Asyam Korban Diksar, Pernah Diundang Presiden Jokowi

Kamis, 26 Januari 2017 – 08:29 WIB
SEMASA HIDUP: Syaits Asyam dalam sebuah kegiatan kepecintalaman. Foto: Dok keluarga

jpnn.com - jpnn.com - Syaits Asyam, satu di antara tiga korban meninggal dalam diksar Mapala UII (Unisi) Jogjakarta.

Sebelum mengembuskan napas terakhir, dia sempat bercerita tentang tragedi yang akhirnya merenggut nyawanya. Dia juga menyebut satu nama senior yang bertindak kasar kepada dirinya.

BACA JUGA: Korban Diksar Mapala UII Alami Luka Lecet Sekujur Tubuh

DWI AGUS, Jogjakarta

Cerita itu diungkapkan almarhum Syaits Asyam kepada sang ibu, Sri Handayani, yang menungguinya saat masih dirawat di RS Bethesda Jogajakarta.

BACA JUGA: Sudah 10 Mapala UII Diopname Akibat Kekerasan

Ketika itu dokter meminta Sri Handayani mencatat semua ucapan anaknya. Sebab, kondisi Asyam memasuki masa kritis.

Tujuannya, menghimpun informasi penyebab kekerasan fisik yang dialami anak tunggalnya itu.

BACA JUGA: Panitia Diksar Sodorkan Surat Pernyataan, Isinya...

Dalam catatan yang ditulis di kertas memo RS Bethesda tersebut, Asyam menyampaikan tiga poin.

Asyam sendiri sempat menulis poin pertama. Selanjutnya, poin kedua dan ketiga ditulis ibunya.

’’Asyam menyebut nama Yudi yang melakukan kekerasan,’’ kata Handayani ketika ditemui Jawa Pos Radar Jogja di rumah duka, Dusun Jetis, Caturharjo, Sleman, kemarin (25/1).

Kekerasan yang dimaksud, lanjut Handayani, antara lain, Yudi memukul punggung Asyam dengan rotan sepuluh kali.

Lalu, Asyam disuruh mengangkat beban air terlalu berat. Selanjutnya, diduga ada aksi kekerasan lain oleh nama yang sama.

Karena itulah, keluarga Asyam tidak bisa menerima perlakuan yang mengakibatkan anaknya mengalami luka parah dan akhirnya meninggal dunia di rumah sakit.

Handayani beserta suaminya, Abdulah Arbi, memutuskan untuk mengambil langkah hukum atas kematian anaknya.

Berdasar hasil otopsi, ditemukan indikasi kekerasan fisik yang dialami almarhum. Menurut Handayani, hampir sekujur badan anaknya mengalami memar-memar. Di antaranya, memar di dada sebelah kanan.

”Luka dalam di dada itu membuat napas Asyam tersengal-sengal. Dia jadi sulit berbicara. Tutur katanya tidak jelas,” tutur perempuan berjilbab tersebut.

Sebagaimana diberitakan kemarin, tiga mahasiswa UII meninggal dunia setelah mengikuti The Great Camping (TGC) Mapala Unisi di Tlogodringo, Desa Gondosuli, Kecamatan Tawangmangu, Karanganyar, 14–22 Januari.

TGC merupakan pendidikan dasar (diksar) bagi para anggota baru Mapala Unisi, kelompok pencinta alam UII.

Tiga korban tewas itu adalah Muhammad Fadli, 20, yang meninggal Jumat (20/1), setelah sempat dirawat di Puskesmas Tawangmangu; disusul Syaits Asyam, 19, Sabtu (21/1) di RS Bethesda Jogjakarta; dan terakhir Ilham Nurfadmi Listia Adi, 20 yang meninggal Senin malam (23/1) juga di RS Bethesda.

Tragedi itu juga mengakibatkan puluhan peserta diklat lainnya mengalami luka-luka. Hingga kemarin, masih ada sepuluh mahasiswa UII yang dirawat di Jogja International Hospital (JIH). Diduga, ada tindak kekerasan selama diksar berlangsung.

Menurut ibu Asyam, Handayani, dirinya tidak langsung diberi tahu panitia bahwa anaknya telah dirawat di RS Bethesda.

Dia baru dikabari beberapa saat sebelum anaknya mengembuskan napas terakhir.

’’Saya sampai rumah sakit jam 11.30 lebih. Saya shock melihat kondisi anak saya karena tubuhnya penuh luka. Napasnya juga sudah terengah-engah dan bicaranya tidak jelas. Tapi, masih bisa menceritakan kronologi kejadian di sana (Gunung Lawu, Red),” katanya.

Handayani sempat mendengar kabar dari teman Asyam bahwa sebenarnya Asyam sudah tidak kuat.

Dia ingin mengundurkan diri dari diksar, tapi dilarang panitia. Bahkan, Asyam malah ditarik dan dipisahkan dari rombongan diksar lainnya.

”Asyam juga sempat cerita tiga hari pertama tidak apa-apa, tapi setelah itu baru kejadian. Asyam tidak pernah melawan,” ujarnya.

Di mata Handayani, Asyam merupakan sosok yang sederhana, taat beribadah, dan dekat kepada orang tua.

Cowok kelahiran 7 Juli 1997 itu sangat dielu-elukan keluarganya. Maklum, dia anak tunggal. Meski anak tunggal, Asyam sangat mandiri.

”Dia selalu berusaha mendapatkan apa yang diinginkan dengan usahanya sendiri. Sangat ingin membahagiakan kedua orang tuanya,” kata Handayani.

Sejak SMA hingga kuliah, Asyam juga sangat mencintai bidang penelitian. Tak heran, dia pun berprestasi di bidang itu.

Saat di SMA Kesatuan Bangsa Jogjakarta, bersama sahabatnya, Galih Ramadhan, Asyam meraih medali emas dalam ajang Indonesian Science Project Olympiad (ISPO) 2014.

Keduanya melakukan penelitian kimia bertajuk Treatment of Oil Spill by Buffing Dust as an Efficient Adsorbent.

Dia juga meneliti limbah laut. Berkat penelitian itu, Asyam diundang ke Istana Negara oleh Presiden Jokowi. ’’Dia sangat bangga atas prestasi yang diraihnya itu,” kenang Handayani.

Handayani mengakui, Asyam punya semangat tinggi untuk menyelamatkan lingkungan. Keikutsertaannya dalam Mapala Unisi juga didasari kecintaannya pada alam.

Sebagai ibu, tentu Handayani sangat mendukung segala langkah anak semata wayangnya tersebut.

Di luar aktivitas akademis, Asyam giat di berbagai kegiatan sosial. Saking sibuknya Asyam, Handayani memiliki julukan khusus kepada anaknya tersebut.

”Karena sangat sibuk, saya panggil dia ’pak menteri’,” ujarnya setengah terisak.

Salah satu impian Asyam yang belum terwujud adalah menempuh pendidikan di luar negeri. Asyam ingin sekali menempuh pendidikan di Universitas Oxford London.

”Dia ingin ke Oxford. Di UII dia sudah mengikuti latihan kepemimpinan. Tapi, sekarang impian itu sudah menjadi kenangan. Tapi, semangatnya tetap saya simpan,” katanya.

Duka mendalam juga dirasakan ayah Ilham Nurfadmi Listia Adi, Syafii. Syafii tidak menyangka akan ”didahului” sang anak.

”Saya tak menyangka Ilham meninggal di usia muda,” ucapnya saat ditemui di RS Bethesda Selasa (24/1).

Syafii mengakui adanya bekas penganiayaan fisik di tubuh anaknya. Sebelum meninggal, Ilham sempat berkomunikasi dengannya.

Menurut pengakuan Ilham, dia mendapat siksaan dari para seniornya di Mapala Unisi. Hal itu dikuatkan saat Syafii melihat langsung kondisi tubuh almarhum.

”Awalnya Ilham telepon katanya dipukuli. Dia sempat mengirim foto tubuhnya yang memar-memar. Saat saya tiba di Jogja dan melihat langsung kondisi anak saya, ternyata benar adanya. Bahkan, ada bekas pukulan seperti bukan pukulan tangan,” jelas Syafii.

Kemarin jenazah almarhum sudah tiba di kampung halaman di Lombok Timur. Tangis histeris menyambut kedatangan jenazah di rumah duka. Sang ibu beserta saudara-saudara almarhum tak kuat menahan duka mendalam.

Syafii menyatakan bakal membawa kasus tersebut ke ranah hukum. ”Saya sudah melapor ke Polda DIJ. Tapi, saya disarankan untuk melapor ke wilayah hukum kejadian (Polres Karanganyar),” ujarnya.

Sementara itu, salah seorang korban luka, Abyan Razaki, 19, hingga kemarin masih menjalani perawatan intensif di RS JIH Jogja.

Dia mengaku mengalami kondisi serupa dengan tiga korban meninggal. Dia mengalami luka-luka di sekujur tubuh.

Kakak Abyan, Raihan Aflah, 20, menjadi saksi tumbangnya sang adik bungsu. Sepulang dari TGC di Gunung Lawu Sabtu (21/1), kesehatan Abyan menurun drastis.

Mulai luka di kedua kaki, tangan, punggung, bahkan kontur wajah adiknya lebih tirus. ”Waktu mandi, dia (Abyan) sampai tidak bisa buka celana sendiri,” ujarnya.

Lantas, Raihan datang lagi ke kamar Abyan sekitar pukul 10.00. Namun, kondisi pintu kamar terkunci dari dalam.

”Akhirnya saya pinjam kunci cadangan. Saat itulah saya menemukan adik saya hanya terbalut handuk, meringkuk. Dia langsung saya bawa ke JIH,” jelasnya.

Raihan mengungkapkan, keadaan fisik adiknya kala itu sangat lemah. Bahkan, Abyan tidak bisa berjalan karena luka di tubuhnya.

”Terpaksa saya gendong karena dia tidak kuat berjalan. Adik saya didiagnosis awal mengalami bronkitis, jempol kaki harus operasi, dan ginjalnya infeksi,” papar dia.

Anehnya, Abyan tidak memiliki sejarah penyakit tersebut. Hanya, diakui Raihan, adiknya selama ini kurang mengonsumsi air mineral.

”Saat ini Abyan sedang puasa untuk menjalani operasi di kedua jempol kakinya. Kondisi jempolnya lecet dan mengeluarkan nanah,” terangnya.

Rektor UII Harsoyo menegaskan komitmen kampusnya. UII akan melakukan investigasi untuk mengungkap tragedi diksar Mapala Unisi.

Langkah awal yang dilakukan ialah membekukan segala kegiatan Mapala UII dan kegiatan lain yang bersifat outdoor.

”Kami sedang menyusun laporan ke Koopertis dan ORI. Dari hasil investigasi dan pemeriksaan fisik para korban, memang ditemukan adanya kekerasan fisik. Sanksi ketegasan dari kampus pasti ada, ditambah proses hukum oleh kepolisian,” tandasnya.

Selain akan menanggung seluruh biaya perawatan para korban, UII bakal melakukan pendampingan kepada peserta diksar dan orang tuanya.

Terutama keluarga almarhum Fadli, Syaits Asyam, dan Ilham Nurpadmi Listia Adi.

Sementara itu, selama empat hari penyelidikan, Polres Karanganyar telah memeriksa sebelas saksi dan menyita barang bukti kasus dugaan penganiayaan dalam kegiatan diksar Mapala Unisi di Tawangmangu.

Kapolres Karanganyar AKBP Ade Safri Simanjuntak mengatakan, para saksi tersebut terdiri atas kerabat tiga mahasiswa yang meninggal dunia serta sejumlah peserta diklat. Dari pemeriksaan awal, terdapat indikasi tindak kekerasan selama pelaksanaan diksar.

”Ditemukan adanya dugaan kekerasan selama pelaksanaan diklat sehingga mengakibatkan tiga mahasiswa meninggal,” jelas Ade kemarin.

Permintaan visum et repertum (VER) dan otopsi sudah dilayangkan ke RSUD Karanganyar, RS Bethesda Jogjakarta, dan RSUP dr Sardjito Jogjakarta.

”Kami masih menunggu hasil VER maupun otopsi dari tiga rumah sakit ini. Pihak RS Bethesda dan RSUP dr Sardjito menyatakan, ditemukan luka di sekujur tubuh korban yang diduga akibat kekerasan. Dari kepala, tangan, hingga kaki,” ungkap Ade. (ila/adi/wa/*/c10/c9/ari)

 

BACA ARTIKEL LAINNYA... Kakak Korban Mapala UII: Nyawa Harus Dibayar Nyawa


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler