Matinya Demokrasi di Kamboja

AS Beri Label Diktator, Tiongkok Malah Jadi Donor

Kamis, 30 November 2017 – 12:30 WIB
PM Kamboja Hun Sen. Foto: Reuters

jpnn.com, PNOM PENH - Kamboja merapatkan diri dengan sekutunya, Tiongkok. Kemarin, Rabu (29/11) Perdana Menteri (PM) Kamboja Hun Sen bertolak ke Negeri Panda tersebut.

Hun Sen tidak sekadar berkunjung untuk mencari dukungan atas pemerintahannya. Dia menawari agar Tiongkok berinvestasi di negaranya sekaligus mencari kucuran bantuan untuk menambal anggaran yang sebelumnya didanai oleh negara-negara Barat.

BACA JUGA: Dengan Bangga, Kim Jong-un Deklarasikan Korut Negara Nuklir

Rencananya, Hun Sen menghadiri pertemuan yang digelar oleh Partai Komunis Tiongkok mulai hari ini hingga Minggu (3/12). Mantan Komandan Khmer Merah tersebut juga dijadwalkan untuk bertemu dengan Presiden Tiongkok Xi Jinping.

’’Tujuan pertemuan itu adalah mendiskusikan bantuan serta investasi dengan Xi dan investor Tiongkok untuk menciptakan lebih banyak lapangan kerja di Kamboja,’’ ucap Sry Thamrong, ajudan Hun Sen, sebelum bertolak ke Tiongkok.

BACA JUGA: Kesenian Indonesia Bius Delegasi Tiongkok

Dia menegaskan bahwa pemerintah Kamboja membutuhkan investor untuk membangun beberapa jembatan di Sungai Mekong, berbagai ruas jalan, kereta api, dan kereta gantung.

Tiongkok selama ini merupakan donor dan sekutu terbesar Kamboja. Sebagai bukti, saat berbagai negara mengkritik Hun Sen dan melabelinya sebagai diktator, Tiongkok justru memberikan dukungan. Versi Tiongkok, yang dilakukan Kamboja adalah usaha untuk melindungi stabilitas politik.

BACA JUGA: Ledakan Misterius Guncang Ningbo, Polisi Ogah Buka Mulut

’’Tiongkok yakin pemerintah Kamboja bisa memimpin rakyatnya untuk mengatasi tantangan di dalam dan luar negeri serta akan menggelar pemilu tahun depan dengan lancar,’’ ujar Menteri Luar Negeri Tiongkok Wang Yi pekan lalu saat menanggapi pembubaran Cambodia National Rescue Party (CNRP) milik oposisi.

Kamboja memang harus bermanuver agar ada bantuan lain yang masuk ke negaranya. Sebab, setelah CNRP bubar dan tokoh-tokoh oposisi ditangkap, Kamboja mendapatkan tekanan dari banyak pihak.

Amerika Serikat (AS) bahkan langsung menjatuhkan sanksi dengan menghentikan bantuan untuk penyelenggaraan Pemilu 2018. Pemilu itu sudah pasti dimenangkan oleh Hun Sen karena tidak ada lawan lainnya.

Bantuan Negeri Paman Sam untuk pemilihan kepala daerah tahun ini dan pemilu nasional tahun depan tersebut mencapai Rp 24,3 miliar. AS masih berencana menjatuhkan sanksi-sanksi lainnya.

Sementara itu, Uni Eropa (UE) tengah mempertimbangkan menghentikan kebijakan bebas pajak untuk produk-produk Kamboja yang diekspor ke negara-negara Eropa.

’’AS tengah meninjau kembali hubungannya dengan Kamboja pasca pembubaran CNRP,’’ kata William Heidt, duta besar AS untuk Kamboja, saat diwawancarai oleh Voice of America kemarin.

Alasan untuk meninjau ulang hubungan dan kebijakan dengan Kamboja tidak hanya disebabkan CNRP. Menurut Heidt, selama 2 tahun ini, pemerintah Kamboja telah mengirimkan sinyal yang jelas bahwa mereka tidak ingin menjalin hubungan baik dengan AS.

Misalnya saja, dengan menangguhkan latihan militer bersama dan membatalkan program Seabees Navy yang dijalin sejak lama. (Reuters/The Phnom Penh Post/sha/c20/any)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Polisi Tiongkok Rusak Pesta Model Lingerie Victorias Secret


Redaktur & Reporter : Adil

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler