jpnn.com - SERANG - Dana bantuan sosial tidak terencana Pemprov Banten tahun anggaran 2014 senilai Rp 9,8 miliar yang dikelola Biro Kesejahteraan Rakyat diduga dimakan pejabat korup. Padahal, uang tersebut dimaksudkan untuk membantu masyarakat berisiko sosial yang sebagian besar adalah anak yatim.
Dari data yang dihimpun Radar Banten, anggaran bansos itu menyasar 3.412 warga. Rinciannya, 2.357 anak yatim, 549 orang dengan HIV/Aids (Odha), 398 penderita gizi buruk, 10 korban bencana kebakaran, 91 korban kekerasan, 6 orang pengobatan, 1 penderita lumpuh. Mereka semua tersebar di kota dan kabupaten se-Provinsi Banten. Masing-masing orang menerima Bansos di kisaran Rp 2,5 juta sampai Rp 3 juta.
BACA JUGA: Pemerintah Jepang Pantau Abrasi Pantai Kuta
Pengalokasian anggaran sendiri dituangkan dalam tiga Surat Keputusan (SK) Gubernur Banten. Anehnya, tanda tangan yang tertera di semua SK itu adalah milik Irvan Santoso selaku kepala Biro Kesra yang bertindak atas nama; Plt gubernur Banten ketika itu.
Seorang sumber yang identitasnya dirahasiakan Radar Banten membeberkan, awalnya ada sekitar Rp 2,7 Miliar dana bansos tidak terserap. Dari jumlah itu, sebanyak Rp 1,2 miliar dikembalikan ke kas daerah.
BACA JUGA: Dituduh Tak Senonoh Sama Karyawan, Si Bos Minta Wartawan Tunda Berita
Otomatis, sisa dana sebesar Rp1,5 miliar menjadi pertanyaan sekaligus temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Provinsi Banten. Lalu, temuan BPK Banten ditindaklanjuti dengan membuat laporan surat pertanggung jawaban (SPJ) yang diduga fiktif.
Sumber tadi juga mengatakan, pengelolaan Bansos tidak terencana 2014 bukan hanya bermasalah dalam laporan pertanggungjawaban keuangan, tapi juga dalam penyalurannya. Diduga sebagian besar dana Bansos tidak terencana masuk kantong pribadi oknum pejabat di Biro Kesra Pemprov Banten.
BACA JUGA: Pemerintah Kelamaan, Warga Dieng Swadaya Bangun Jalan
Hasil penelusuran Radar Banten di BPK menemukan data versi lain. Berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK-RI atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) Provinsi Banten Tahun 2014, bansos tidak terencana menjadi temuan BPK. Dimana pengeluaran bansos tidak terencana senilai Rp 9,8 Miliar tidak didukung kelengkapan dokumen.
Dalam dokumen LHP BPK, temuan nomor 18 menyebutkan, kelengkapan dokumen pengajuan dan laporan penggunaan bansos kepada individu dan/atau keluarga yang tidak terencana sebesar Rp 8.663.000.000 tidak ada. Selain itu, realisasi belanja bansos tidak terencana TA 2014 disajikan lebih tinggi sebesar Rp 1.104.000.000.
BPK kemudian merekomendasikan temuan tersebut untuk ditindaklanjuti dengan memerintahkan Sekda agar menginstruksikan kepada kepala Biro Kesra supaya meminta laporan pertanggungjawaban penggunaan dari para penerima bansos dan/atau melakukan penarikan dana bansos yang belum dilaporkan penggunaannya sebesar Rp 8.663.000.000 serta menyetorkannya ke kas daerah.
Tidak lengkapnya laporan pengelolaan bansos tidak terencana 2014 diduga karena jumlah penerima lebih sedikit dibandingkan jumlah bantuan yang keluar. Sehingga ada dugaan terjadi penggelapan.
Sementara, dalam laporan keuangan Biro Kesra, serapan bansos tidak terencana mencapai Rp 9,76 miliar. Akibatnya pengelolaan keuangan di Biro Kesra menjadi temuan BPK. Setelah menjadi temuan BPK, Biro Kesra pun langsung memperbaiki kelengkapan dokumen pengajuan dan laporan bansos.
Masih menurut pengakuan sumber Radar Banten, dalam laporan penggunaan bansos akhir tahun 2014, Biro Kesra melaporkan serapan sebesar Rp 8,66 Miliar. Namun laporan itu dipermasalahkan BPK lantaran tidak didukung bukti dokumen pengeluarannya.
"Saya ingat Biro Kesra mendapat surat dari BPK terkait temuan itu pada Mei 2015, kemudian Kepala Biro Kesra menyusun kembali laporan sesuai rekomendasi BPK. Saya tidak tahu isi laporan yang kedua itu," katanya.
Karena waktu perbaikan laporan hanya dua bulan, sementara proses penyaluran Bansos pada 2014 banyak tidak sesuai aturan, Kepala Biro Kesra Irvan Santoso sempat membentuk tim khusus menindaklanjuti temuan BPK itu.
"Tapi saya tidak ikutan, yang jelas selama dua bulan itu, laporan tindaklanjut temuan BPK sudah selesai. Tapi di kantor sempat rame karena banyak tandatangan calon penerima Bansos yang dipalsukan demi menindaklanjuti temuan BPK tersebut," ungkapnya.
"Yang mengurus soal penyusunan laporan perbaikan pengeluaran Bansos tidak terencana 2014 langsung bendahara," sambungnya.
Saat dikonfirmasi, Kepala Biro Kesra Setda Pemprov Banten Irvan Santoso mengklaim temuan tentang laporan pengeluaran bantuan sosial tidak terencana tahun 2014 telah ditindaklanjuti sesuai rekomendasi BPK pada 2015 lalu. "Temuan tersebut sudah kita tindaklanjuti semua," katanya.
Irvan menambahkan, tindak lanjut temuan BPK tersebut termasuk pengembalian ke kas daerah. Langkah itu sudah diselesaikan pada masa 60 hari sejak LHP BPK diserahkan ke pemprov.
"Jadi kelengkapan dokumen pengajuan dan laporan penggunaan Bansos telah kami tindaklanjuti, termasuk temuan laporan yang disajikan lebih tinggi sebesar Rp 1,1 miliar sudah kami kembalikan ke kas daerah tahun 2015," jelasnya.
Terkait tiga SK Gubernur tentang daftar penerima bantuan sosial tidak terencana 2014 yang ditandatangani oleh Kepala Biro Kesra Irvan Santoso atas nama Plt Gubernur Banten, Radar mengonfirmasi hal itu kepada Kepala Biro Hukum Setda Banten Agus Mintono.
Menurut Agus, sepanjang telah dilakukan pendelegasian, SK bisa ditandatangani atas nama gubernur. "SK Gubernur dapat ditandatangani oleh Kepala SKPD/Badan, tapi harus ada pendelegasiannya," kata Agus. (mg-12/asp/dil/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Potowayburu, Keindahan Tersembunyi di Ujung Barat Mimika
Redaktur : Tim Redaksi