jpnn.com, JAKARTA - Anggota Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (Dewas KPK) Artidjo Alkostar meninggal dunia Minggu (28/2) pada usia 72 tahun. Artidjo lahir di Situbondo, Jawa Timur, 22 Mei 1949.
Kabar meninggal dunianya Artidjo Alkostar telah dikonfirmasi Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan Mahfud MD melalui akunnya di Twitter.
BACA JUGA: Innalillahi, Artidjo Alkostar Meninggal Dunia
Artidjo merupakan salah satu dari lima personel Dewas KPK yang dilantik Presiden Joko Widodo alias Jokowi di Istana Negara, Jakarta, Jumat 20 Desember 2019 lalu.
Selain Artidjo, ada pula sosok Albertina Ho, Syamsuddin Haris, Harjono, dan Tumpak Hatorangan Panggabean yang dilantik Presiden Jokowi menjadi Dewas KPK.
BACA JUGA: Artidjo Alkostar Anggota Dewas KPK: Saya tak Boleh Egoistis
Artidjo Alkostar menamatkan pendidikan SMA di Asem Bagus, Situbondo. Selanjutnya, Artidjo menamatkan pendidikan Fakultas Hukum (FH) Universitas Islam Indonesia (UII), Yogyakarta.
Setelah puluhan tahun berkarier sebagai advokat, Artidjo kemudian mengabdikan diri di Mahkamah Agung. Nama Artidjo merupakan sosok yang menakutkan bagi koruptor.
BACA JUGA: Para Koruptor dengan Mudah Dapat Hukuman Ringan Sejak Hakim ini Tak Lagi di Mahkamah Agung
Dia tidak segan memperberat hukuman koruptor yang mengajukan kasasi atau permohonan peninjauan kembali di Mahkamah Agung.
Salah satu terpidana korupsi yang diperberat hukumannya adalah mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum, dalam perkara korupsi penerimaan gratifikasi terkait proyek Pusat Pendidikan, Pelatihan, dan Sekolah Olahraga Nasional atau P3SON Hambalang, Bogor, Jawa Barat.
Anas awalnya divonis Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta delapan tahun penjara. Anas mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi DKI Jakarta.
Hukuman Anas berkurang menjadi tujuh tahun. Pada tingkat kasasi, hukuman Anas malah diperberat 100 persen.
Artidjo menjatuhkan vonis 14 tahun penjara untuk Anas. Ditambah denda Rp 5 miliar.
Tidak cuma Anas. Hukuman politikus Partai Demokrat Angelina Patricia Pinkan Sondakh juga diperberat Artidjo Alkostar. Dari empat tahun menjadi 12 tahun penjara.
Mantan Presiden PKS Luthfi Hasan Ishaaq juga pernah "berurusan" dengan Artidjo Cs. Pada tingkat kasasi, Artijo memperberat hukuman Luthfi dari 16 menjadi 18 tahun penjara.
Selain itu, Artidjo juga pernah menolak kasasi mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar. Dia memperkuat vonis seumur hidup untuk Akil dalam perkara suap pengurusan perkara sengketa pilkada di MK. Sebelumnya, Pengadilan Tipikor Jakarta juga memvonis Akil seumur hidup.
Mantan Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah juga pernah merasakan diperberat hukumannya oleh Artidjo Cs.
Pada tingkat kasasi Atut yang juga politikus Partai Golkar itu divonis tujuh tahun penjara. Sebelumnya, Atut divonis empat tahun penjara.
Artidjo Alkostar pensiun sebagai hakim agung pada 22 Mei 2018 atau di usianya yang ke 70. Dia bersama empat sosok lainnya, kemudian dilantik Presiden Jokowi sebagai anggota Dewas KPK.
Sesaat sebelum dilantik menjadi anggota Dewas KPK di Istana Negara, Artidjo kepada wartawan menegaskan bahwa keberadaan mereka tidak akan menggangu kewenangan lembaga antirasuah itu.
"Tidak (mengganggu). Kami profesional dan proporsional. Proporsional itu penting menjaga keseimbangan supaya lembaga ini sehat dan bekerja baik, sesuai harapan bersama," ucap Artidjo saat tiba di Istana, Jumat 20 Desember 2019 lalu.
Saat ditanya pertimbangannya menerima tawaran Presiden Jokowi menjadi Dewas KPK, Artidjo menjawab bahwa jabatan ini panggilan untuknya.
"Ya panggilan Republik ini, saya tidak boleh egoistis, mungkin kepentingan saya, tetapi kan kalau itu diperlukan kan negara perlu kita bantu. Negara kita kan negara kita bersama," kata dia.
Indonesia Corruption Wacth (ICW) dalam siaran pers, Senin 21 September 2020, memandang koruptor makin merajalela saat sosok seperti Hakim Agung Artidjo Alkostar sudah tidak aktif di Mahkamah Agung (MA).
Hal ini disampaikan ICW berdasarkan banyaknya hukuman koruptor yang disunat MA.
"Saat ini, tak dapat dipungkiri bahwa sosok seperti Artidjo Alkostar tidak lagi tampak di Mahkamah Agung. Maka dari itu para koruptor memanfaatkan ketiadaan Artidjo itu sebagai salah satu peluang besar untuk dapat menerima berbagai pengurangan hukuman di MA," kata Peneliti ICW Kurnia Ramadhan dalam keterangan yang diterima, Senin (21/9). (berbagai sumber/boy/tan/jpnn)
Jangan Sampai Ketinggalan Video Pilihan Redaksi ini:
Redaktur : Boy
Reporter : Boy, Fathan Sinaga