jpnn.com, JAKARTA - Perpu Cipta Keja terkait jaminan produk halal telah menggeser pola simbiotik antara wilayah agama dan negara yang harmonis ke pola integralistik, dengan mengambil alih peran agama ke dalam institusi negara.
Demikian dinyatakan Asrorun Niam Sholeh dalam pidato ilmiah pengukuhan Guru Besar Bidang Ilmu Fikih UIN Jakarta di Auditorium Utama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Rabu (22/2/2023).
BACA JUGA: Baleg DPR Sepakati Perpu Cipta Kerja jadi Undang-Undang, Kemnaker Sampaikan Apresiasi
Lebih lanjut Niam menyatakan pendekatan simbiotik meniscayakan harmoni antara fatwa keagamaan dengan kebijakan negara. Masing-masing memiliki wilayahnya.
Wilayah substansi agama menjadi ranah lembaga agama yang punya kewenangan. Sementara negara bertugas mengadministrasikan urusan agama agar dapat dilaksanakan secara baik serta dapat terwujud kemaslahatan dan ketertiban.
BACA JUGA: Demi Ekonomi, Perpu Cipta Kerja Memiliki Momentum Disetujui DPR
Namun, setelah lahirnya Perpu Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja, khususnya terkait Jaminan Produk Halal, ada pergeseran pola relasi simbiotik yang menjadi konsensus berbangsa dan bernegara, dengan pembentukan komite fatwa oleh negara.
Pasal 33A dan 33B Perpu mengatur Penetapan kehalalan Produk untuk UMK yang melalui jalur self declare dilakukan oleh Komite Fatwa Produk Halal, yang dibentuk dan bertanggung jawab kepada Menteri.
BACA JUGA: Sekjen Kemnaker Meyakini Perpu Cipta Kerja Solusi Hadapi Dinamika Ekonomi Global
Aturan ini, jelas Niam, menggambarkan bahwa negara masuk dalam wilayah agama dengan membentuk institusi negara yang bertugas menentukan hukum agama.
"Dalam paradigma hubungan agama dan negara sebagaimana digambarkan di atas, Perpu telah menggeser paradigma simbiotik menjadi paradigma integralistik; di mana negara mentake-over peran agama dalam penetapan kehalalan produk," tegasnya.
Akankah, dengan Perpu ini negara akan bergerak menjadi negara teokrasi?
"Saya yakin tidak. Bisa jadi ini bagian dari kesalahan kalkulasi dalam penyusunan materi muatan Perpu. Bahkan patut diduga, perubahan norma baru dalam Perpu ini merupakan penyelundupan hukum mengingat tidak ada kegentingan yang memaksa terkait penyelenggaraan sertifikasi halal sehingga membutuhkan komite fatwa. Karenanya, perlu ada rekonsolidasi," tambahnya.
Hadir dalam pengukuhan Guru Besar tersebut Wakil Presiden KH Ma'ruf Amin, Menteri PANRB Abdullah Azwar Anas, Wakil Menteri Agama Zainut Tauhid Saadi, Sekretaris Umum PP Muhammadiyah Abdul Mu'ti, Ketua Umum Al-Irsyad al-Islamiyah Faishal Madhi, Ketua KPAI Ai Maryati, Ketua KPPU Afif Hasbullah, Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron, Sekretaris Jenderal MUI Amirsyah Tambunan, Kapala BKN Haria Bima, Wakil Ketua Komnas HAM Abdul Haris Semendawai, para pejabat tinggi utama dan madya serta pratama, dan puluhan rektor perguruan tinggi.(dkk/jpnn)
Redaktur : Budianto Hutahaean
Reporter : Muhammad Amjad