Asing Halangi BUMN Strategis Jadi Industri Militer Tangguh

Senin, 23 Februari 2009 – 19:32 WIB

JAKARTA – Ruginya Badan Usaha Milik Negara (BMUN) strategis disinyalir bukan semata-mata karena kurangnya orang yang mampu secara manajerial mengelolanya menjadi perusahaan yang profitMenteri Pertahanan (Menhan) Juwono Sudarsono justru mensinyalir adanya negara asing maupun principal dari luar negeri yang tidak senang jika BUMN strategis milik Indonesia berkembang menjadi insurti militer yang disegani.

Hal itu sidampaikan Juwono pada pada rapat kerja dengan Komisi I DPR, Senin (23/2)

BACA JUGA: Polri Galakkan Operasi Preman Pemukiman

"Soal BUMN strategis untuk industri militer, kita harus sadar ada negara asing yang mau mencegah itu timbul
Ada negara yang ingin mengganjal," ujar Juwono.

Meski tidak menyebutkan negara mana yang mengganjal tumbuhnya BUMN strategis, namun Juwono memberikan contoh tentang adanya principal yang sengaja mengganjal ketika Habibie mencoba mengurus sertifikasi pembuatan persawat terbang bagi PT Dirgantara Indonesia (PT DI) ke Federal Aviation Administration (FAA)

BACA JUGA: Capres Golkar Ditetapkan Setelah Pileg

"Pengalaman kita dengan Pak Habibie, mau dapat serifikat membuat pesawat dari FAA saja gagal karena ada principal yang mengganjal," ujarnya.

Lebih disayangkan lagi, imbuh mantan Gubernur Lemhanas ini menyebutkan, di dalam negeri sendiri masih sedikit orang yang mampu secara manajerial mengelola BUMN strategis agar menjadi perusahaan yang menguntungkan
"Kita punya orang yang baik di segala bidang

BACA JUGA: Hidayat Ogah Hanya Dinominasikan Cawapres

Yang belum kita punya adalah orang yang secara manajerial mampu membina BUMN strategis secara baik sehingga professional dan menguntungkan," tandasnya.
 
Padahal, kata Juwono, Indonesia banyak memiliki ahli maupun peneliti yang dapat dimanfaatkan untuk bekerja di BUMN strategisSayangnya, para ahli dan peneliti itu justru lebih memilih bekerja di luar negeri dan tersebar di berbagai Negara seperti Amerika, Jerman, Jepang hingga Singapura dan Malaysia.

 Menurut Menhan, pemerintah agak kesulitan memanfaatkan keahlian pemegang paspor Indonesia yang kirni bekerja di Negara lain sebagai peneliti maupun pakarAlasannya, jika ditarik ke Indonesia, maka jelas penghasilan sebagai peneliti akan jauh berkurang ketimbang bekerja di luar negeri.

"Banyak putra-putra terdidik yang dulu dikirim Pak Habibie ke JermanKata kuncinya, apa kita bisa memberi imbalan wajar yang profesiona kepada para terdidik ini karena mereka sudah bekerja professional,"  imbunya.

Meski demikian Juwono juga menegaskan bahwa pemerintah tengah mengkaji dan menginventarisir putra-putri Indonesia di luar negeri yang telah menjadi expert di bidang masing-masing.  Bersama Menteri BUMN, Menteri Perindustrian dan Menristek, Dephan tengah melakukan kajian agar expert asal Indonesia di luar negeri bisa dimanfaatkan.

Menanggapi pernyataan Menhan, Wakil ketua Komisi I DPR Yusron Ihza Mahendra justru mempertanyakan ketidakmampuan BUMN strategis menjadi industri militer yang disegani sekaligus menguntungkan"Mengapa India dan Pakistan atau China bisa?" ujar Yusron mencoba membandingkan Indonesia dengan keberhasilan di India dan China dalam mengembangkan industri militer.

Dalam raker yang dipimpin Ketua Komisi I DPR Theo L Sambuaga ini, Yusron menilai pemerintah Indonesia tidak tegas dalam memilih partner strategis"Harus jelas pijakan kita dalam strategi memilih partner, apakah Rusia, China, Amerika," tandasnya.

Sedangkan anggota Komisi I DPR dari Fraksi PAN Abdillah Thoha, mengkritik rencana Menhan mengkaji dan menginventasrisir para ahli asal Indonesia di luar negeriAlasannya, kajian itu juga harus dibarengi dengan rencana yang rinci dan menyeluruh untuk tahap 10 hinga 25 tahun ke depan.

"Kajian itu sah-sah sajatetapi perlu planning yang baikBukan sekedar studi, tetapi planning yang detail kita mau buat apa, berapa dan bagaimana dari segi teknis maupun manajerial," tandasnya.(ara/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Puluhan Mahasiswa UMI Kunjungi MK


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler