jpnn.com, JAKARTA - Direktorat Jenderal Penegakan Hukum (Gakkum) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menyegel 19 lokasi yang terdampak kebakaran hutan dan lahan (karhutla). Ke-19 lokasi itu tersebar di empat provinsi dengan luas lahan mencapai 2.209 hektare.
Dirjen Gakkum KLHK Rasio Ridho Sani mengatakan, sejak awal pemerintah sangat serius dalam menangani karhutla. "Kami akan mendorong penerapan hukum multidoor pada kasus ini. Penyelidikan dilakukan bersama dengan Penyidik PNS dan Polri. Setidaknya ada tiga peraturan perundangan yang diterapkan, yaitu UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, UU Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, dan UU Nomor 18 Tahun 2004 tentang Perkebunan,” kata dia di gedung Manggala Wanabakti, Jakarta, Jumat (16/8).
BACA JUGA: Ilmuwan Muda Diaspora Kenalkan Teknologi Atasi Kebakaran Lahan dan Hutan
Ridho menjelaskan, penerapan multi instrumen ini meliputi aspek pidana, perdata, dan administratif. Pelanggaran secara pidana terancam sanksi berupa penjara, denda, dan perampasan keuntungan.
BACA JUGA: Semoga, Semua Pelaku Karhutla Dihukum Berat
BACA JUGA: Pengakuan Mengejutkan Pelaku Pembakaran Lahan, Motif Politik
Sedangkan secara perdata, pelaku dapat dikenakan sanksi ganti rugi dan pemulihan areal yang terbakar. Dari aspek administratif, penegak hukum dapat menerapkan sanksi berupa paksaan pemerintah, pembekuan, atau bahkan pencabutan izin.
Sejak Februari 2019, Ditjen Penegakan Hukum LHK juga melakukan pemantauan intensif data hotspot dengan tingkat kepercayaan lebih dari 80 persen. Untuk memastikan apakah terjadi kebakaran pada hotspot tersebut, maka diperlukan pengawasan dan pengecekan lapangan.
BACA JUGA: Semoga, Semua Pelaku Karhutla Dihukum Berat
Selanjutnya, data tersebut dilakukan tumpang susun dengan data kawasan hutan dan lahan gambut, serta izin pelepasan, izin konsesi, dan Hak Guna Usaha (HGU) guna mengetahui entitas lahan yang terbakar.
BACA JUGA: KLHK Segel Tiga Kawasan Terdampak Karhutla
Secara umum, menurut Ridho, penyebab karhutla dikarenakan sebagian besar ulah manusia, meskipun tetap ada peluang akibat cuaca dan kerusakan ekosistem.
“Alasan kenapa manusia melakukannya juga bermacam-macam. Ada karena tidak tahu atau iseng kemudian terbakar. Kemudian ada juga moral hazard, dilihat bahwa pengawasannya lemah, maka dia melakukan pembakaran. Selanjutnya, yang paling penting yaitu mens rea, yaitu ada orang-orang yang ingin mendapatkan keuntungan finansial dari karhutla ini, khususnya land clearing. Oleh karena itu, kami lakukan penegakan hukum,” tandas dia. (cuy/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Kebakaran Hutan di Taman Nasional Tesso Nilo, 8 Ekor Gajah Sumatera Terpaksa Dipindahkan
Redaktur & Reporter : Elfany Kurniawan