jpnn.com - Isu imigran juga memanas di Amerika Serikat (AS). Semua dipicu sikap Presiden Donald Trump yang ingin mempertahankan kemurnian AS lewat semboyan America First. Banyak yang berdiri menentangnya.
’’Kami (AS) adalah bangsa imigran,’’ tegas Michael L. Pandzik, mantan presiden dan CEO National Cable Television Cooperative AS, sebagaimana dilansir Kansas City Star Rabu (31/1).
BACA JUGA: Rezim Assad Diduga Gunakan Gas Sarin, Begini Reaksi AS
Pandzik menyebut dirinya keturunan imigran. Dia dan orang tuanya memang lahir di AS dan berhak menyandang status warga negara AS. Tapi, kakek-neneknya dari garis ayah dan ibu adalah pendatang dari Eropa.
Berdasar Sensus 2013, menurut Pandzik, hanya 2 persen warga AS yang layak disebut sebagai penduduk asli. Yang lain adalah keturunan pendatang alias imigran. Dia menganggap kebijakan kontroversial Trump untuk meminimalkan kedatangan imigran bertentangan dengan nilai-nilai luhur AS.
BACA JUGA: AS, Rusia dan Turki Menebar Maut di Syria
Tak hanya itu, lanjut Pandzik, seperti negara-negara lain yang populasinya didominasi orang tua, AS harus mendorong regenerasi. Dengan angka kelahiran yang rendah, AS bergantung pada imigran.
’’Mereka adalah solusi yang mudah dan masuk akal,’’ ujar pria 72 tahun itu.
BACA JUGA: Tumben, Donald Trump Berbaik Hati ke Pengungsi Syria
Mengutip World Resources Institute, Pandzik menyatakan bahwa AS membutuhkan kelahiran dua bayi dari tiap perempuan agar populasinya stabil. Faktanya, angka kelahiran mentok pada 1,9.
Dalam kolom yang ditulisnya untuk USA Today pada Jumat (2/2), Jennifer Sciubba menegaskan, imigran adalah salah satu kekuatan AS. Khususnya di bidang ekonomi.
’’Tanpa keterlibatan aktif imigran dalam berbagai bidang selama lima dekade terakhir, AS hanya akan menjadi negara biasa dengan nyaris 100 persen populasi kulit putih,’’ jelas dosen studi internasional pada Rhodes College tersebut.
Penduduk AS juga akan menyusut dalam waktu yang jauh lebih singkat. ’’Eropa mengatasi masalah kependudukan dan kekurangan angkatan kerja dengan menyambut imigran. Seharusnya AS pun demikian,’’ ungkap Sciubba.
Satu-satunya negara yang didominasi kaum lanjut usia, tapi menutup diri dari pendatang dan tetap bertahan, menurut Sciubba, adalah Jepang. ’’Jepang menyiasati kekurangan angkatan kerja dengan teknologi,’’ sambungnya.
Mereka juga meningkatkan partisipasi kerja kaum hawa dan warga lanjut usia. Serta, menambah masa kerja dengan mengulur tibanya masa pensiun.
’’Tapi, kebijakan itu sepertinya hanya akan sukses di Jepang,’’ sebutnya.
Terutama di bidang ekonomi. Tapi, di bidang pertahanan dan keamanan, strategi itu tidak bisa diterapkan. Sciubba berharap pemerintahan Trump bisa merevisi kebijakan superketatnya di bidang imigrasi. Sebab, AS membutuhkan imigran untuk bertahan. (hep/c7/pri)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Sebut Trump Chirolita, Maradona Ditolak Masuk AS
Redaktur & Reporter : Adil