Audit Penyalur Kerja Outsourcing Harus Diperketat

Selasa, 16 April 2019 – 21:00 WIB
Penipuan lowongan kerja SPG. Foto: JPG

jpnn.com, JAKARTA - Praktik curang yang dilakukan yayasan penyalur tenaga kerja outsourcing di berbagai daerah industri kian marak dan terkesan sulit diberantas.

Anggota Komisi IX DPR RI Marinus Gea mengungkapkan di setiap kunjungan kerja ke daerah industri banyak aduan negatif soal praktik yayasan penyalur tenaga kerja. Salah satunya terjadi di wilayah Tangerang. 

BACA JUGA: PHK Terhadap Karyawan Outsourcing Harus Sesuai Kontrak Kerja Sama

"Jumlahnya banyak sekali. Mereka seperti mafia yang luar biadab," ujar Marinus Gea, Selasa (16/4).

Marinus melanjutkan dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2013 tentang Ketenagakerjaan mengatur secara khusus beberapa jenis pekerjaan kerja yakni meliputi, Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT), Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT) dan termasuk pula outsourcing.

BACA JUGA: JICT Melanggar Aturan Terkait PHK 400 Pekerja Outsourcing

Pengaturan PKWT dan Outsourcing dalam UU Ketenagakerjaan bisa disebut sebagai upaya untuk mewujudkan pasar kerja yang fleksibel di Indonesia.

Namun demikian, dirinya belum mengetahui secara pasti apakah yayasan yang kerap melakukan pungutan liar ini mengantongi izin atau yayasan buram alias abal-abal.

BACA JUGA: Deindustrialiasi Mengancam Serapan Tenaga Kerja Nasional

Yayasan tersebut terang-terangan meminta uang kepada calon tenaga kerja yang ingin mendapat pekerjaan di pabrik tersebut.

Modusnya yayasan itu bekerjasama dengan orang dalam perusahaan, seperti personalia dalam menjalankan praktek curangnya tersebut.

Jika calon pekerja menanayakan langsung ke pabrik tersebut, jawaban yang diterima tidak ada lowongan.

Namun, jika melalui yayasan tersebut calon pekerja bisa mendapatkan pekerjaan dengan memberikan uang muka kepada yayasan tersebut.

"Ada yang bayar Rp7,5 juta untuk buruh pabrik. Itu banyak sekali di Tanggerang. Ini menjadi persoalan sendiri yang terus disampaikan kepada saya," ujarnya.

Marinus menjelaskan pemerintah sangat tegas dalam memberantas praktik curang perusahaan penyalur tenaga kerja.

Hanya saja, audit secara berkala oleh instansi terkait di daerah tersebut yang perlu ditekankan kembali dan pengawasan di tingkat internal perusahaan tersebut.

"Dari sisi regulasi harus diaudit sebenarnya PT ini klasifikasi usahanya apa dan seterusnya," ujarnya.

Presiden Asosiasi Serikat Pekerja Indonesia (ASPEK) Indonesia, Mirah Sumirat mengamini adanya praktek modus rekrutmen karyawan melalui yayasan penyalur tenaga kerja.

Rata-rata pungutan yang diambil yayasan untuk calon karyawan perusahaan mencapai Rp5 juta.

Belum lagi, nantinya dipotong perbulan yang jumlahnya fariatif mulai dari Rp300 hingga Rp500 ribu.

“Sayangnya mereka yang masuk dan bekerja melalui yayasan takut untuk melapor karena ada ancaman pemecatan,” kata Mirah Sumirat.

Mirah menjelaskan sebenarnya yayasan penyalur kerja diperkenankan untuk mengutip uang kepada calon pekerja.

Biasanya pungutan awal itu digunakan yayasan untuk membayar formulir tes dan biaya tes kesehatan untuk bekerja di perusahaan.

Praktik seperti ini biasanya banyak terjadi di kawasan industri yang tersebar di Indonesia.

"Yayasan penyalur tenaga kerja tidak diperkenankan untuk memungut sejumlah uang dan menjanjikan calon pekerja langsung diterima bekerja di perusahaan," ujar Mirah Sumirat.

Mirah melanjutkan keberadaan lembaga itu harus mendapat izin dari Dinas Tenaga Kerja. Lembaga tersebut juga harus memegang nota kesepakatan (MoU) dengan perusahaan-perusahaan pemberi kerja.

Lembaga penyalur tenaga kerja resmi yang terbukti melakukan penipuan harus mendapatkan sanksi berupa pencabutan izin usahanya.

Sedangkan yayasan "abal-abal" yang tidak mempunyai izin akan langsung diserahkan kepada polisi sebagai kasus tindak pidana penipuan.

“Ini gampang ditindaknya, tempatnya juga biasa di ruko-ruko yang jadi persoalan disnaker mau atau tidak menindaknya,” ujarnya.

Agar tidak ada lagi korban penipuan berkedok rekrutmen karyawan, pihaknya meminta pihak terkait untuk memperketat pengawasan.

Biasanya yayasan berkedok penyalur tenaga kerja bodong memasang iklan di media sosial, seperti FaceBook.

“Harus ada sifat reaktif atau sidak kepada yayasan yang dicurigai yayasan bodong serta jangan menunggu laporan,” pungkasnya. (flo/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Soal Satu Ini, Capaian Jokowi Jauh di Bawah SBY


Redaktur & Reporter : Natalia

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler