jpnn.com, JAKARTA - Direktur Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian Kementerian Pertanian Pending Dadih mengatakan, asuransi pertanian dan peternakan sangat penting dan membantu petani serta peternak.
Pasalnya, asuransi tersebut mampu menanggung risiko dari sisi ekonomi dan psikologis.
BACA JUGA: Tiga Cara Pertamina Jamin Ketersediaan Elpiji 3 Kg
"Dampaknya, usaha tani yang gagal panen dapat ditekan kerugiannya sehingga mereka akan semakin merasa lebih tenang dalam mengembangkan usaha tani dan ternaknya," ujar Pending, Sabtu (9/12).
Di sisi lain, mekanisme pembayaran klaim asuransi petani juga mudah. Hal itu memungkinkan petani memiliki modal untuk melanjutkan usaha taninya. Dengan begitu, kelangsungan usaha dapat terjamin walaupun petani mengalami gagal panen.
BACA JUGA: Sapi Belgian Blue Lahir Lagi
"Akuntabilitas usaha tani juga menjadi lebih baik karena adanya kontrol dari penyuluh dan petugas asuransi. Hal itu berlanjut adanya kepercayaan
dari lembaga keuangan baik perbankan atau lembaga keuangan lainnya dalam mengakses sumber pembiaayaan karena adanya kepastian upaya mitigasi risiko jika terjadi," jelasnya.
BACA JUGA: Jadikan Kedelai Nasional Primadona Melalui Branding
Indonesia sebenarnya terhitung tertinggal dalam penerapan asuransi pertanian. Di beberapa negara ASEAN seperti Vietnam, asuransi pertanian telah dimulai sejak 1982.
Pada 2010, hampir seluruh areal pertanian telah di-cover asuransi. Awalnya, pada 2010, pemerintah Vietnam tidak memberikan subsidi premi bagi petani.
Namun, pada 2012, pemerintah memberikan subsidi premi dari 50-100 persen tergantung kondisi dan tipe petani.
Untuk petani miskin dan buruh tani yang sangat membutuhkan bantuan, subsidi premi bisa mencapai 100 persen.
Di Thailand, asuransi gagal panen pertanian pernah dilaksanakan sejak 1976 sampai 1990.
Namun, skema itu distop dan dilanjutkan lagi pada 2006 meliputi berbagai jenis tanaman pertanian termasuk kapas.
Hanya saja, di Thailand asuransi pertanian tidak mendapatkan subsidi dari pemerintah.
"Meski kita terlambat, tetapi tentu lebih baik daripada tidak memulai. Dengan asuransi ini, kami berharap petani akan lebih terlindungi dari kerugian, lebih produktif, lebih akuntabel usaha taninya, lebih dipercaya bank, lebih kompetitif dan berdaya saing hasilnya dibandingkan produk pertanian lain dari lingkungan MEA dan pasar global," kata Pending.
Pelaksanaan asuransi pertanian diamanatkan dalam UU No 19 tahun 2013 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani, yang ditindaklanjuti dengan Peraturan Menteri Pertanian No 40/2015 tentang Fasilitasi Asuransi Pertanian.
Pelaksanaan asuransi pertanian saat ini untuk komoditas padi yang disebut dengan Asuransi Usaha Tani Padi (AUTP) dan Asuransi Usaha
Ternak Sapi (AUTS). Pelaksanaan AUTP sesuai dengan Keputusan Menteri Pertanian RI nomor 15/Kpts/SR.230/B/05/2017 (AUTP) Pedoman Bantuan Premi Asuransi Usaha Tani Padi.
Pelaksanaan AUTP diawali pada 2012-2014 melalui pilot project kerjasama antara Kementerian Pertanian dengan Perusahaan Pupuk Holding Company dan PT Asuransi Jasindo (Persero) di sejumlah daerah.
Kemudian, pada 2015 sampai 2017 dilanjutkan dengan areal cakupan layanan asuransi usaha tani padi diperluas mencapai target satu juta hektare.
"Dalam pelaksanaan AUTP memberikan pertanggungan senilai Rp 6 juta per hektare per musim tanam untuk sawah yang mengalami gagal panen karena tiga penyebab utama. Yaitu, serangan hama dan penyakit (OPT), kebanjiran dan kekeringan," paparnya.
Adapun premi yang harus dibayarkan adalah tiga persen dari Rp 6 juta (biaya saprodi), Rp 180 ribu per hektare per musim tanam, dibantu oleh pemerintah
(APBN) 80 persen atau Rp 144 ribu per hektare per musim tanam, dan 20 persen premi swadaya sebagai edukasi/pembelajaran masyarakat.
"Dalam dua tahun terakhir, jumlah sawah petani yang diasuransikan semakin luas. Tahun 2015 seluas 233 ribu hektare, tahun 2016 seluas 499 ribu hektare, dan hingga akhir 2017 ditargetkan mencapai satu juta hektare," lanjut dia.
Sementara itu, Ketua Poktan di Kabupaten Bangka Selatan Sahroni menceritakan, dari 100 hektare yang diajukan klaim ganti rugi 2017 ini, mereka mendapat penggantian 57 hektare.
"Jumlah klaimnya sudah cukup besar dan sangat membantu petani menanggulangi risiko gagal panennya," ujarnya.
Pelaksanaan asuransi padi saat ini telah memasuki tahun ketiga. Hasilnya, asuransi menarik minat banyak petani.
Jumlah sawah petani yang diasuransikan dalam dua tahun terakhir ini semakin luas. Tahun 2015 seluas 233 ribu hektare, tahun 2016 seluas 499 ribu hektare dan hingga 2017 ditargetkan mencapai satu juta hektare.
Sedangkan untuk pelaksanaan AUTS diatur dalam Keputusan Menteri Pertanian RI Nomor 12/KPTS/ PK.240/B/04/2017.
Adapun premi yang harus dibayarkan adalah dua dari Rp 10 juta sebagai uang pertanggungan.
Dengan begitu, premi yang harus dibayarkan Rp 200 ribu per ekor per tahun, dibantu oleh pemerintah (APBN) 80 persen atau Rp 160 ribu per ekor per tahun dan 20 persen atau Rp 40 ribu per ekor per tahun sebagai premi swadaya untuk edukasi.
Kriteria sapi yang diasuransikan, di antaranya, sapi betina kondisi sehat, memiliki penandaan/identitas yang jelas (eartag/anting), umur sapi minimal satu tahun. Jangka waktu proteksi/penjaminan sapi selama satu tahun.
Jika sapi yang di asuransikan mengalami kematian disebabkan penyakit, beranak, kecelakaan, dan hilang akibat pencurian, maka peternak akan mendapatkan nilai
klaim sebesar Rp 10 juta. Dengan begitu, nilai klaim diharapkan dapat membeli sapi bakalan untuk calon indukan.
Pelaksanaan AUTS (Asuransi Usaha Ternak Sapi) mulai tahun 2016 realisasi sebanyak 20 ribu dari target 120 ribu ekor.
Sebab, kegiatan AUTS baru dimulai pada November 2016. Pada tahun 2017 sampai bulan ini baru mencapai 80 ribu ekor sapi dari target 120 ribu ekor sapi.
AUTP dan AUTS memang masih baru berumur dua tahun sehingga tentu saja implementasinya masih perlu banyak perbaikan dan penyesuaian, termasuk perbaikan pada sistem serta aturan pelaksanaannya.
Untuk tahap awal target kepesertaan asuransi pertanian masih terbatas pada petani padi dan peternak sapi.
Dengan begitu, untuk penerapan jangka panjang perlu upaya pengembangan berbagai komoditas strategis lainnya.
"Oleh karena itu, kritik yang disampaikan beberapa pihak terkait pelaksanaan asuransi ini dapat dijadikan sebagai motivasi untuk mengembangkan model asuransi yang dapat digunakan oleh semua masyarakat petani," pungkas Pending. (jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... BSM Raih Laba Bersih Rp 261 M, BNI Syariah Raup Rp 246 M
Redaktur : Tim Redaksi