Sebuah laporan baru menunjukkan dampak jangka panjang akibat 'lockdown' akan dirasakan oleh warga yang tinggal di kawasan 'hotspot' di kota Sydney, bahkan setelah aturan dilonggarkan bagi mereka yang sudah divaksinasi penuh pada 11 Oktober nanti.
Laporan yang dikeluarkan organisasi nirlaba Western Sydney Migrant Resource Center mengumpulkan jawaban dari 155 warga dari berbagai latar belakang.
BACA JUGA: Mensos Risma Prioritaskan Penyandang Disabilitas di Program Vaksinasi
Dalam laporan tersebut ditemukan faktor ketidakpercayaan dan kesehatan mental sebagai dua masalah terbesar akibat 'lockdown'.
Archana Voola, penulis laporan tersebut, mengatakan pelonggaran aturan COVID-19 tidak berarti akan menghapus luka di hati warga akibat 'lockdown'.
BACA JUGA: Inggris Krisis BBM, Pengemudi Tank Beralih Fungsi Jadi Sopir Truk
"Ada ketidaksetaraan antara Sydney di sebelah barat dibandingkan daerah lainnya, ini tidak hanya akan sembuh dengan berakhirnya pembatasan aturan, tapi akan terus ada, begitu juga dengan rasa ketidakpercayaan," kata Dr Archana.
"Kecuali kalau kepercayaan itu ada di sana, lantas bagaimana kita bisa membangunnya kembali? Ini bisa dimulai melalui organisasi masyarakat setempat dan mereka yang ada di lapangan."
BACA JUGA: Kasus Penyerangan yang Menyebabkan Tewasnya Tenaga Kesehatan di Papua Masih Terus Diselidiki
Laporan Pulse of South West Sydney CALD Communities dibuat menggunakan survei dari klien Western Sydney Migrant Resource Centre, yang menggabungkan wawancara telepon dan pengalaman warga berlatar belakang migran dan pengungsi.
Di antara hasilnya, 32 persen responden merasa ragu-ragu untuk membantu pelacak kontak, sementara mayoritas mengatakan mereka akan mematuhi perintah kesehatan di masa mendatang.
Rasa marah dan dendam dari warga kepada pemerintah mungkin tidak lahir karena pandemi COVID-19, tetapi semakin menunjukkan adanya sikap tersebut, menurut Holly Seale, seorang pakar sosial penyakit menular dari University of New South Wales.
"Dengan rasa kebebasan yang meningkat, beberapa warga mungkin merasa berbeda, tetapi penting untuk tidak membiarkannya berlalu tanpa berkaca dan mengamati apa yang telah terjadi," katanya.
"Masalahnya akan dimulai jika pemerintah tidak memetik dari pelajaran dan mulai menerapkannya pada program vaksinasi, bagaimana menanggapi kanker, serta masalah kesehatan dan sosial lainnya karena itu nantinya akan menjadi kegagalan yang nyata," ujar Holly.
Menteri Utama New South Wales, Premier Gladys Berejiklian, mengatakan ia tidak menyesali dengan cara pemerintahannya menangani pandemi.
"Ini sangat sulit, tetapi ketika saya melihat ke belakang, tidak ada satu keputusan pun, kami tidak melakukan semuanya dengan benar, tetapi saya tidak menyesali se detik pun strategi yang kami lakukan," katanya Senin kemarin.
Satu hal lain yang juga disebutkan dalam laporan tersebut adalah perbedaan dalam tiap-tiap keluarga.
"Pendapat yang mengatakan kita dapat memasukkan semua orang ke dalam kotak yang sama dalam tatanan kesehatan tidaklah berhasil," kata Dr Archana.
Ia juga mengatakan tekanan akan meningkat ketika seorang anggota keluarga dipisahkan, padahal mereka memiliki hubungan yang sangat kuat antar generasi.
Bagi Ehab Hadi, seorang migran asal Irak, yang tinggal di Bonnyrigg, keluarganya memiliki anggota yang sangat banyak.
"Adikku sama seperti bagian dari keluargaku, begitu juga dengan ibuku yang tinggal bersamaku," katanya.
"Tidak bisa melihat mereka atau tidak bisa bertemu keponakan saya yang baru lahir sangatlah sulit."
Ehab tidak sendiri. Laporan tersebut menemukan ada gagasan yang saling bertentangan dengan yang dimaksud rumah tangga.
Lebih dari 50 persen responden mengatakan pembatasan bertemu keluarga, karena mereka tinggal di rumah lain, menyebabkan stres besar.
Banyak warga yang menyatakan mereka "tidak dapat menghadapinya" saat harus dipisahkan.
"Kita perlu melihat ke depan dan membingkai strategi kita pasca pandemi nantinya, tetapi itu akan sulit karena tidak ada solusi jangka panjang dan kita semua harus terlibat," kata Dr Archana.
Pemimpin komunitas Fairfield, Basha Hanna mencoba melawan rasa takut dan pikiran negatif dengan mengunggah video musiknya sendiri dari lagu-lagu daerah negara asalnya.
"Kebanyakan orang-orang membawa keluarga besarnya saat meninggalkan negara mereka," katanya.
"Hanya itu yang mereka miliki dan menjadi hal paling berharga bagi mereka."
"Yang ingin saya lakukan adalah mengistirahatkan pikiran mereka sejenak sehingga ketika mereka harus kembali, mereka memiliki pikiran yang jernih."
Ia berharap komunitas Arab-Australia akan menjadi lebih kuat saat pembatasan aturan COVID-19 dilonggarkan.
"Saya orang yang positif. Saya rasa kami bisa keluar dari pandemi ini dengan lebih baik, tetapi akan membutuhkan banyak dana untuk bisa melakukan hal-hal yang menyenangkan dan artistik untuk membuat orang melupakan rasa sakit yang mereka alami," katanya.
Artikel ini diproduksi oleh Erwin Renaldi dari laporan dalam bahasa Inggris
BACA ARTIKEL LAINNYA... Mayjen Maruli Simanjuntak Sebut 4 Kunci Penanganan Pandemi