Asing Masih Bermain di Hutan Indonesia

Kepentingannya Masuk lewat Regulasi dan Hibah

Kamis, 13 Januari 2011 – 07:01 WIB

JAKARTA – Belum selesai polemik Rancangan Inpres (Rinpres) soal perizinan Kehutanan yang disiapakan oleh Ketua UKP4 Kuntor Mangkusubroto, pemerintah agaknya lagi-lagi terlena oleh janji hibah Pemerintah Norwegia sebesar USD 1 miliar soal moratorium hutanPadahal janji hibah tersebut bisa dipastikan hanya bohong belaka

BACA JUGA: UKP4: Masih Ada yang Dapat Rapor Merah

Kalangan politisi DPR dan pengusaha lokal menilai, banyak kepentingan asing bermain untuk Hutan Indonesia


Anggota Komisi IV DPR Viva Yoga Mauladi kepada INDOPOS (grup JPNN), mengungkapkan, Letter of Intent (LoI) antara pemerintah Indonesia dan Norwegia tentang moratorium hutan hendaknya tidak perlu ditanggapi serius

BACA JUGA: Setahun, 1.965 Nyawa Buruh Melayang

Selain karena LoI merupakan level terendah dalam perjanjian internasional, hibah sebesar USD 1 miliar yang dijanjikan pemerintah Norwegia itu bisa dipastikan hanya janji palsu


“Tidak ada sanksi hukum internasional sedikitpun jika moratorium tidak dijalankan pemerintah Indonesia

BACA JUGA: Marzuki Janji Serahkan Kasus RJA ke KPK

Apalagi, hibah yang dijanjikan Norwegia itu juga hanya janji-janji manis yang palsu,” tukas anggota Komisi IV DPR Viva Yoga Mauladi kepada INDOPOS di Jakarta, kemarin (12/1).

Karena itu Wakil Ketua Fraksi PAN di DPR ini menegaskan, pemerintah sebaiknya tidak terlalu serius mematuhi moratoriumSebab, kata dia, tanpa LoI pun, Indonesia sudah menjalankan perannya dalam penyelamatan lingkunganTerutama dalam pengelolaan hutanLebih lanjut, Viva juga meminta pemerintah agar lebih mengakomodir kepentingan rakyat ketimbang mematuhi kepentingan asing

“Pemerintah harus lebih pro ke rakyatNegara yang paling bertanggungjawab menjaga lingkungan adalah negara-negara maju, bukan IndonesiaJadi, kalau ada yang pihak yang menekan pemerintah melaksanakan moratorium, itu sudah pasti dipesan oleh kepentingan asing,” ujar dia.

Sementara masih terkait persoalan hutan dan lingkungan, Viva yang kerap aktif mengkritisi kebijakan pemerintah dalam bidang kehutanan itu, juga mempertanyakan Rinpres tentang Penundaan Pelayanan dan Penerbitan Ijin Baru pada Hutan Primer dan Sekunder, serta Lahan Gambut pada Kawasan Hutan dan Area Penggunaan Lain (APL) yang disiapkan Unit Kerja Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4), pimpinan Kuntoro Mangkusubroto

“Soal hibah saja jadi polemik, ini muncul masalah baru lagiSaya heran kenapa bukan Kementerian Kehutanan yang menyiapkannyaApa hubungannya dengan Pak Kuntoro, saya rasa yang lebih pas adalah Menteri KehutananWajar saja jika muncul kecurigaan dari anggota DPR bahwa ini bagian dari pesanan asing,” katanya

Hal senada juga diungkapkan Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia Sofyan Wanandi yang mempertanyakan Rinpres versi Kuntoro“Dulu Menhut bilang, yang dapat izin jalan terusTapi kalau Inpres itu dijalankan, berarti tidak ada kepastian hukum lagi di negeri ini,” tukas Sofyan WanandiMenurut Sofyan, jika Inpres diterapkan, kesepakatan moratorium Oslo antara pemerintah Indonesia dan Norwegia juga akan menjadi kabur

Seperti diketahui, moratorium Oslo hanya berlaku dua tahun,  sejak 1 Januari 2011 hingga 31 Desember 2012Intinya, moratorium merupakan kebijakan menghentikan sementara pengeluaran izin pengelolaan hutan primer dan kawasan gambut.

Anehnya, dalam Rinpres versi Kuntoro disebutkan, penghentian izin pengelolaan hutan primer, hutan sekunder, lahan gambut pada kawasan hutan dan areal penggunaan lain bisa “diperpanjang” hingga batas waktu yang tidak ditentukanKata “perpanjangan” yang dimaksudkan Kuntoro mengindikasikan pemerintah tidak memberikan rasa kepastian hukum terhadap pemegang izinDengan demikian, menurut Soyfan, rencana penerbitan Inpres pada prinsipnya sudah keliru karena bertentangan dengan kesepakatan moratorium.

Selain itu, Menhut dan kebijakan kehutanan membatasi moratorium hanya hutan primer dan kawasan hutan gambutNamun Kuntoro lebih mengikuti pesanan perusahaan asing dan LSM asing untuk memasukkan hutan sekunder dan area penggunaan lain (APL)Parahnya lagi, sambung dia, sosialisasi terhadap rancangan Inpres itu tidak dijelaskan dengan baik, sehingga ada kesan pemerintah tidak berkoordinasi

“Sosialisasi Inpres harus betul-betul dijelaskan, tapi menurut saya prinsipnya saja sudah tidak benarIni menunjukkan pemerintah tidak berkoordinasi dengan benar,” paparnya.Dirinya menjelaskan, minimnya koordinasi di kalangan pemerintah akan menimbulkan tidak adanya kepastian hukum, hingga membuat pengusaha takut berinvestasi

Bahkan, Sofyan mengaku bingung, pihak mana yang harus dipatuhi pengusaha“Yang begini akhirnya membuat pengusaha tidak ada kepastian, orang yang mau investasi jadi malasKuntoro dan Menhut lain-lain omongannyaSetiap ada putusan, malah dijalankan sendiri-sendiriJadi siapa yang berwenang sebenarnya, sudah tidak tahu lagi,” kesal dia.

Ditegaskan Sofyan, kewenangan merancang dan menerapkan kebijakan pada prinsipnya berada di pihak eksekutif“Seharusnya itu dilakukan oleh Menhut, karena Kuntoro bukan pejabat eksekutif,” tandasnya.

Lebih lanjut dia memaparkan, dampak ketidakpastian hukum tidak saja akan merugikan pengusaha, tetapi akan berdampak luas pada perekonomian nasionalKontribusi yang disumbangkan perusahaan terhadap pemerintah dipastikan akan menurun“Yang jelas, dampaknya terasa sekali apalagi di sektor kehutananKemiskinan dan pengangguran akan makin sulit dikurangi,” katanya(dms)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Putusan MK Pulihkan Fungsi Kontrol DPR


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler