jpnn.com, SEOUL - Amerika Serikat memberikan peringatan keras kepada Korea Utara. Negeri Paman Sam tidak akan segan menggunakan kekuatan militer mereka, andai Korea Utara mengganggu kestabilan Korea Selatan, salah satu negara sekutu AS.
Serangan ke Syria dan Afghanistan menjadi bukti unjuk kekuatan militer AS. Washington mengirimkan 59 rudal penjelajah Tomahawk ke pangkalan udara milik pemerintah Syria di Shayrat, Provinsi Homs, Syria, Jumat (7/4). Untuk Afghanistan, AS mengirimkan GBU-43/B Massive Ordnance Air Blast (MOAB) alias ibu dari semua bom.
BACA JUGA: Keputusan Mengejutkan Trump, Blaaar! Hancur Lebuuur
Senjata pemusnah masal terkuat milik AS itu Kamis malam (13/4) digunakan untuk menghancurkan kelompok militan Islamic State (IS) yang tinggal 600–800 orang saja.
”Selama dua minggu lalu, dunia menjadi saksi mata atas kekuatan dan keteguhan hati presiden baru kami melalui aksi di Syria serta Afghanistan,” ujar Wakil Presiden Amerika Serikat Mike Pence saat berkunjung ke Korsel.
BACA JUGA: Presiden Ghani ke RI, Alangkah Senangnya Bertemu Jokowi
Dalam pertemuannya dengan Hwang Kyo-ahn, presiden sementara Negeri Ginseng, Senin (17/4), Pence minta Pyongyang tidak menguji tekad Presiden AS Donald Trump.
Selain ke Korsel, Pence bakal melawat ke Jepang, Indonesia, dan Australia. Tujuan utama kunjungan tersebut adalah mengingatkan bahwa Trump tidak melupakan negara-negara sekutunya yang telah stabil. Dia menambahkan bahwa AS bakal memperkuat pertahanan Korsel untuk menghadapi Korut. Salah satunya dengan mempercepat instalasi sistem pertahanan misil THAAD.
BACA JUGA: Perdana, Jokowi Jamu Presiden Afghanistan Siang Ini
Sejak berakhirnya perang Korea pada 1953, Korut dan Korsel bisa dikatakan masih berperang. Namun, kedua negara sepakat untuk gencatan senjata. Karena itu, ketegangan dua negara di Semenanjung Korea tersebut terasa hingga kini.
Pence juga menyempatkan diri untuk berkunjung ke perbatasan antara Korut dan Korsel. Yaitu zona demiliterisasi (DMZ), wilayah perbatasan yang dijaga dengan kekuatan dan persenjataan penuh, baik oleh militer Korut maupun Korsel.
Wakil presiden ke-48 AS itu mengungkapkan bahwa AS pernah menerapkan strategi untuk bersikap sabar terhadap Korut. Tapi, pada masa kepemimpinan Trump ini, era tersebut telah usai. ”Semua pilihan sudah dipaparkan untuk mencapai tujuan dan memastikan stabilitas penduduk negara ini,” tegas Pence kepada para jurnalis di DMZ.
Korut saat ini sepertinya mencari sekutu baru. Sebab, Tiongkok yang selama ini menjadi sekutu utamanya mulai diabaikan. Sejak ketegangan di Semenanjung Korea meningkat, Tiongkok memang meminta Korut untuk tak menambah panas situasi dengan melakukan uji coba. Namun, negara yang dipimpin Kim Jong-un itu tidak menggubris.
Diplomat Tiongkok untuk Korut yang mengurusi masalah nuklir Wu Dawei juga diabaikan. Wu sudah berkali-kali meminta bertemu dengan petinggi Pyongyang untuk membicarakan kemungkinan uji coba nuklir di negara tersebut. Namun, permintaan itu tidak pernah dijawab. Kementerian Luar Negeri Tiongkok juga menolak untuk mengungkapkan apakah Wu akan tetap pergi ke Pyongyang.
Kim Jong-un mungkin berang dengan ”kawannya” itu. Sebab, Tiongkok ikut-ikutan mendukung resolusi PBB. Beberapa waktu lalu Beijing bahkan melarang impor batu bara dari Korut. Kontainer-kontainer yang sudah sampai di Tiongkok dikirim ke Korut lagi. Pada perayaan Day of the Sun juga tidak tampak satu pun pejabat tinggi Tiongkok.
Terpisah, Perdana Menteri (PM) Jepang Shinzo Abe juga ikut mendesak Korut agar tak lagi memprovokasi dan menuruti resolusi dari PBB. Termasuk untuk tak lagi mengembangkan senjata nuklir. Abe mengatakan akan membicarakan masalah Korut dengan Presiden Rusia Vladimir Putin saat bertemu akhir bulan nanti. Putin sebelumnya sudah dimintai tolong oleh Tiongkok untuk menenangkan Korut.
Jepang saat ini sudah membahas kemungkinan bahwa negaranya bakal banjir pengungsi jika bentrokan di Semenanjung Korea benar-benar terjadi. Termasuk untuk proses evakuasi dengan menyediakan tempat tinggal dan berbagai hal lain. Dewan Keamanan Nasional Jepang juga sudah membahas cara mengevakuasi sekitar 60 ribu penduduknya dari Korsel.
Di pihak lain, Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov menegaskan bahwa pihaknya tidak bisa menerima tindakan Korut jika sampai uji coba nuklir dilakukan. Namun, dia juga berharap AS tidak mengambil tindakan sepihak terhadap Pyongyang. Sebab, tindakan itu melanggar hukum internasional. (reuters/afp/sha/c11/any/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Ini Ucapan Terima Kasih Afghanistan untuk Polri
Redaktur & Reporter : Adek