Perbandingan Aturan Istirahat dan Cuti di RUU Cipta Kerja dengan UU Ketenagakerjaan

Rabu, 07 Oktober 2020 – 18:12 WIB
Aturan jam istirahat dan cuti di UU Cipta Kerja. Ilustrasi Foto: ANTARA/Syaiful Arif

jpnn.com, JAKARTA - DPR dan pemerintah telah menyetujui Omnibus Law Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja menjadi undang-undang pada Senin lalu (5/10).

Omnibus Law RUU Cipta Kerja juga mengatur ketentuan waktu istirahat dan cuti bagi pekerja, yang sebelumnya sudah diatur dalam UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

BACA JUGA: Aturan Pesangon Buruh Terkena PHK di UU Cipta Kerja

Dikutip dari naskah RUU Cipta Kerja, Pasal 79 Ayat 1 mengatur kewajiban pengusaha untuk memberikan waktu istirahat dan cuti bagi pekerja.

Pada Ayat 2 menjelaskan bahwa waktu istirahat sebagaimana dimaksud pada Ayat 1 huruf a wajib diberikan kepada pekerja/buruh paling sedikit meliputi:

BACA JUGA: 6 Hal di UU Cipta Kerja Bikin Gaduh, Ada soal Pesangon dan PHK

a. Istirahat antara jam kerja, paling sedikit setengah jam setelah bekerja selama empat  jam terus menerus dan waktu istirahat tersebut tidak termasuk jam kerja; dan

b. Istirahat mingguan satu hari untuk enam hari kerja dalam satu minggu.
 
Ayat 3 menyatakan cuti sebagaimana dimaksud pada Ayat 1 huruf b yang wajib diberikan kepada pekerja/buruh yaitu cuti tahunan, paling sedikit  dua belas hari kerja setelah pekerja/buruh yang bersangkutan bekerja selama  dua belas bulan secara terus menerus.

BACA JUGA: Melihat Rekaman CCTV, Kombes Yusri pun Merasa Heran, Sudah 5 Kali

Selanjutnya di dalam Ayat 4 mengatur bahwa pelaksanaan cuti tahunan sebagaimana dimaksud pada Ayat 3  diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.

Pada Ayat 5 dinyatakan, selain waktu istirahat dan cuti sebagaimana dimaksud pada Ayat 1, 2 dan 3, perusahaan tertentu dapat memberikan istirahat panjang yang diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.

Bila merujuk UU Ketenagakerjaan, Pasal 79 Ayat 1 menyatakan pengusaha wajib memberi waktu istirahat dan cuti kepada pekerja/buruh.

Ayat 2 menyebutkan waktu istirahat dan cuti sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 meliputi:

a. Istirahat antara jam kerja, sekurang kurangnya setengah jam setelah bekerja selama empat jam terus menerus dan waktu istirahat tersebut tidak termasuk jam kerja.

b. Istirahat mingguan  satu hari untuk  enam hari kerja dalam  satu minggu atau dua hari untuk  lima hari kerja dalam satu minggu.

c. Cuti tahunan sekurang kurangnya  dua belas hari kerja setelah pekerja/buruh yang bersangkutan bekerja selama  dua belas bulan secara terus menerus; dan

d. Istirahat panjang sekurang-kurangnya dua bulan dan dilaksanakan pada tahun ketujuh dan kedelapan masing-masing  (satu bulan bagi pekerja/buruh yang telah bekerja selama  enam tahun secara terus menerus pada perusahaan yang sama dengan ketentuan pekerja/buruh tersebut tidak berhak lagi atas istirahat tahunannya dalam dua tahun berjalan dan selanjutnya berlaku untuk setiap kelipatan masa kerja enam tahun.
 
Pada Ayat 3 dinyatakan pelaksanaan waktu istirahat tahunan sebagaimana dimaksud dalam Ayat 2 huruf c diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.

Selanjutnya, Ayat 4 menyatakan hak istirahat panjang sebagaimana dimaksud dalam Ayat 2 huruf d hanya berlaku bagi pekerja/buruh yang bekerja pada perusahaan tertentu.

Ayat 5, perusahaan tertentu sebagaimana dimaksud dalam Ayat 4  diatur dengan Keputusan Menteri. (boy/jpnn)



Video Terpopuler Hari ini:


Redaktur & Reporter : Boy

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler