jpnn.com - JAKARTA - Sejumlah advokat resmi menggugat kebijakan kantong plastik berbayar yang telah berjalan hampir dua bulan.
Mereka mempersoalan regulasi yang tertuang dalam surat edaran No: S.1230/PSLB3-PS/2016, tertanggal 17 Februari 2016 tentang harga dan mekanisme penerapan kantong plastik berbayar yang berlaku sejak 21 Februari 2016 lalu tersebut.
BACA JUGA: Musa, Banyak yang Menyebutnya Mukjizat
Dikoordinir Mohamad Agil Ali, sejumlah advokat Indonesia mengajukan permohonan uji materiil aturan plastik berbayar kepada Mahkamah Agung (MA) melalui Kepaniteraan Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan.
Uji materiil itu telah didaftarkan di kepaniteraan PN Jakarta Selatan, dibawah daftar No : 01/P/HUM/2016/ PN.JKT Sel tanggal 18 April 2016.
BACA JUGA: Komnas HAM Minta Diberi Kewenangan Paksa Pemerintah
”Sebagaimana diatur dalam Pasal 31 Undang-Undang No. 14 tahun 1985 tentang MA yaitu kewenangan MA menguji peraturan yang lebih rendah dari UU mengenai sah apa tidaknya suatu peraturan atau bertentangan tidaknya suatu aturan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi,” terang Mohamad Aqil Ali usai mendaftarkan pengajuan perkara permohonan uji materiil peraturan di bawah UU kepada Ketua MA melalui Kepaniteraan PN Jakarta Selatan, kemarin (18/4).
Advokat yang akrab disapa Aqil itu juga menambahkan, ke depannya MA berwenang menyatakan bahwa peraturan itu tidak sah dan tidak berlaku untuk umum.
BACA JUGA: KPK Cecar Nono Sampono Soal Izin Reklamasi
”Kami gugat kantong plastik berbayar ini agar dihentikan. Pihak yang kita gugat Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan,” ucapnya juga.
Dia juga menegaskan, kewenangan Pasal 31 A Undang-Undang No.14 tahun 1985 tentang MA memang sudah mengatur upaya hukum di bawah undang-undang diuji ke MA bukan MK.
”Tapi pengujiannya di daftarkan di Kepaniteraan PN Jakarta Selatan. Diuji oleh hakim agung. Yang memutuskan nanti MA,” paparnya juga.
Selain itu, Aqil juga menyayangkan pernyataan Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) yang mengusulkan kantung plastik berbayar ini diusulkan naik menjadi Rp 1.000 per kantung plastik.
”Saya kira dengan pernyataannya itu, Ketua YLKI tidak berpihak kepada konsumen tapi membela kepentingan pengusaha," ucapnya juga.
Meski melakukan uji materiil, namun dirinya mengaku sangat peduli lingkungan. ”Kami setuju dan sepakat untuk menjaga lingkungan dari bahaya limbah kantung plastik. Tapi caranya tidak seperti ini,” paparbnya lagi.
Lantaran dengan cara itu, menyuruh masyarakat membeli kantong plastik. ”Pastinya, masyarakat terbebani. Kebijakan itu malah menguntungkan pengusaha. Jadi masyarakat terbebani dan caranya itu yang tidak tepat,” ungkap lagi pria yang juga kuasa hukum MAA Associates ini.
Dia juga memaparkan, ada 2 pokok masalah pengujian materiil. Pertama, apakah sah dan berlaku aturan mengenai kewajiban membeli suatu barang dikenai biaya kantong plastik.
”Apakah aturan itu bertentangan dengan Pasal 612 KUH Perdata yang menjamin adanya kewajiban penyerahan kebendaan oleh si penjual,” katanya juga.
Kedua, apakah sah berlaku suatu benda kantong plastik yang dianggap mencemari lingkungan dijadikan objek yang diperjualbelikan.
”Sehingga bertentangan dengan Pasal 1320 KUH Perdata yang mensyaratkan objek perikatan jual-beli harus kausa halal,” katanya lagi.
Aqil juga mengatakan, surat edaran penerapan kantong plastik berbayar itu dinilai tidak berlaku secara umum pada seluruh pihak penjual. Aturan itu juga hanya mengikat toko-toko ritel saja dan tidak mengikat pada pedagang pasar tradisional.
Seperti pedagang kaki lima (PKL), pedagang di bidang makanan cepat saji, donat, fashion dan lainnya. ”Semakin tidak efektif aturan yang dikeluarkan itu,” ungkapnya juga. (ibl)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Kejagung Sudah Tahu Lokasi Persembunyian Buron BLBI
Redaktur : Tim Redaksi