurutnya juga butuh ideologi. Sementara ideologi partai-partai yang tergabung dalam koalisi berbeda bahkan tidak jelas. "Gimana mau bentuk koalisi permanen jika ideologi di dalam masing-masing anggota koalisi berantakan dan tidak jelas. Kalau dikatakan, ideologinya semua sama Pancasila, kenapa mereka tidak jadi satu sekalian saja? Tafsirnya menjadi tidak jelas," ujar Arbi.

BACA JUGA: KPK Dalami Dugaan Korupsi Jero Wacik di Kementerian Pariwisata

Ditegaskannya, tanpa kharisma dan ideologi yang tidak jelas, koalisi yang terjadi di Indonesia hanya menjadi koalisi-koalisi kepentingan elit saja. Koalisi seperti ini tujuannya hanya untuk kekuasaan dan sama sekali tidak berhubungan dengan rakyat.

“Saya melihat pembentukan koalisi yang ada tidak ada urusannya dengan negara. Koalisi hanya menampilkan kepentingan para elitnya saja. Ketika kepentingan elit tidak tercapai maka dia bisa pergi seenaknya dan ketika kepentingannya terakomodir oleh lawan, maka dia akan datangi pihak yang tadinya berlawanan," tegasnya.

BACA JUGA: KPK Bantah Sudah Diamkan Kasus Innospec

Menurut Arbi, ini penyakit yang tidak bisa dihilangkan di partai politik karena tidak memiliki integritas. "Para elitnya serakah, sewenang-wenang. Ini berlaku untuk dua kubu koalisi dengan partai-partainya dan hal itu bisa dibuktikan. Jika kepentingan elite tidak terakomodir, maka partai pun bisa dibelokkan ke koalisi lainnya oleh para elit sebagaimana yang terjadi dengan PPP," ungkapnya.

Begitu juga dengan koalisi Jokowi. Kalau Jokowi berani untuk tidak mengambil elite partai sebagai menteri di kabinetnya, Jokowi pasti akan segera ditinggalkan.

"Coba saja Jokowi tidak ambil elite PDIP, pasti PDIP akan tinggalkan dia, meski mereka sudah menegaskan bahwa koalisi tanpa syarat dan meski Jokowi pendukung utamanya PDIP. Begitu juga dengan Hanura, Nasdem dan PKB, mereka akan lari juga, terlebih para elite ini juga tidak terakomodir di parlemen karena kalah oleh KMP. Ini omong kosong besar," imbuhnya. (fas/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Hashim Dinilai Tak Paham Politik dan Hukum


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler