jpnn.com, RAKHINE - Jumlah warga Rohingya yang kehilangan nyawa saat melarikan diri dari Negara Bagian Rakhine, Myanmar, ke Bangladesh terus bertambah.
Kamis malam (28/9) perahu yang ditumpangi puluhan warga Rohingya terbalik di Teluk Benggala.
BACA JUGA: Tak Bisa Mengungsi, Sehari-hari Cuma Makan Daun
Berdasar data dari International Organization for Migration (IOM), 23 orang dipastikan tewas, 40 orang hilang, dan hanya 17 orang yang berhasil selamat.
"Istri saya, dua anak saya, dan cucu saya termasuk korban tewas," ujar Abdul Kalam saat mengubur jenazah keluarganya kemarin (29/9).
BACA JUGA: Perempuan Rohingya Diperkosa Tentara secara Brutal
Sepekan lalu sekelompok penduduk Buddha yang bersenjata mengambil ternak dan makanan mereka.
Penduduk desa juga dipanggil ke kantor militer. Pihak militer mengintimidasi mereka dengan menyatakan bahwa tak ada orang Rohingya di Myanmar.
BACA JUGA: Indonesia Kirim Bantuan untuk Etnis Rohingya di Myanmar
Mereka akhirnya lari lewat jalur laut. Mereka naik kapal di Sungai Naf yang memisahkan Myanmar dengan Bangladesh.
Kapal memutar ke Teluk Benggala untuk menuju kamp pengungsian di Cox's Bazar, Bangladesh.
Nahas, saat itu turun hujan dan mungkin ombak sedang tinggi sehingga perahu yang mereka tumpangi terbalik.
Para korban ditemukan terdampar di Patuwartek, sekitar 8 kilometer dari Pantai Inani, Distrik Cox's Bazar.
Klaim para pengungsi bahwa mereka diisolasi dan kehabisan bahan pangan di Rakhine, Myanmar, sepertinya bukan isapan jempol.
Sebab, lima korban selamat menderita malanutrisi akut.
Duta Besar AS untuk PBB Nikki Haley menegaskan bahwa kesempatan bagi Myanmar untuk membicarakan krisis di Rakhine secara diplomatik sudah usai.
"Negara mana pun yang saat ini menyediakan senjata untuk militer Myanmar harus menghentikan aktivitasnya sampai ada langkah-langkah memadai yang diambil," tegasnya dalam rapat di Dewan Keamanan (DK) PBB pada Kamis (28/9).
Itu adalah kali pertama AS meminta militer Myanmar dihukum. (Reuters/AlJazeera/sha/c11/any/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Salut! Inggris Stop Bantuan untuk Militer Myanmar
Redaktur & Reporter : Natalia