jpnn.com, JAKARTA - Pengamat politik dari Universitas Indonesia (UI) Arbi Sanit menganggap, negara selalu berhasil melewati setiap pemilihan umum (pemilu) sejak era reformasi tanpa konflik. Namun, Arbi khawatir keberhasilan itu tak terjadi pada Pemilu 2019.
Pesta demokrasi pertama sejak era reformasi terjadi pada 1999. Menurut Arbi, Indonesia sukses melewati Pemilu 1999 tanpa gesekan dan menghasilkan pemerintahan yang membangkitkan perekonomian negara.
BACA JUGA: Kubu Prabowo Dorong Pemilu Berkualitas Tanpa Kecurangan
"Jadi itu pemilu yang bisa membawa orang menyumbangkan karyanya untuk memulihkan ekonomi dengan cepat. Boleh dikatakan itu pemilu yang sukses. Demokrasinya juga hebat," kata Arbi ditemui di sebuah diskusi bertema 'Pemilu 2019 Bebas Konflik, kawasan Sudirman, Jakarta Selatan, Sabtu (23/2).
BACA JUGA: Waketum MUI: Munajat 212 Sudah Melenceng
BACA JUGA: 13 Cara Kerja Strategis untuk Para Saksi Dalam Mengawal Suara
Keberhasilan melewati rangkaian pemilu terjadi pada 2004 dan 2009. Bahkan, ucap Arbi, pemerintahan hasil pemilu 2004 dan 2009 mampu menjaga iklim demokrasi dengan baik.
"Pemerintahan waktu itu juga berhasil menumbuhkan ekonomi Indonesia sampai 6 atau 7 persen. Keamanan dan demokrasi cukup baik. Presidennya cukup sabar diejek dengan kerbau, dia tidak marah. Enggak sampai nangkap orang," ungkap dia.
BACA JUGA: Bersih dari Mantan Koruptor Jadi Modal Kuat PSI
Begitu pun pada Pemilu 2014. Rangkaian pesta demokrasi kala itu memang berlangsung panas. Namun, tak memunculkan konflik antar golongan.
BACA JUGA: Kapitra Ampera: Munajat 212 Bukan Ibadah, Tetapi Kampanye
Kini, Arbi menyimpan kekhawatiran terjadi konflik pada pemilu 2019. Sebab, politisasi agama semakin keras digunakan para kontestan pesta demokrasi.
"Sekarang penggunaan agama mengeras. Di samping itu, kini terdapat upaya keras untuk menguasai sumber kekayaan negara. Jadi, merebut kekuasaan itu dianggap merebut sumber negara sampai menggunakan agama," pungkasnya. (mg10/JPNN)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Ormas Punya Peran Penting Wujudkan Pemilu Damai
Redaktur & Reporter : Aristo Setiawan